Liputan6.com, Jakarta - Sidang pembacaan putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024 digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (22/4/2024). Ada dua perkara yang akan diputuskan, yakni yang diajukan oleh pemohon satu atau kubu capres-cawapres nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, dan pemohon dua dari kubu capres-cawapres nomor urut 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
"Untuk dua perkara sekaligus dalam satu majelis ya," ujar Juru Bicara MK Fajar Laksono.
Pembacaan putusan sengketa Pilpres 2024 ini digelar usai delapan hakim konstitusi melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Sementara hakim konstitusi Anwar Usman tidak terlibat lantaran terbukti bersalah melakukan pelanggaran kode etik berat.
Advertisement
Fajar memastikan, RPH yang digelar delapan hakim konstitusi tidak akan bocor ke publik dan baru akan diketahui saat majelis membacakan hasil putusan sengketa Pilpres 2024 hari ini. "Saya tidak tahu RPH itu isinya apa, saya tidak bisa mengakses, saya tahu hasil RPH itu nanti ya," katanya.
Fajar menyebut, Anies-Cak Imin dan Ganjar-Mahfud telah mengkonfirmasi akan hadir secara langsung ke dalam ruang sidang. Sementara, capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka belum diketahui perihal kehadiran dalam sidang MK.
"Kalau dilihat dari konfirmasi itu, yang dikirimkan oleh masing-masing pihak kepada kami, paslon 01 itu hadir dalam list kami. Kemudian paslon 03 nampaknya ada di dalam list kami," ungkapnya.
MK Tegaskan Berwenang Adili Sengketa Pilpres 2024
Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan kewenangannya mengadili perkara tersebut dan membantah argumen Termohon, dalam hal ini pihak capres dan cawapres 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Wakil Ketua MK Saldi Isra menyampaikan, sekalipun UU Pemilu telah mendesain penyelesaian masalah hukum di masing-masing kategori dan diserahkan kepada lembaga yang berbeda, bukan berarti pihaknya tidak berwenang untuk menilai masalah hukum pemilu yang terkait dengan tahapan pemilu berkenaan dengan penetapan suara san hasil pemilu.
"Salah satu dasar untuk membuka kemungkinan tersebut adalah penyelesaian yang dilakukan lembaga-lembaga sebagaimana diuraikan di atas masih mungkin menyisakan ketidaktuntasan, terutama masalah yang potensial mengancam terwujudnya pemilu yang berkeadilan, demokratis, dan berintegritas," kata Saldi Isra di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).
Salah satu penyebabnya adalah terbatasnya waktu penyelesaian masalah hukum di masing-masing tahapan, termasuk terbatasnya wewenang lembaga yang diberi kewenangan untuk menyelesaikan masalah-masalah hukum pemilu.
Hal itu dapat menimbulkan persoalan yang berkaitan dengan mempengaruhi hasil pemilu, sementara idealnya dalam batas penalaran yang wajar, setelah seluruh rangkaian pemilu usai maka siapapun yang menjadi pemenang pemilu akan melaksanakan kepemimpinan dengan legitimasi kuat.
"Oleh karena itu, manakala terdapat indikasi bahwa pemenuhan asas-asas dan prinsip pemilu tidak terjadi pada tahapan pemilu sebelum penetapan hasil, apapun alasannya, hal tersebut menjadi kewajiban bagi Mahkamah Konstitusi sebagai peradilan konstitusi untuk, pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, mengadi, keberatan atas hasil rekapitulasi penghitungan suara pemilu," jelas dia.
"Dengan demikian, Mahkamah tidak memiliki alasan untuk menghindar mengadili masalah hukum pemilu yang terkait dengan tahapan pemilu berkenaan dengan penetapan suara sah hasil pemilu, sepanjang hal demikian memang terkait dan berpengaruh terhadap hasil perolehan suara peserta pemilu," sambung Saldi Isra.
Advertisement
Hakim MK Ingatkan DPR Tidak Boleh Lepas Tangan dari Pemilu
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra mengatakan bahwa kewenangan mengawasi proses Pemilu 2024 tidak hanya dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Tapi juga menjadi tanggung jawab DPR.
