Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi keinginan Prabowo Subianto untuk membentuk Klub Presiden atau Presidential Club saat pemerintahannya nanti. Jokowi pun menyambut positif keinginan Prabowo itu. Jokowi bahkan menyebut usulan itu bagus.
"Bagus, bagus, bagus," jawab Jokowi saat ditanya soal rencana Prabowo membentuk klub presiden, Jumat (3/5/2024).
Baca Juga
Bahkan, Jokowi sendiri siap menghadiri pertemuan dalam forum Klub Presiden, jika jadi dibentuk oleh Prabowo. Jokowi mengaku kapan saja siap menghadiri pertemuan yang dijadwalkan Klub Presiden.
Advertisement
"Ya dua hari sekali ya enggak apa-apa," kata Jokowi.
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka akan dilantik sebagai Presiden-Wakil Presiden Terpilih periode 2024-2029 pada 20 Oktober 2024.
Selain mempersiapkan susunan kabinet pemerintahan mendatang, ternyata ada keinginan Prabowo.
Ketua Umum Partai Gerindra yang saat ini masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan di Kabinet Indonesia Maju di bawah pimpinan Presiden Jokowi itu ingin membentuk semacam klub presiden.
Klub ini akan mempertemukan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) untuk berdiskusi. Keinginan Prabowo itu diungkapkan juru bicaranya, Dahnil Anzar Simanjuntak.
"Pak Prabowo secara berulang menyebutkan beliau ingin sekali duduk bareng, diskusi panjang dengan para mantan presiden nantinya, sehingga ada Presidential Club," ujar Dahnil dalam suatu wawancara virtual dengan salah satu TV swasta nasional di Jakarta, Senin, 29 April 2024.
Prabowo Ingin Diskusi dan Mendengarkan Masukan Pendahulunya
Melalui pertemuan itulah, menurut Dahnil, Prabowo ingin para presiden terdahulu berdiskusi mengenai pengalaman masing-masing memimpin negara.
"Walaupun punya perspektif politik yang berbeda, sikap politik yang berbeda, tapi mereka bisa duduk bersama, bisa sharing pengalamannya," ungkapnya.
Selain itu, Dahnil menambahkan, Prabowo hendak meminta masukan dalam penyusunan kabinet pemerintahan ke depan. Sebab, masukan ketiga mantan presiden RI itu penting, karena mereka mempunyai pengalaman panjang dalam memimpin negara.
Bukan hanya itu. Dahnil menjelaskan, Prabowo tidak hanya berkomitmen melanjutkan pemerintahan Jokowi, namun juga kepemimpinan presiden-presiden sebelumnya.
Lantaran itulah, Prabowo sebagai Presiden ke-8 RI akan membuka pintu diskusi dengan banyak pihak dalam menentukan kabinet ke depan, tanpa terkecuali.
"Pak Prabowo akan mendengarkan masukan, tidak mungkin tanpa masukan," Dahnil menekankan.
Pertemuan Prabowo dengan SBY maupun Jokowi sudah berlangsung beberapa kali dalam tahun ini. Namun pada 2024, Prabowo belum bertemu dengan Megawati.
Advertisement
Ide Bentuk Klub Presiden Dinilai Sulit Terealisasi karena Egoisme Politik
Peneliti Senior Populi Center, Usep Saepul Ahyar, menilai langkah Prabowo tersebut merupakan upaya rekonsiliasi. Namun, ia pesimistis Klub Presiden RI bakal terwujud.
"Agak susah ya, karena melihat egoisme politik dari presiden-presiden sebelumnya," kata Usep kepada Liputan6.com, Kamis (2/5/2024).
Usep mengatakan, cara berpikir Prabowo adalah mengutamakan rekonsiliasi, harmoni, dan tidak ada oposisi. Di satu sisi, kata Usep, hal itu baik. Namun di sisi lain, kurang memberikan semangat oposisi.
"Menurut saya dibiarkan saja dalam konteks membangun oposisi dan kritik terhadap pemerintah. Jadi, tidak kooptasi semacam itu. Itu kan bentuk kooptasi agar menghilangkan kritik dan semangat oposisi," kata Usep.
Usep mengatakan, mungkin Prabowo ingin meniru Amerika Serikat yang memiliki Presidential Club. Namun, di Negeri Paman Sam, setelah lengser para presiden tidak lagi memiliki jabatan politis.
"Kalau di kita, mantan-mantan presiden memiliki jabatan politik penting di partainya (ketua umum, ketua majelis tinggi). Ini berpotensi memunculkan konflik kepentingan satu sama lain, dan di antara agenda partai dengan agenda-agenda kenegaraan," kata Usep.
"Jadi, saya kira terlalu dipaksakan dengan kondisi politik saat ini. Membuat Klub Presiden itu menghabiskan energi saja. Lebih baik sistem kenegaraan saja yang berlaku. Misalnya pada acara-acara yang sudah berjalan, saya kira juga sudah cukup. Kita tahu ketika acara kenegaraan, sikap politik bisa terlihat. Banyak yang tidak datang, kalau tidak sejalan," pungkas Usep.