Sukses

Lewati Triwulan I 2024, APBN Terus Jadi Shock Absorber Perekonomian Nasional

Di tengah potensi eskalasai tensi geopolitik yang masih tinggi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih diandalkan sebagai shock absorber yang dapat melindungi masyarakat dan menjaga stabilitas perekonomian nasional.

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah potensi eskalasai tensi geopolitik yang masih tinggi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih diandalkan sebagai shock absorber yang dapat melindungi masyarakat dan menjaga stabilitas perekonomian nasional. Hal ini terbukti dari kinerja APBN hingga triwulan I 2024 yang tetap on-track di tengah gejolak situasi global.

Di triwulan I 2024, pendapatan negara dalam APBN telah tercapai 22,1% dari target, yaitu sebesar Rp620,01 triliun (-4,1% yoy), sedangkan belanja negara dalam APBN terealisasi 18,4% dari pagu, yaitu sebesar Rp611,9 triliun (18% yoy), dengan surplus APBN sebesar Rp8,1 triliun atau 0,04% produk domestik bruto (PDB).

Secara makro, Indonesia memiliki kondisi positif yang tercermin dari adanya peningkatkan output manufaktur, surplus neraca perdagangan, inflansi domestik yang terkendali, prospek pertumbuhan jangka pendek yang masih kuat, dan pasar keuangan domestik yang relatif terjaga.

Neraca perdagangan per Maret 2024 juga masih menunjukan surplus hingga bulan ke-47, meski terdapat tren penurunan. Hal ini diakibatkan masih lemahnya kinerja ekspor, dengan turunnya pertumbuhan impor -4,2% dan ekspor -12,8% yoy.

Dari sisi kepabeanan dan cukai, Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Encep Dudi Ginanjar, mengatakan bahwa penerimaan Bea Cukai sampai dengan Maret 2024 telah mencapai 21,5% target, yaitu sebesar Rp69 triliun. Namun, Bea Cukai mencatat penurunan 4,5% dibandingkan tahun lalu, karena turunnya penerimaan bea masuk dan cukai.

"Penerimaan bea masuk turun akibat penurunan rata-rata tarif efektif turun karena pemanfaatan free trade agreement (FTA) dan penurunan bea masuk dari komoditas utama, sedangkan penerimaan cukai turun karena penurunan produksi barang kena cukai, terutama hasil tembakau, yang sejalan dengan kebijakan pengendalian konsumsi. Namun, di triwulan I ini tercatat ada peningkatan di penerimaan bea keluar sebagai dampak positif dari kebijakan pemerintah, seperti relaksasi ekspor," ujarnya dalam keterangan diterima.

 

2 dari 2 halaman

Optimalkan Penerimaan Negara

Sebagai rincian, penerimaan bea masuk tercatat sebesar Rp11,8 triliun atau tercapai 20,6% dari target (-3,8% yoy), penerimaan cukai sebesar Rp53 triliun atau tercapai 21,5% dari target (-6,9% yoy), dan penerimaan bea keluar sebesar Rp4,2 triliun atau tercapai 23,7% dari target (37% yoy).

"Walaupun terdapat pelambatan di bea masuk dan cukai, kami tetap berupaya mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor kepabeanan dan cukai agar APBN dapat terus menjadi motor penggerak perekonomian Indonesia. Bea Cukai pun akan terus mengoptimalkan kinerja fasilitasi industri dan pengawasan untuk menjamin stabilitas ekonomi," tegasnya.

Ia merinci, hingga triwulan I 2024, Bea Cukai telah menggelontorkan insentif kepabeanan sebesar Rp7,6 triliun. Atas insentif ini, kawasan berikat telah memberikan dampak nilai ekspor sebesar USD22,6 miliar dan nilai investasi USD912,8 juta per Maret 2024.

Sementara itu, untuk kinerja pengawasan, Bea Cukai telah meningkatkan jumlah penindakan kepabeanan dan cukai hingga mencapai 7.959 penindakan. Diketahui, nilai barang hasil penindakan mencapai Rp2,4 triliun dengan komoditas utama berupa hasil tembakau, MMEA, NPP, obat, dan tekstil.

"Bea Cukai akan terus berupaya mengoptimalkan perannya dalam APBN, baik di sisi penerimaan, fasilitasi industri, maupun pengawasan. Kami juga berterima kasih atas partisipasi aktif dan kontribusi masyarakat dalam menjaga kinerja baik APBN. Dengan kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat, diharapkan Indonesia akan dapat terus melanjutkan pembangunan, meskipun dihadapkan pada tantangan yang semakin tidak mudah ke depannya," tutup Encep.