Sukses

Usai Putusan MK, PDIP Pastikan Gugatan di PTUN Jalan Terus

Tim Perjuangan Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Liputan6.com, Jakarta PDI Perjuangan menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak keseluruhan permohonan sengketa hasil Pilpres 2024. 

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan keputusan MK harus ditaati semua pihak. “Meskipun MK gagal di dalam menjalankan fungsinya sebagai benteng Konstitusi dan benteng demokrasi, namun mengingat sifat keputusannya yang bersifat final dan mengikat maka PDI Perjuangan menghormati keputusan MK,” kata Hasto pada wartawan, dikutip Selasa (23/4/2024). 

Namun, PDIP menyatakan akan tetap berjuang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) demi memperjuangkan demokrasi. “Terus berjuang di dalam menjaga Konstitusi dan memperjuangkan demokrasi melalui pelaksanaan pemilu yang demokratis, jujur, dan adil. Serta berjuang untuk menggunakan setiap ruang hukum termasuk melalui PTUN,” terangnya.

Hasto menyebut langkah itu diambil agar pemilihan umum (pemilu) mendatang diwarnai berbagai kecurangan. Sebab, kondisi saat ini bisa membahayakan legitimasi pemerintahan ke depan.

“Terlebih dengan berbagai persoalan perekonomian nasional dan tantangan geopolitik global,” tegasnya.

Sebelumnya, Tim Perjuangan Demokrasi Indonesia (PDI) mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Gugatannya adalah perbuatan melanggar hukum oleh aparatur negara, tergugatnya KPU,” kata Pemimpin Tim PDI, Gayus Lumbuun di PTUN, Cakung, Selasa, 2 April.  

Sebelumnya, MK menyatakan menolak untuk seluruhnya permohonan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sidang sengketaPilpres 2024 yang dimohonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

"Dalam eksepsi, menolak eksepsi Termohon dan Pihak Terkait untuk seluruhnya. Dalam Pokok Permohonan, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo membacakan langsung putusan untuk gugatan Anies-Cak Imin yang teregistrasi dengan nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).

Dalam putusannya, MK menyebutkan bahwa tak terbukti adanya intervensi Presiden terkait penetapan capres-cawapres 2024 seperti yang dituduhkan kubu AMIN.

"Secara substansi perubahan syarat pasangan calon yang diterapkan termohon dalam Keputusan KPU 1368/2023 dan PKPU 23/2023 adalah sesuai dengan apa yang telah diperintahkan amar putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023," kata Hakim MK Arief Hidayat.

Oleh karena itu, dalil pemohon yang menyebut terjadi intervensi Jokowi tidak terbukti dan MK tidak beralasan hukum untuk mendiskualifikasi paslon 02.

"Dalil pemohon yang menyatakan terjadi intervensi presiden dalam perubahan syarat pasangan calon dan dalil pemohon mengenai dugaan adanya ketidaknetralan termohon dalam verifikasi dan penetapan pasangan calon yang menguntungkan pasangan calon nomor urut 2, sehingga dijadikan dasar bagi pemohon untuk memohon Mahkamah membatalkan pihak terkait sebagai peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024, adalah tidak beralasan menurut hukum," beber Arief.

2 dari 2 halaman

MK Tolak Seluruh Gugatan Pilpres

Selanjutnya, MK juga memutuskan menolak seluruhnya gugatan yang diajukan oleh capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud Md dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2024.

"Dalam eksepsi, menolak eksepsi termohon dan pihak terkait untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," tutur hakim Suhartoyo di Gedung MK, Jakarta, Senin (22/4/2024).

Dalam forum sidang, Suhartoyo sempat menyampaikan kepada pihak Ganjar-Mahfud bahwa sebagian besar isi putusan sengketa Pilpres 2024 sama dengan yang telah dibacakan selama sidang gugatan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, yang teregistrasi di nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024.

"Termasuk dissenting opinion hakim sepakat dianggap dibacakan," kata Suhartoyo.

Salah satunya, dalam putusannya, hakim Suhartoyo mengatakan bahwa dalil nepotisme Presiden Jokowi dan melahirkan abuse of power untuk memenangkan pasangan nomor urut dua Prabowo Subianto-Gobran Rakabuming Raka dalam 1 putaran adalah tidak beralasan menurut hukum.