Sukses

Akademisi Serahkan Amicus Curiae di Sidang Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan

Kelompok akademisi yang terdiri dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Universitas Proklamasi 45 Jogjakarta dan Pusat Kajian Ketahanan Energi Indonesia (PKKEI) menyerahkan amicus curiae atau sahabat pengadilan ke Pengadilan Tindak Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Liputan6.com, Jakarta - Kelompok akademisi yang terdiri dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Universitas Proklamasi 45 Jogjakarta dan Pusat Kajian Ketahanan Energi Indonesia (PKKEI) menyerahkan amicus curiae atau sahabat pengadilan ke Pengadilan Tindak Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Amicus curiae tersebut disampaikan terkait kasus kasus dugaan korupsi mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Karen Agustiawan.

Rektor Universitas Proklamasi 45 Jogjakarta, Bennedictus Renny See, mewakili kelompok tersebut berpandangan dalam kasus yang menjerat Karen Agustiawan terdapat kekeliruan. Sebab, kebijakan PT Pertamina dalam mengadakan perjanjian jual beli dengan Corpus Christi Liquefaction, LLC (CCL) adalah guna mengantisipasi ketersedian LNG untuk jangka panjang, dalam rangka ketahanan dan bauran energi yang harus dijaga dan menjadi tanggung jawab PT Pertamina (Persero) berdasarkan tugas dan wewenangnya.

"Dengan ditandatanganinya Sales Purchase Agreement (SPA) LNG 2015 antara PT Pertamina (Persero) dengan Corpus Christi Liquefaction, LLC (CCL) yang secara langsung mengubah dan menggantikan SPA LNG 2013 dan SPA LNG 2014, maka tanggung jawab Galaila Karen Kardinah (Karen Agustiawan) selaku Direktur Utama PT Pertamina (Pesero) beralih kepada Dwi Soetjipto selaku Direktur Utama PT Pertamina (Persero) periode 2014-2017,” nilai Bennedictus seperti dikutip dari siaran pers, Senin (13/5/2024).

“Dengan demikian apabila dalam perjalanannya, yaitu pada 2020 dan 2021 terjadi kerugian, maka sudah bukan menjadi tanggung jawab Sdr. Galaila Karen Kardinah (Karen Agustiawan)," imbuh Benedictus.

Benedictus menjelaskan, perhitungan adanya kerugian keuangan negara yang disampaikan BPK angkanya berubah-ubah. Padanal angka merupakan indikasi bahwa apa yang disampaikan oleh BPK tentang kerugian PT Pertamina akibat adanya Sales and Purchase Agreement (SPA) LNG 2015 sebesar USD113,389,186.60

“Hal ini (angka) tidak akurat. Sebab, proses SPA LNG 2015 adalah perjanjian jual dan beli jangka panjang selama 20 tahun hingga 2040 yang harganya akan selalu berubah tergantung kondisi pasar, geopolitik, bencana alam, pandemi, kondisi domestik dan lain-lain, bisa untung bisa rugi.

"Bahwa apa yang menjadi dasar surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada Karen Agustiawan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi adalah tidak terbukti," yakin Bennedictus.

2 dari 2 halaman

Rumit

Senada dengan itu, Ketua Umum PKKEI Syamsul Bachri menilai, kasus hukum terhadap Karen Agustiawan sangatlah rumit. Sebab, memerlukan pengetahuan dan pengalaman yang cukup terkait pemahaman kebijakan atau penugasan pemerintah terkait aksi bisnis korporasi, tata-kelola BUMN, dan kelaziman bisnis LNG.

“Majelis Hakim diharapkan memahami dengan benar kasus itu secara utuh. Sehingga bisa mengambil keputusan yang seadil-adilnya bahwa Direksi pada era Karen Agustiawan sudah menjalankan perintah jabatan dalam upaya mewujudkan ketahanan energi,” yakin dia.

"Aksi korporasi Pengadaan LNG CCL yang dilakukan oleh Pertamina tahun 2013 dan 2014, berhasil memotret kondisi masa depan yang terjadi saat ini serta proyeksi kecukupan dan keterjangkauan harga gas 10 sampai 15 tahun ke depan," dia menandasi.