Hal itu dikatakan Saldi Isra dalam pertimbangan Hakim MK untuk gugatan PHPU yang diajukan oleh calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
"Lembaga yang telah diberi kewenangan untuk menyelesaikan pemilu, seperti Bawaslu dan Gakkumdu, harus melaksanakan kewenangannya secara optimal demi menghasilkan pemilu yang jujur dan adil serta berintegritas," kata Hakim Saldi Isra dalam amar pertimbanganya yang dibacakan di gedung MK, Senin (22/4/2024).
"Lembaga politik seperti DPR tidak boleh lepas tangan, sehingga sejak awal harus pula menjalankan fungsi konstitusionalnya," sambung dia.
Seharusnya, kata Saldi, DPR tetap menjalankan fungsinya dalam hal ini menggunakan hak konstitusional, salah satunya dengan hak angket.
"Fungsi pengawasan dan menggunakan hak-hak konstitusional yang melekat pada jabatannya seperti hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat guna memastikan seluruh tahapan pemilu dapat terlaksana sesuai dengan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945," kata dia.
Hakim Saldi Isra: MK Bukan Keranjang Sampah
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi atau Wakil Ketua MK Saldi Isra menegaskan, tidak tepat jika MK dijadikan tumpuan untuk menyelesaikan permasalahan penyelenggaraan Pemilihan Umum 2024 (Pemilu 2024). Meskipun, kata dia, berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Mahkamah Konstitusi tidak hanya sebatas mengadili angka-angka atau hasil rekapitulasi penghitungan suara, tetapi juga dapat menilai hal-hal lain yang terkait dengan tahapan Pemilu berkenaan dengan penetapan suara sah hasil Pemilu.
"Namun demikian, terlepas dari pendirian di atas, Mahkamah perlu menegaskan, sebagai lembaga yang memiliki kewenangan konstitusional untuk memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum sebagaimana termaksud dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945," kata Saldi Isra dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).
"Sebenarnya tidak tepat dan tidak pada tempatnya apabila Mahkamah dijadikan tumpuan untuk menyelesaikan semua masalah yang terjadi selama penyelenggaraan tahapan pemilu," sambungnya.
Hakim MK Saldi Isra menilai, jika MK dijadikan tumpuan untuk menyelesaikan permasalahan Pemilu, maka seperti 'keranjang sampah'.
"Apabila tetap diposisikan untuk menilai hal-hal lain, sama saja dengan menempatkan Mahkamah sebagai 'keranjang sampah' untuk menyelesaikan semua masalah yang berkaitan dengan pemilu di Indonesia," tegas dia.
Advertisement
Hakim MK Arief Hidayat: Dalil Mendiskualifikasi Paslon 02 Tak Beralasan Hukum
Hakim MK Arief Hidayat membacakan putusan yang menyebutkan bahwa tak terbukti adanya intervensi Presiden terkait penetapan capres-cawapres 2024. "Secara substansi perubahan syarat pasangan calon yang diterapkan termohon dalam Keputusan KPU 1368/2023 dan PKPU 23/2023 adalah sesuai dengan apa yang telah diperintahkan amar putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023," kata Arief.
Oleh karena itu, dalil pemohon yang menyebut terjadi intervensi Jokowi tidak terbukti dan MK tidak beralasan hukum untuk mendiskualifikasi paslon 02.
"Dalil pemohon yang menyatakan terjadi intervensi presiden dalam perubahan syarat pasangan calon dan dalil pemohon mengenai dugaan adanya ketidaknetralan termohon dalam verifikasi dan penetapan pasangan calon yang menguntungkan pasangan calon nomor urut 2, sehingga dijadikan dasar bagi pemohon untuk memohon Mahkamah membatalkan pihak terkait sebagai peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024, adalah tidak beralasan menurut hukum," beber Arief.
MK Sebut Tak Ada Masalah Gibran Rakabuming Raka Maju Pilpres 2024
Hakim konstitusi Arief Hidayat menyampaikan, pihak Anies-Muhaimin mempermasalahkan dugaan adanya pelanggaran oleh KPU lantaran menerima dan memverifikasi berkas pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden tanpa terlebih dahulu merevisi PKPU 19/2023.
"Sebagaimana telah Mahkamah uraikan di atas, tindakan Termohon yang dianggap Pemohon langsung menerapkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tanpa mengubah PKPU 19/2023 adalah tidak melanggar hukum," tutur Arief di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).
