Liputan6.com, Jakarta - Kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang sempat menyeret mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej masih belum ada kejelasan.
Padahal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru yang mengisyaratkan bahwa lembaga antirasuah tak mau membiarkan kasus dugaan suap Eddy Hiariej berhenti.
Baca Juga
Penyidikan dan penetapan tersangka Eddy Hiariej terkait kasus dugaan suap ini sempat dianulir Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) lewat gugatan praperadilan. Namun setelah terbitnya Sprindik baru, justru belum terlihat progres penanganan kasus yang menyeret mantan Wamenkumham tersebut.
Advertisement
Terkait hal ini. Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak mengaku tidak ada kendala dalam penanganan kasus korupsi yang menyeret Eddy Hiariej. Ia menegaskan bahwa penanganan kasus dugaan suap tersebut tetap diusut dengan hati-hati.
"Kendala tidak ada, kita kan sedang menata, kemudian supaya jangan sampai ketika kita melangkah lagi, salah lagi. itulah, ditolak lagi, diterima lagi praperadilan, ini yang kemudian perlu diatata kembali yang lebih baik sehingga nantinya ketika proses hukum dimulai lagi kalau pun ada praperadilan," kata Tanak saat ditemui di Gedung Dewan Pengawas KPK, Selasa (30/4/2024).
Tanak meluruskan, bahwa kemenangan Eddy dalam praperadilan atas penetapan tersangka oleh KPK tidak serta merta akan berarti menghentikan kasus tersebut.
"Namanya praperadilan itu hanya bersifat administratif, tidak berarti menghilangkan perbuatan melawan hukumnya, tidak berarti menghilangkan adanya kalau sekiranya ada kerugian keuangan negara, dan tidak menghilangkan pokoknya semua unsur-unsur dalam suatu tindak pidana, karena dia hanya bersifat administratif," katanya.
Oleh karena itu, KPK mengaku membutuhkan waktu untuk kembali menyusun strategi penyidikan kasus dugaan suap Eddy Hiariej agar saat diuji lewat praperadilan tidak lagi dikalahkan.
KPK Terbitkan Sprindik Baru
Sebelumnya, KPK kembali menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) kasus dugaan korupsi suap di lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang sempat menyeret mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej.
Hal ini sekaligus menjawab kritikan masyarakat, salah satunya Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyoroti kehadiran Eddy Hiariej sebagai saksi ahli dari kubu Prabowo-Gibran dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kami memahami harapan dan masukan kritik masyarakat terkait penyelesaian perkara tersebut. Untuk itu kami pastikan, KPK lanjutkan penyidikan perkara dugaan korupsi di Kemenkumham dimaksud,” kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi, Jumat (5/4/2024).
Ali menjelaskan keputusan penerbitan Sprindik baru dalam penanganan kasus korupsi ini dilakukan setelah penyidik KPK melakukan gelar perkara beberapa waktu lalu.
“Gelar perkara sudah dilakukan dan forum sepakat untuk diterbitkan surat perintah penyidikan baru dengan segera,” kata dia.
Bahkan Ali mengklaim bahwa sprindik yang diterbitkan adalah materi yang baru. Hal itu berbeda dengan materi yang sempat dikabulkan dalam gugatan praperadilan Eddy Hiariej hingga berujung pada gugurnya status tersangka.
“Substansi materi penyidikan perkara tersebut sama sekali belum pernah diuji di pengadilan Tipikor, dan praperadilan beberapa waktu lalu hanya menguji keabsahan syarat formilnya saja. Perkembangan akan disampaikan,” ucap Ali Fikri.
Reporter: Rahmat Baihaqi
Merdeka.com
Advertisement
ICW Kritik Penanganan Kasus Suap Eddy Hiariej
Sementara itu, ICW mengkritik terkait dengan kelanjutan kasus dugaan korupsi mantan Wamenkumham Eddy Hiariej yang ditangani KPK. Kritikan mencuat menyusul kehadiran Eddy Hiariej sebagai ahli dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di MK.
“Pada dasarnya, kehadiran Eddy sebagai ahli memang hak yang bersangkutan karena statusnya sendiri sebagai tersangka korupsi memang telah digugurkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sejak 30 Januari 2024 lalu. Sejak saat itu, hingga sekarang terhitung 65 hari, KPK tidak kunjung menetapkan kembali Eddy sebagai tersangka,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui siaran pers, Kamis (4/4/2024).
Menurutnya, KPK seharusnya tidak lagi sulit untuk memproses hukum Eddy Hiariej. Di luar betapa problematikanya putusan praperadilan karena gagal memahami eksistensi Pasal 44 UU KPK, ICW menilai hakim tunggal PN Jaksel yang memutus permohonan Eddy Hiariej sejatinya tidak membatalkan penyidikan.
“Namun hanya berkas administrasi penetapan tersangka. Maka dari itu, penyidikan masih berjalan dan harusnya penetapan tersangka Eddy bisa dilakukan secara simultan oleh KPK,” ujarnya.
Oleh sebab itu, kata Kurnia, ICW mendesak KPK untuk memberi kepastian hukum dalam proses penangan perkara yang sempat menyeret Eddy Hiariej sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik dalam aspek transparansi kerja penindakan.
“ICW mendesak KPK untuk segera mengumumkan tindak lanjut dari penanganan perkara yang diduga menjerat Eddy, dan segera menetapkan kembali yang bersangkutan sebagai tersangka korupsi dalam dugaan penerimaan suap dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM RI,” tuturnya.