Sukses

Baju Olahraga dan Ucapan Ini Diduga Jadi Pemicu Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior

Seorang mahasiswa tingkat 1 STIP Jakarta tewas setelah dianiaya seniornya di tingkat 2. Penganiayaan ini diduga dipicu korban bersama 4 teman lainnya yang masih memakai baju olahraga saat hendak menuju kelas.

Liputan6.com, Jakarta - Polisi mengungkap pemicu penganiayaan yang menyebabkan mahasiswa tingkat 1 Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta bernama Putu Satria Ananta Rustika alias P (19) tewas. Kasus ini diduga dipicu masalah baju olahraga yang dikenakan korban dan beberapa temannya.

Polisi menyebut, setidaknya ada lima orang mahasiswa tingkat STIP Jakarta yang akan diberi sanksi oleh seniornya karena dinilai melakukan kesalahan. Namun hanya satu orang yang menerima pukulan hingga menyebabkan korban tidak sadarkan diri dan meninggal dunia.

Sementara empat mahasiswa lainnya belum menerima tindakan. Hal itu sebagaimana diungkap Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan usai kepolisian melakukan investigasi.

"(Empat mahasiswa) belum ada kontak fisik antara tingkat dua dengan tingkat satu di proses itu. Tapi untuk menjaga semua clear, maka tetap kita lakukan visum nanti dokter menyatakan tidak ada, ya tidak ada," kata Gidion kepada wartawan, Sabtu (4/5/2024).

Gidion menerangkan, kasus penganiayaan ini berawal dari perilaku korban dan keempat mahasiswa tingkat 1 lainnya yang dinilai salah oleh seniornya.

"Ini kelima orang taruna tingkat 1 semua melakukan sesuatu yang menurut senior ini salah. Apa yang dilakukan (junior) ini masuk kelas mengenakan baju olahraga. Di kehidupan mereka menurut senior ini salah," kata Gidion.

Gidion mengatakan, korban bersama keempat orang lainnya kemudian dibawa ke kamar mandi kampus. Di sana, mahasiswa STIP atas nama Putu Satria Ananta Rustika alias P (19) adalah orang pertama yang menerima pukulan.

 

2 dari 3 halaman

Ucapan Korban Sebelum Dipukul

Hal itu karena adanya perkataan yang diucapkan oleh korban. Gidion kemudian mengulang kembali percakapan antara tersangka dengan korban.

"Dari mereka tersangka menyampaikan, 'mana yang paling kuat?'. Kemudian dari korban mengatakan 'saya yang paling kuat', karena dia merasa bahwa dia adalah ketua kelompok dari komunitas tadi tingkat 1 ini," ujar dia.

Gidion mengatakan, korban dipukul sebanyak lima kali hingga tak sadarkan diri. Saat itu, tersangka mencoba melakukan pertolongan. Namun, tindakan dari tersangka itu justru memperparah keadaan korban.

"Dilakukan pertolongan dan dipindahkan ke satu tempat. Kemudian, sebelum dipindahkan ke toilet dilakukan upaya penyelamatan, menurut tersangka nih ya, penyelamatan memasukkan tangan di mulut untuk menarik lidahnya. Tapi itu justru yang menutup saluran (pernapasan), korban meninggal dunia," ujar dia.

Terkait kejadian ini, penyidik telah memeriksa 36 orang sebagai saksi terdiri dari taruna, pengasuh, dokter, dan ahli. Selain itu, penyidik juga menganalisa rekaman CCTV.

Hasilnya, Tegar Rafi Sanjaya alias TRS (21) mahasiswa tingkat 2 Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta sebagai tersangka. Atas perbuatannya, Tegar Rafi Sanjaya dikenakan Pasal 338 Jo subsider 351 ayat 3 dengan ancaman hukuman 15 tahun.

3 dari 3 halaman

Penyebab Kematian Korban

Kepolisian mengungkap penyebab kematian mahasiswa STIP Jakarta bernama Putu Satria Ananta Rustika alias P (19) yang tewas setelah dianiaya seniornya, Tegar Rafi Sanjaya alias TRS (21). 

Berdasarkan hasil autopsi yang diterima dari Rumah Sakit (RS) Polri Kramat Jati, Jakarta Timur., terungkap bahwa terdapat luka di daerah ulu hati yang menyebabkan pecahnya jaringan paru.

"Ada luka di daerah ulu hati yang menyebabakan pecahnya jaringan paru, ada pendarahan, tapi juga ada luka lecet di bagian mulut," kata Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan kepada wartawan, Sabtu (4/5/2024) malam.

Gidion mengatakan, pihaknya menyelaraskan hasil autopsi dengan keterangan tersangka. Alhasil, diketahui penyebab meninggalnya korban.

"Ternyata yang menyebabakan matinya atau hilangnya nyawa korban adalah paling utama adalah ketika dilaksanakan upaya-upaya yang menurut tersangka ini adalah penyelamatan di bagian mulut," ujar dia.

Gidion mengatakan, tersangka panik tatkala melihat korban dalam kondisi tidak berdaya. kemudian dilakukan upaya-upaya penyelamatan. Namun upaya yang dilakukan tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) atau keahliannya.

"Sehingga itu menutup bagian oksigen saluran pernapasan sehingga mengakibatkan organ vital tidak mendapatkan asupan oksigen, sehingga menyebabkan kematian. Jadi luka yang ada di paru menyebabkan mempercepat proses kematian. Kematian utama justru ketika melakukan tindakan setelah melihat korban tidak berdaya," ujar dia.