Liputan6.com, Jakarta - Salah satu pimpinan Organisasi Papua Merdeka (OPM) Abubakar Kogoya tewas ditembak aparat gabungan TNI-Polri saat kontak tembak di Distrik Tembagapura Mimika Papua pada Kamis sore, (4/4/2024).
Kontak tembak yang menewaskan Abubakar tersebut dilakukan lantaran adanya rentetan aksi teror oleh OPM di Papua. Aksi teror tersebut sering menyebabkan korban di pihak Aparat TNI-Polri dan warga sipil.
Kepala Penerangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan III (Kapen Kogabwilhan) Kolonel Czi Ign Suriastawa mengatakan bahwa rekam jejak kekejaman aksi Abubakar Kogoya pada tanggal 21 Oktober 2017 telah tercatat dalam Laporan Polri (LP) dimana Abubakar terlibat dalam penembakan terhadap 2 orang anggota Brimob bernama Bharada Almin dan Brigadir Mufadol di Mile 69, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika.
Advertisement
Aksi serupa dilakukan oleh Abubakar Kogoya dilokasi yang sama pada tanggal 14 November 2017, dimana dia terlibat dalam penembakan terhadap mobil LWB nomor lambung 01-4887.
Selanjutnya, pada tanggal 30 Maret 2020, Abubakar Kogoya terlibat kembali dalam penembakan di Gedung OB-1 Alun-alun Kuala Kencana, Distrik Kuala Kencana, Kabupaten Mimika yang menyebabkan 1 orang Warga Negara Asing (WNA) bernama Graeme Thomas Wall meninggal dunia (MD) dan 2 orang karyawan mengalami luka tembak.
Lebih lanjut, berdasarkan rekam jejak, bergabungnya Abubakar Kogoya ke dalam OPM telah terpantau dibawah pimpinan Lekagak Telenggen, dengan wilayah operasinya di Kabupaten Puncak, Kabupaten Mimika dan Kabupaten Intan Jaya.
"Tindakan tegas Aparat Keamanan Gabungan TNI-Polri mereduksi kekuatan OPM merupakan upaya untuk menjaga stabilitas keamanan demi kelancaran percepatan pembangunan di wilayah Papua," ucap Kolonel Czi Ign Suriastawa.
13 Prajurit TNI Nekat Siksa Anggota KKB karena Emosi Rekannya Ditembak dan Akan Bakar Puskesmas
Sebanyak 13 prajurit TNI AD dari Satuan Batalion Infanteri Raider 300/Braja Wijaya ditetapkan karena telah menyiksa anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Defianus Kogoya di Gome, Puncak, Papua Tengah.
Tindakan main hakim sendiri oleh 13 Prajurit TNI tersebut lantaran tersulut emosi setelah mengetahui Defianus Kogoya banyak terlibat dalam kegiatan sparatis. Seperti merusak fasilitas umum, menembak prajurit TNI dan anggota Polri bahkan berencana membakar puskesmas Omukia di Puncak.
Kadispen AD Brigadir Jenderal TNI Kristomei Sianturi menjelaskan Batalion Infanteri Raider 300/Braja Wijaya sempat mendapatkan informasi dari masyarakat akan adanya pembakaran Puskesmas Omukia.
Kemudian prajurit TNI dan Polri langsung mengamankan puskesmas tersebut. Namun terjadi baku tembak. Hasilnya, tiga orang KKB berhasil ditangkap lengkap dengan barang bukti. Ketiga anggota tersebut yakni Depius Kogoya, Warianus Murib, Alianus Murib.
Namun pada saat akan diamankan ke Pos Gome, salah satu tersangka meninggal saat dalam perjalanan.
"Warianus Murib meninggal dunia saat dibawa ke Kotis dengan melompat dari kendaraan. Warianus Murib merupakan DPO Polres Ilaga dan sering melakukan penyerangan kepada aparat keamanan dan masyarakat," ucap Kristomei.
Berdasarkan hasil interogasi, rupanya Depius sempat terlibat dalam penyerangan Distrik Gome pada 15 Agustus 2023. Lalu penembakan terhadap personel Yonif 300 yang mengakibatkan Sertu Ahmad Yuan tertembak di paha kiri.
Pelaku juga turut serta dalam perencanaan pembakaran Puskesmas Omikia Kabupaten Puncak, Papua. Lalu terlibat dalam penyerangan aparat keamanan pada 3 Februari 2024 di Illaga.
"Pengakuan inilah yang mengakibatkan anggota Pos Gome merasa kesal dan tersulut emosinya karena yang bersangkutan ternyata ikut dalam penyerangan dan gangguan keamanan selama ini, bahkan mengakibatkan salah satu prajurit yonif 300 tertembak," jelas Kristomei.
Advertisement
TNI Ungkap 13 Prajurit yang Menyiksa Anggota KKB di Papua Punya Peran Berbeda
Kepala Pusat Penerangan TNI (Kapuspen TNI), Mayjen TNI Nugraha Gumilar mengakui kalau ke-13 prajurit yang telah ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan penyiksaan terhadap anggota KKB, Defianus Kogoya memiliki peran berbeda.
“Wah nggak (tidak semua menyiksa), itu ada yang ngirim video, ada yang ngerekam. Jadi level kesalahannya nggak sama,” kata Nugraha saat ditanya awak media, Juma (29/3/2024).
Oleh sebab itu, lanjut Nugraha, untuk pasal yang disematkan kepada 13 prajurit TNI berbeda-beda disesuaikan dengan tindakan pelanggaran yang dilakukannya.
“Oh jelas (pasalnya beda). Kalau bapak cuma menyebar dan Bapak memukul kan ada aturan. Dilihat hukumnya, kan itu ada yang mukul, ada yang merekam, itu kan tingkat kesalahannya beda,” ucapnya.
Nugraha juga menyampaikan kalau proses penyidikan masih berlangsung. Sehingga untuk proses pelimpahan masih memerlukan waktu untuk melengkapi berkas perkara.
“Sebagai bentuk tanggung jawab keseriusan Kita, kemarin kan kita hadir semua bahwa kita ini serius nih. Komit masalah ini sehingga memang mudah-mudahan ini bisa clear,” ujarnya.
Atas kejadian itu, Nugraha mengakui kalau insiden penyiksaan adalah kesalahan dari pihaknya dan prajurit TNI. Walaupun begitu, pemeriksaan akan tetap dilakukan prosedur sesuai aturan yang berlaku
“Supaya atas praduga kita terapkan kita pun ingin juga melindungi hak hak mereka, tidak serta merta menyalahkan. Kondisinya kan memang emosi karena sebelumnya ada apa, anak muda emosi kan itu lah kesalahan kita,” ujarnya.