Liputan6.com, Jakarta - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) memasuki usia 51 tahun. Organisasi ini adalah hasil dari penyatuan 15 organisasi tani. Penyatuan itu dimaksudkan untuk memperkuat pembelaan terhadap kaum tani.
"Pada usianya ke-51 ini, HKTI merasa beruntung karena telah berhasil mengantarkan ketua dewan pembinanya, yang juga mantan Ketua Umum DPN HKTI dua periode (2004-2010, 2010-2015), yaitu Jenderal TNI Prabowo Subianto, menjadi Presiden ke-8 Republik Indonesia. Terpilihnya Pak Prabowo memang sangat disyukuri oleh kami, karena dengan demikian kita saat ini memiliki seorang presiden yang merupakan kader tani. Kita berharap, dengan dipimpin kader HKTI, pertanian kita ke depan bisa lebih maju dan petani kita jadi lebih sejahtera," kata Ketua Umum DPN HKTI Fadli Zon dikutip Sabtu (27/4/2024).
Baca Juga
Menurutnya, isu kesejahteraan petani tak akan pernah usang. Kunci ketersediaan pangan menjadi kesejahteraan petani. Jika petani tak sejahtera, mereka akan pindah ke profesi lain dan mengubah lahan pertaniannya menjadi lahan non-pertanian.
Advertisement
"Ketika itu terjadi, maka masa depan pangan kita akan terancam," ujar Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra ini.
Hingga kini, orang Indonesia masih tercatat sebagai salah satu pemakan nasi terbesar di dunia. Menurut Statista (2017), konsumsi beras per kapita adalah 135 kg, lebih tinggi daripada Filipina (115 kg), Thailand (99 kg), dan juga Malaysia (81 kg).
"Di sisi lain, meskipun jumlah petani padi Indonesia tercatat sebagai salah satu yang terbesar di dunia, namun produksi beras kita terus-menerus tak pernah bisa memenuhi jumlah permintaan. Jumlah produksi dan konsumsi beras kita ada di posisi perlombaan yang tak sehat. Dengan jumlah penduduk 280 juta, dan angka pertumbuhan penduduk sekitar 1,1-1,4 persen per tahun, produksi beras kita sulit untuk bisa mengimbangi," terang Fadli Zon.
Impor Bukan Lagi Pilhan Murah
Menurut Fadli Zon, impor juga bukan lagi pilihan murah, karena negara-negara Afrika kini telah tumbuh menjadi pengimpor beras. Sementara jumlah negara pemasok beras, kata dia, hanya itu-itu saja. Jadi, jika tak segera melakukan perubahan drastis, Indonesia rawan terhadap krisis pangan.
"Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, HKTI telah memberikan masukan kepada Presiden terpilih mengenai sejumlah isu krusial," ujar dia.
Masukan pertama, adalah soal produktivitas tadi. HKTI setidaknya menyoroti tiga persoalan terkait produktivitas yang perlu dibenahi, yaitu soal lahan, benih dan pupuk. Organisasai ini melihat bahwa agenda reforma agraria harus dilakukan lebih masif dan sistematis, karena angka kepemilikan lahan petani kita sangat kecil.
"Kedua, soal subsidi dan pemberian insentif bagi petani. Tanpa insentif, orang tentu enggan mempertahankan profesi dalam bidang usaha tani. Apa untungnya buat mereka?," ujar dia.
HKTI sejak lama telah menyampaikan bahwa petani harus diberi insentif, terutama terkait harga output. Misalnya mengusulkan agar Harga Pembelian Pemerintah(HPP) gabah tiap tahun harus direvisi. Selama bertahun-tahun HPP tak pernah direvisi dan itu jelas merugikan petani karena produk mereka dihargai sangat rendah oleh pemerintah.
"Saat ini, sesudah ada Badan Pangan Nasional (Bapanas), penyesuaian HPP mestinya rutin dilakukan, termasuk HPP 2024 yang saat ini tengah digodok. HKTI secara resmi telah mengusulkan HPP gabah kering panen (GKP) naik menjadi Rp6.757. Angka ini berasal dari rumus bahwa HPP harus menjamin 30 persen keuntungan plus 10 persen jaminan risiko dari biaya pokok produksi gabah per kilogramnya. Dari survey kami, keluarlah angka tadi," ujar dia.
Advertisement
Sanksi Pelaku Usaha yang Beli di Bawah Harga Dasar
Selain ini, lanjut Fadli, masih terkait soal insentif, HKTI juga menilai kebijakan harga dasar dan harga tertinggi untuk gabah perlu diefektifkan. Kebijakan tersebut harus berlaku untuk semua jenis usaha perberasan, baik swasta maupun BUMN. Harus ada sanksi bagi pelaku usaha yang membeli di bawah harga dasar. Tujuannya adalah untuk melindungi para petani produsen, khususnya pada saat panen, agar harga produk mereka tidak jatuh.
"Dan ketiga adalah soal pentingnya pemerintah memprioritaskan petani dan produk pertanian dalam negeri. Pemerintahan Prabowo-Gibran akan meluncurkan program makan siang gratis untuk anak-anak sekolah. HKTI berpandangan bahwa program tersebut selain untuk peningkatan gizi bagi anak-anak, juga harus dimaksudkan menyerap produk petani dan pertanian domestik, mulai dari beras, sayur, susu, daging, ikan, dan sejenisnya. Program tersebut harus berjalan beriringan dengan program perbaikan produktivitas pertanian kita," ujar dia,
"Kami melihat, program makan siang gratis bisa menjadi “big push” yang akan mendorong gerbong petani, peternak, pekebun dan pelaku usaha kecil kita. Program ini harus menggerakkan ekonomi rakyat, sebagaimana selama ini identik dengan kampanye Pak Prabowo," kata Fadli.
Sekali lagi, pada HUT ke-51 HKTI sangat bersyukur karena mantan ketua umumnya bisa menjadi presiden.