Pasalnya, lanjut dia, apabila KPU tidak langsung melaksanakan Putusan Mahkaman Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 malah justru akan mengganggu tahapan pelaksanaan pemilu, dan berpotensi menciptakan pelanggaran hak konstitusional warga negara untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden.
"Dari fakta hukum yang terungkap di persidangan, tindakan Termohon dalam melakukan verifiasi persyaratan pasangan calon pada tanggal 28 Oktober 2023, dengan mengeluarkan Berita Acara Verifikasi Dokumen Persyaratan Bakal Calon Presiden dan Wakil Presiden (Model BA.Verifikasi.PPWP-KPU), telah menjadikan Putusan Mahkamah Konstitusi sebagai dasar hukum yang menjadi acuan dalam menyatakan keterpenuhan syarat bakal calon presiden dan wakil presiden," jelas dia.
MK Tak Temukan Bukti Jokowi Cawe-cawe dalam Pencalonan Gibran
Hakim MK, Daniel Yusmic P Foekh, menguraikan dalil wacana perpanjangan masa jabatan presiden, termasuk cawe-cawe Joko Widodo (Jokowi) memuluskan pencalonan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres.
Daniel menyebut, pihaknya memandang wacana perpanjangan masa jabatan presiden memang menjadi salah satu background politik dalam kontestasi pilpres 2024.
"Namun, dari dalil dan alat bukti yang diajukan Pemohon (Anies-Muhaimin), Mahkamah tidak menemukan penjelasan dan bukti adanya korelasi langsung antara wacana perpanjangan masa jabatan demikian dengan hasil penghitungan suara dan atau kualitas pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2024," ujar Daniel Yusmic P Foekh di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).
Menurut Daniel, dalil Pemohon yang menyatakan kegagalan rencana perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi menjadi tiga periode disikapi dengan mendukung Gibran Rakabuming Raka menjadi peserta pilpres 2024, dalam hal ini cawapres paslon 02, Prabowo Subianto.
Hakim MK: Endorsment Jokowi ke Prabowo-Gibran Tak Langgar Hukum
Hakim MK Ridwan membacakan dalil pemohon terkait endorsement Presiden Joko Widodo atau Jokowi ke pasangan presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Ridwan menyebut endors Jokowi buka merupakan tindakan melanggar hukum.
"Dari sisi hukum positif mengenai pemilu, saat ini, pola komunikasi pemasaran juru kampanye yang melekatkan citra dirinya kepada kandidat/paslon tertentu, bukanlah tindakan yang melanggar hukum," tutur Ridwan.
Meski demikian, endors Jokowi dinilai Majelis sebagai masalah etik karena dilakukan seorang presiden yang menjadi citra negara.
"Namun, endorsement atau pelekatan citra diri demikian, sebagai bagian dari teknik komunikasi persuasif, potensial menjadi masalah etika manakala dilakukan oleh seorang presiden yang notabene dirinya mewakili entitas negara, di mana seharusnya presiden bersangkutan berpikir, bersikap, dan bertindak netral, dalam ajang kontestasi," bebernya.
Advertisement
MK Sebut Tak Ada Korelasi Kenaikan Suara Paslon Pilpres 2024 dengan Bansos
Hakim konstitusi Arsul Sani mengulas soal dugaan kejanggalan penyaluran bantuan sosial (bansos) pemerintah saat Pilpres 2024, yang dinilai dilakukan demi meningkatkan suara salah satu paslon. "Penggunaan anggaran perlinsos, khususnya anggaran bansos menurut Mahkamah tidak terdapat kejanggalan atau pelanggaran peraturan sebagaimana yang didalilkan oleh Pemohon," tutur Arsul Sani di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).
"Karena pelaksanaan anggaran telah diatur secara jelas mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban," sambungnya.
Menurut dia, proses yang sistematis itu turut terjadi dalam pelaksanaan anggaran bansos yang disalurkan sekaligus atau rapel, maupun yang diberikan langsung oleh Presiden dan Menteri.
Hal tersebut merupakan bagian dari siklus anggaran yang telah diatur penggunaan dan pelaksanaannya.
MK sendiri tidak memiliki kewenangan untuk menyelidiki intensi pembuatan suatu kebijakan publik. Lembaga tersebut hanya dapat merujuk pada aturan perundang-undangan dalam melihat penggunaan anggaran bansos.
