Liputan6.com, Jakarta - Polisi masih mendalami dan mengembangkan kasus penganiayaan mahasiswa di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta yang berujung kematian korban. Meski tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru, penyidik tetap berhati-hati dalam menangani perkara tersebut.
"Kalau pertanyaannya apakah terbuka peluang untuk tersangka yang lain kan gitu, ini dalam konteks pengumpulan barang bukti dan memang kita juga melakukan penyidikan dengan hati-hati," tutur Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Gidion Arif Setyawan, Rabu (8/4/2024).
"Jadi kita melibatkan secara konferehensif, juga ada pembuktian dari ahli, kemudian sinkronisasi dari keterangan saksi. Ini yang penting," sambungnya.
Advertisement
Sejauh ini, sudah ada 36 saksi yang dimintai keterangan terkait kasus penganiayaan tersebut. Penyidik juga melakukan sinkronisasi keterangan saksi dengan CCTV dan alat bukti lainnya.
"Belum (ada tersangka baru), ini masih, karena kami masih melakukan finalisasi dari sinkronisasi alat bukti tadi dengan gelar perkara. Kita juga melibatkan ahli yang lain, lalu minta pendampingan atau asistensi dari pembina fungsi, dalam hal ini Polda Metro Jaya, dalam hal ini Direktorat Reserse Kriminal Umum," jelas dia.
Dunia pendidikan Tanah Air kembali tercoreng. Lembaga sekolah yang seharusnya menjadi wadah pembentukan karakter, etika dan moralitas, justru sebaliknya. Sekolah dijadikan tempat ajang unjuk kekuatan senior terhadap junior.
Seperti yang terjadi di STIP Jakarta. Seorang taruna junior tingkat satu kembali meregang nyawa akibat penganiayaan yang dilakukan seniornya.
Putu Satria Ananta Rustika, taruna berusia 19 tahun, nyawanya melayang karena dianiaya senior. Ulu hatinya lebam usai mendapat hantaman sebanyak lima kali. Pada tubuh Putu juga terdapat luka-luka akibat penganiayaan.
"Memar pada mulut, lengan atas dan dada. Luka lecet di bibir. Memar pada paru dan per bendungan organ dalam," ujar Kepala Rumah Sakit RS Polri Kramat Jati, Brigjen Pol Hariyanto, saat menjelaskan hasil autopsi pada jasad Putu, Sabtu, 4 Mei 2024.
1 Orang Jadi Tersangka
Dalam kasus kematian Putu Satria, polisi sudah menetapkan satu orang sebagai tersangka. Dia adalah Tegar Rafi Sanjaya alias TRS (21), taruna tingkat dua STIP Jakarta.
"Kami melakukan olah TKP, dan kami menyimpulkan bahwa ada sinkronisasi dari keterangan saksi, keterangan terduga pelaku yang sekarang sudah jadi tersangka," kata Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan di Polres Jakarta Utara, Sabtu, 4 Mei 2024.
Penetapan tersangka itu setelah kepolisian melakukan gelar perkara dan berdasarkan keterangan sebanyak 36 orang saksi yang mengerucut pada Tegar Rafi Sanjaya.
"Singkatnya bahwa dari 36 orang yang kami lakukan pemeriksaan mengerucutkan pada peristiwa pidana, maka kami menyimpulkan tersangka tunggal di dalam peristiwa ini yaitu saudara TRS (Tegar Rafi Sanjaya)," jelas Gidion.
Gidion menjelaskan alasan Tegar Rafi Sanjaya menjadi tersangka tunggal karena rekan-rekan pelaku yang merupakan senior dari korban tidak terlibat melakukan kekerasan saat berada di lokasi kejadian.
"Putu Satria Ananta ini merupakan korban pertama yang mendapatkan pukulan tangan kosong dari pelaku TRS sebanyak lima kali, di bagian ulu hati korban yang membuat pingsan dan berujung pada kematian," kata Gidion seperti dikutip dari Antara.
Menurut Gidion, dalam konstruksi kasus benar ada lima orang senior yang memanggil lima junior yang dianggap melakukan kesalahan. Mereka dipanggil ke toilet.
"Korban menjadi orang pertama yang mendapatkan pemukulan dari pelaku, dan rekan-rekan pelaku belum melakukan aksi kekerasan," ujar Kapolres.
Sementara itu, terhadap empat rekan korban yang merupakan taruna tingkat satu STIP Jakarta juga belum mendapatkan aksi kekerasan dari pelaku. Meski begitu, polisi tetap mengambil visum keempat rekan korban tersebut untuk memastikan tidak mendapatkan aksi kekerasan.
"Ini pelaku tunggal yang melakukan aksi kekerasan yang membuat korban meninggal dunia," kata Gidion.
Akibat perbuatannya, Tegar Rafi dipersangkakan melanggar Pasal 338 Jo subsider 351 ayat 3 dengan ancaman 15 tahun penjara.
Advertisement
Pemicu Kasus Penganiayaan di STIP
Polisi mengungkap pemicu penganiayaan hingga menyebabkan Putu Satria Ananta Rustika tewas. Aksi brutal Tegar Rafi dan rekan-rekannya dipicu masalah baju olahraga yang dikenakan korban bersama beberapa temannya.
Setidaknya ada lima mahasiswa tingkat 1 STIP Jakarta yang akan diberi sanksi oleh seniornya karena dinilai melakukan kesalahan. Namun hanya Putu yang menerima pukulan hingga menyebabkan tidak sadarkan diri dan meninggal dunia. Sementara empat teman Putu belum menerima tindakan dari seniornya.
"(Empat mahasiswa) belum ada kontak fisik antara tingkat dua dengan tingkat satu diproses itu. Tapi untuk menjaga semua clear, maka tetap kita lakukan visum. Nanti dokter menyatakan, tidak ada, ya tidak ada," kata Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan kepada wartawan, Sabtu, 4 Mei 2024.
Gidion menjelaskan kasus penganiayaan ini berawal saat korban dan keempat taruna tingkat satu lainnya yang dinilai salah oleh seniornya.
"Ini kelima orang taruna tingkat satu semua melakukan sesuatu yang menurut senior ini salah. Apa yang dilakukan (junior) ini masuk kelas mengenakan baju olahraga. Di kehidupan mereka menurut senior ini salah," kata Gidion.
Kemudian, lanjut Gidion, korban bersama keempat orang lainnya dibawa ke toilet kampus perguruan tinggi yang berada di bawah Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tersebut.
Dipukul hingga Tak Sadarkan Diri
Di sana, mahasiswa STIP atas nama Putu Satria Ananta Rustika (19) adalah orang pertama yang menerima pukulan. Hal itu karena adanya perkataan yang diucapkan oleh korban.
"(Keterangan) dari mereka, tersangka menyampaikan, 'mana yang paling kuat?'. Kemudian korban mengatakan, 'saya yang paling kuat'. Karena dia merasa bahwa dia adalah ketua kelompok dari komunitas tadi, tingkat satu ini," ujar Gidion.
Putu kemudian dipukul sebanyak lima kali hingga tidak sadarkan diri. Saat itu, tersangka mencoba melakukan pertolongan. Namun, tindakan dari tersangka itu justru memperparah keadaan korban.
"Dilakukan pertolongan dan dipindahkan ke suatu tempat. Kemudian, sebelum dipindahkan ke toilet dilakukan upaya penyelamatan, menurut tersangka nih ya, penyelamatan memasukkan tangan ke mulut untuk menarik lidahnya. Tapi itu justru yang menutup saluran (pernapasan), korban meninggal dunia," ujar Gidion.
Â
Â
Â
Advertisement