Rancangan Undang Undang Organisasi Masyarakat (RUU Ormas) menuai kontroversi. Bahkan, RUU yang akan disahkan DPR itu dianggap telah membangkitkan rezim orde baru yang otoriter.
"Muhammadiyah mengkritik karena secara esensial RUU ini membalikkan jarum sejarah dan membangkitkan peluang rezim represif otoriter orde baru. Karena banyak registrasi, dan banyak perizinan. Setelah eksis juga ada pengawasan, pengenaan larangan dan sanksi," ungkap Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin di Cikini, Jakarta, Rabu (10/4/2013).
Menurutnya, RUU itu mencerminkan sikap antidemokrasi dan membuka peluang intervensi pemerintah yang terlalu dalam mengatur ormas. Padahal, dalam Pasal 28 UUD 1945, rakyat dijamin oleh negara untuk berserikat.
"Maka jangan diatur eksistensinya. Tapi selama keberadaannya melanggar hukum itu bisa. Kalau ada pelanggaran ormas anarkis ditindak saja. Biasanya yang melanggar itu orang perorang bukan institusinya. Pikiran semacam ini berbeda dengan yang di pansus sana (DPR)," kata Din. (Mut)
"Muhammadiyah mengkritik karena secara esensial RUU ini membalikkan jarum sejarah dan membangkitkan peluang rezim represif otoriter orde baru. Karena banyak registrasi, dan banyak perizinan. Setelah eksis juga ada pengawasan, pengenaan larangan dan sanksi," ungkap Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin di Cikini, Jakarta, Rabu (10/4/2013).
Menurutnya, RUU itu mencerminkan sikap antidemokrasi dan membuka peluang intervensi pemerintah yang terlalu dalam mengatur ormas. Padahal, dalam Pasal 28 UUD 1945, rakyat dijamin oleh negara untuk berserikat.
"Maka jangan diatur eksistensinya. Tapi selama keberadaannya melanggar hukum itu bisa. Kalau ada pelanggaran ormas anarkis ditindak saja. Biasanya yang melanggar itu orang perorang bukan institusinya. Pikiran semacam ini berbeda dengan yang di pansus sana (DPR)," kata Din. (Mut)