MK Tolak Gugatan Anies-Cak Imin Terkait Sengketa Pilpres 2024
Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan terkait perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024. Hasilnya, lembaga tersebut menolak gugatan yang dilayangkan capres-cawapres nomor urut satu, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
Ketua MK Suhartoyo membacakan langsung putusan untuk gugatan Anies-Cak Imin yang teregistrasi dengan nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024. "Dalam Eksepsi, menolak eksepsi Termohon dan Pihak Terkait untuk seluruhnya. Dalam Pokok Permohonan, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," tutur Suhartoyo di Gwdung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).
Dalam gugatan kubu 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, majelis hakim menyampaikan tidak adanya permasalahan dalam proses pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai kontestan Pilpres 2024.
Hakim konstitusi Arief Hidayat menyampaikan, pihak Anies-Muhaimin mempermasalahkan dugaan adanya pelanggaran oleh KPU lantaran menerima dan memverifikasi berkas pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden tanpa terlebih dahulu merevisi PKPU 19/2023.
Advertisement
Dissenting Opinion Hakim MK Saldi Isra: Harusnya Pemungutan Suara Ulang di Beberapa Daerah
Hakim Konstitusi Saldi Isra menjadi salah satu dari tiga hakim yang menyampaikan pendapat berbeda atau dissenting opinion, terhadap putusan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024.
Saldi menyampaikan, bahwa dalil pemohon berkenaan dengan politisasi bansos dan mobilisasi aparat/aparatur negara/penyelenggara negara adalah beralasan menurut hukum. Oleh karena itu, Saldi Isra menilai Mahkamah Konstitusi (MK) seharusnya memerintahkan adanya pemungutan suara ulang (PSU) di beberapa daerah.
“Demi menjaga integritas penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil, maka seharusnya mahkamah memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang di beberapa daerah sebagaimana disebut dalam pertimbangan hukum di atas,” tutur Saldi dalam sidang putusan PHPU di Gedung MK, Senin (22/4/2024).
Dissenting Opinion Hakim MK Arief Hidayat: Terjadi Pelanggaran Pemilu Terstruktur Sistematis
Hakim konstitusi Arief Hidayat menyampaikan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024, atas gugatan yang dilayangkan capres-cawapres nomor urut satu, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
Menurutnya, telah terjadi pelanggaran Pemilu secara terstruktur dan sistematis yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi beserta seluruh elemen pemerintah lainnya demi memenangkan salah satu paslon di Pilpres 2024. "Apa yang dilakukan pemerintahan Presiden Jokowi dengan dengan segenap struktur politik kementerian dan lembaga dari tingkat pusat hingga level daerah telah bertindak partisan dan memihak calon pasangan tertentu," tutur Arief di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).
Arief mengingatkan, dalam menjalankan fungsi pemerintah, seluruh organ negara haruslah tunduk pada prinsip konstiusionalisme yang ditentukan dalam konstitusi, dan dipagari oleh prinsip saling mengawasi dan saling mengimbangi alias checks and balances) antar cabang kekuasaan negara.
Seluruhnya demi memastikan bahwa setiap tindakan, prosedur, dan keputusan yang terkait dengan proses pemilu telah sejalan dengan hukum dan undang-undang, sehingga tercipta tujuan bernegara sebagaimana alinea keempat pembukaan UUD 1945.
"Tak boleh ada peluang sedikit pun bagi cabang kekuasaan tertentu untuk cawe-cawe dan memihak dalam proses Permilu Serentak 2024. Sebab, dia dibatasi oleh paham konstitusionalisme dan dipagari oleh rambu-rambu hukum positif, moral, dan etika," jelas dia.
MK Tolak Gugatan Ganjar-Mahfud Terkait Sengketa Pilpres 2024
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak seluruhnya gugatan yang diajukan oleh capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud Md dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024.
"Dalam eksepsi, menolak eksepsi termohon dan pihak terkait untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," tutur hakim Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).
Dalam forum sidang, Suhartoyo sempat menyampaikan kepada pihak Ganjar-Mahfud bahwa sebagian besar isi putusan sengketa Pilpres 2024 sama dengan yang telah dibacakan selama sidang gugatan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, yang teregistrasi di nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024.
"Termasuk dissenting opinion hakim sepakat dianggap dibacakan," kata Suhartoyo.
Advertisement