Sukses

Respons Jokowi Jelang Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang pembacaan putusan Perselisihan hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 pada Senin, 22 April 2024.

Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang pembacaan putusan Perselisihan hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 pada Senin, 22 April 2024.

Menanggapi hal tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) enggan berkomenar banyak. Jokowi menyerahkan sepenuhnya ke MK.

"Oh itu wilayahnya di Mahkamah Konstitusi," kata Jokowi di Gorontalo, Minggu (21/4/2024).

Sementara itu, Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta semua pihak untuk menghormati dan menerima apa pun keputusan majelis hakim MK.

"Wapres mengimbau kepada masyarakat dan seluruh pihak terkait, khususnya yang bersengketa dan para pendukungnya, untuk menghormati dan menerima apa pun hasil yang diputuskan MK nanti," kata Juru Bicara Wapres, Masduki Baidlowi, dalam keterangan tertulis, Minggu (21/4/2024).

Ma'ruf mengingatkan sidang MK adalah bagian dari mekanisme penyelesaian sengketa yang sah usai pelaksanaan pemilu, baik pilpres maupun pemilihan anggota legislatif (pileg).

"MK juga telah melakukan pelibatan publik untuk berpendapat, melalui amicus curiae atau sahabat pengadilan, yang sudah disambut oleh para tokoh bangsa dan kaum cerdik pandai. Dengan demikian putusan MK legitimate," kata Ma’ruf melalui Masduki.

Menurut Wapres Ma'ruf Amin, semua pihak harus bersama-sama menjaga kerukunan demi persatuan bangsa.

"Kepada segenap bangsa Indonesia, Wapres meminta untuk terus menjaga kerukunan dan persatuan demi Indonesia yang lebih maju dan sejahtera. Sebab, kerukunan dan persatuan merupakan prasyarat utama suatu bangsa agar terus dapat bergerak untuk meraih kemajuan," ujar Masduki.

 

2 dari 4 halaman

Putusan Hakim MK Dinilai Tidak akan Lepas dari Aspek Politis

Pengamat politik sekaligus Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno meyakini, putusan perkara sengketa pilpres 2024 ini sarat dengan politis.

"Publik membaca putusan hakim MK saat ini tak bisa dilepaskan dari aspek politis. Terutama sangkut pautnya dengan dengan putusan 90 soal syarat pencapresan. Wajar jika sengketa hasil pemilu di MK saat juga dikaitkan dengan unsur politik," kata Adi saat dihubungi Liputan6.com melalui pesan singkat, Sabtu (20/4/2024).

Meski putusan MK akan dimaknai secara politis, namun kepercayaan publik dipastikan sudah lebih baik saat ini. Khususnya usai MK mengganti ketuanya, Anwar Usman yang dinilai sebagai biang ketidaknetralan dalam tubuh the guardian of democracy.

"Ketua MK sudah diganti, praktis kepercayaan publik mulai bangkit ke MK. Banyak juga putusan MK yang diapresiasi publik. Misalnya soal ambang batas parlemen yang diturunkan, termasuk penghapusan pasal karet terkait pencemaran nama baik," tutur Adi.

Karena itu, lanjut Adi, terkait sengketa hasil pilpres maka publik berharap putusan yang dikeluarkan harus objektif dan memenuhi rasa keadilan hukum.

Seandainya memang bukti-bukti yang diajukan paslon 1 dan 3 tidak valid, maka hakim MK harus nyatakan tidak valid dan menolak permohonan mereka untuk pemilu ulang atau diskualifikasi. 

"Sebaliknya, jika bukti yang diajukan valid dan mesti pemilu ulang atau diskualifikasi, harus katakan apa adanya. Kuncinya objektif dan integritas demi menyelamatkan demokrasi," kata Adi menandasi.

3 dari 4 halaman

Eks Ketua KPK: Putusan soal Batas Usia Capres-Cawapres Bukti Penghambaan MK untuk Gibran

Ketua PP Muhammadiyah yang juga mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas, mengungkapkan saat ini terjadi keruntuhan wibawa Mahkamah Konstitusi (MK) setelah muncul putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah aturan syarat capres-cawapres.

Putusan itulah yang akhirnya membuat putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres mendampingi Prabowo Subianto.

"Keruntuhan kepercayaan politik terhadap MK RI akibat perkawinan politik, yaitu antara eks Ketua MK RI yang sudah dipecat dalam Putusan Nomor 90 tahun 2023. Putusan ini bukti adanya penghambaan MK RI untuk Gibran, demi cawapres," kata Busyo Sidang Pendapat Rakyat untuk Keadilan Pemilu 2024 di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (19/4/2024).

Sidang dihadiri secara langsung oleh guru besar Universitas Airlangga sekaligus Ketua KPU RI 2004-2007 Prof Ramlan Surbakti, Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia Prof Sulistyowati Irianto, serta Siti Zuhro dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sekaligus PP Muhammadiyah.

Sementara itu, Busyro Muqoddas bersama Guru Besar Hukum Tata Negara UGM Zainal Arifin Mochtar hadir secara daring dalam sidang tersebut.

Busyro dalam sidang menyebut prinsip kompetensi, kapasitas, integritas dan profesionalitas sebagai standar memimpin Indonesia dinistakan melalui putusan MK.

"Prinsip kompetensi, kapasitas, integritas dan profesionalitas sesuai standar kelayakan memimpin Indonesia sebagai bangsa besar secara telanjang dinistakan dalam putusan MK tersebut. Demi penghambaan berhala politik bernama Dinasti Nepotisme Politik Keluarga Presiden," kata Busyro.

4 dari 4 halaman

Dampak Politik Cawe-cawe Jokowi

Busyro menilai pemilu 2024 dilaksanakan dengan kecurangan sebagai dampak keterlibatan Jokowi.

"Praktik, proses, dan pelaksanaan pemilu 2024 yang penuh kekumuhan, kecurangan, keculasan, brutalitas, dan rasa malu yang ludes dampak langsung politik cawe-cawe Presiden RI," kata Ketua Komisi Yudisial periode 2005-2010 itu.

Dari situ, Busyro berharap hakim MK bisa memutuskan Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) untuk pilpres 2024 dengan mempertimbangkan realitas sosiologis rakyat.

"Diperlukan ruh dan spirit purifikasi yuridis filosofis sebagaimana teks luhur dengan penuh adab di dalam pembukaan UUD 1945," ujar Busyro.

Busyro juga berharap putusan MK dalam waktu dekat bisa mengedepankan kenegarawanan dengan menganggap hasil pemilu 2024 tidak memiliki keabsahan secara etika dan moral serta politik dan hukum.

"Putusan seperti ini kelak akan mengubah situasi bangsa dari derita adab dan derita rakyat, kembali ke puncak tertinggi keadaban bangsa dan daulat rakyat yang hakiki dan sekaligus merupakan peluang emas bangkitnya public trust kepada kualitas kenegarawanan delapan hakim di MK RI," kata Busyro.

Busyro mengungkapkan putusan MK yang mengedepankan kenegarawanan bisa menutup pintu radikalisme korupsi dengan mengurangi potensi nepotisme.

"Sebagai penutup, saya mau menyampaikan putusan hakim yang berjiwa dan berbasis keunggulan etika merupakan refleksi keadaban pemimpin bervisi ilmuwan etis profesional dan sebagai oase di tengah padang pasir iklim kemarau panjang ilmuwan penikmat jabatan yang tandus dari ruh, nilai dan asa kerahmatan dan kebarakahan," ungkapnya.