Liputan6.com, Jakarta Wilayah Jakarta diprediksi memasuki musim kemarau pada Mei 2024 hingga mencapai puncaknya pada Juni 2024.
Project Manager untuk Clean Air Catalyst dari World Resources Institute (WRI) Indonesia Satya Budi Utama, mengatakan, penting bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta melalukan antisipasi meningkatnya polusi udara saat musim kemarau melanda.
Baca Juga
Menurut Satya, Pemprov Jakarta harus memastikan seluruh pemangku kepentingan terlibat. Dia berpendapat, hal itu guna menjamin langkah yang tepat bisa diambil para pemangku di kebijakan.
Advertisement
"Pemprov DKI belajar dari kejadian tahun lalu. Ini agar pemerintah siap untuk mengantisipasi situasi, dimana ada pengaruh panjang polusi udara karena panjangnya musim kemarau," kata Satya dalam keterangan tertulis, dikutip Kamis (9/5/2024).
Satya menyampaikan, inisiatif dini dari Pemprov DKI Jakarta bakal berpengaruh pada upaya mitigasi dan antisipasi penurunan kualitas udara yang cepat dan tepat.
Pemprov DKI Jakarta dinilai perlu menjalin sinergi dengan berbagai pihak untuk merespons perubahan iklim. Salah satunya soal polusi dari emisi sektor transportasi.
"Sebenarnya yang kami lakukan sekarang mengupayakan antisipasi pengurangan polusi meskipun sektornya ada transportasi. Ini bukan hanya dikerjakan satu pihak," ucap Satya.
Â
Terus Mengkaji
Satya menuturkan, saat ini pihaknya juga tengah mengkaji terkait pengembangan kawasan rendah emisi serta mendorong perubahan atau transisi dari penggunaan kendaraan pribadi ke dalam sistem transportasi umum di Jakarta.
"Ini merujuk pada perilaku, dimana individu secara bertahap meninggalkan penggunaan kendaraan pribadi mereka dan beralih ke transportasi umum," ujarnya.
Â
Advertisement
Indonesia Tidak Diterjang Gelombang Panas
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menegaskan bahwa cuaca panas yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini bukanlah akibat gelombang panas atau heatwave. Berdasarkan karakteristik dan indikator statistik pengamatan suhu yang dilakukan BMKG, fenomena cuaca panas tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai gelombang panas.
"Memang betul, saat ini gelombang panas sedang melanda berbagai negara Asia, seperti Thailand dengan suhu maksimum mencapai 52°C. Kamboja, dengan suhu udara mencapai level tertinggi dalam 170 tahun terakhir, yaitu 43°C pada minggu ini. Namun, khusus di Indonesia yang terjadi bukanlah gelombang panas, melainkan suhu panas seperti pada umumnya," ungkap Dwikorita kepada wartawan, Senin (6/5/2024).
Dwikorita menerangkan, kondisi maritim di sekitar Indonesia dengan laut yang hangat dan topografi pegunungan mengakibatkan naiknya gerakan udara. Sehingga dimungkinkan terjadinya penyanggaan atau buffer kenaikan temperatur secara ekstrem dengan terjadi banyak hujan yang mendinginkan permukaan secara periodik. Hal inilah yang menyebabkan tidak terjadinya gelombang panas di wilayah Kepulauan Indonesia.