Sukses

Formappi Nilai Penambahan Kursi Menteri untuk Bagi-bagi Jatah Parpol Koalisi

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai bahwa tidak ada kaitannya menambah jumlah kementerian dengan meningkatkan produktivitas kinerja pemerintah.

Liputan6.com, Jakarta Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai bahwa tidak ada kaitannya menambah jumlah kementerian dengan meningkatkan produktivitas kinerja pemerintah.

Hal ini menanggapi kabar Presiden terpilih Prabowo Subianto akan menambah nomenklatur kementerian menjadi 40.

"Menambah kursi kabinet saya kira tidak ada urusan dengan meningkatkan kinerja, karena akan semakin banyak bidang pekerjaan yang dilakukan," kata Lucius kepada di Kantor Formappi, Jakarta, Senin (13/5/2024).

Menurut Lucius, wacana yang muncul menggambarkan adanya keinginan Prabowo untuk memastikan semua kelompok dapat jatah kursi di kabinet, tetapi ada keterbatasan kursi menteri. Sebab, sesuai undang-undang kementerian negara, jumlah kursi menteri sebanyak 34.

"Karena ada begitu banyak parpol sementara kursi terbatas, jadi muncullah wacana untuuk menambah kursi kabinet itu," ujar Lucius.

Lucius menyebut, wacana penambahan jumlah kursi menteri semata-mata hanya ditujukan untuk berbagi jatah kekuasaan agar program-program pemerintah nantinya bisa mulus di parlemen.

"Dan kalau semuanya sudah mendapatkan jatah kekuasaan, mudah kemudian memastikan dukungan yang solid di parlemen untuk berbagai kebijakan yang dimiliki presiden dan wakil presiden terpilih mendatang," ucap Lucius.

Lucius menambahkan, setiap presiden dan wakil presiden terpilih selalu punya kepentingan untuk memastikan koalisi pendukung di parlemen itu mayoritas atau dominan. Menurutnya, seperti yang dilakukan Presiden Jokowi di periode 2019-2024, yang mengajak rivalnya Prabowo Subianto bergabung di pemerintahan.

"Itu juga akan dilakukan oleh Pak Prabowo. Apalagi belum apa-apa Pak Prabowo sudah mengatakan rekonsiliasi dan lain sebagainya. Saya kira rekonsiliasi mungkin hanya bahasa politis dari keinginan presiden terpilih untuk memastikan mereka tidak mendapatkan hambatan parlemen saat mereka mengajukan program-program unggulannya di lima tahun mendatang," pungkasnya.

2 dari 3 halaman

Penambahan Jumlah Menteri Dinilai untuk Mengakomodasi Hasrat Politik Parpol Koalisi

Pengamat politik dari Populi Center, Usep Saepul Ahyar, sebelumnya mengungkapkan, penambahan jumlah kursi kabinet merupakan sebagai bentuk konsekuensi Prabowo dalam mengakomodasi hasrat politik parpol koalisi.

Menurutnya, langkah itu bisa saja dilakukan dengan mengubah undang-undang. Namun alangkah baiknya bila tim menjabarkan argumentasinya secara terang benderang hingga publik memahaminya dengan jelas.

"Kita belum mendengar argumentasi yang dilontarkan oleh tim perumus yang punya gagasan penambahan menteri ini. Itu yang tidak terlalu mengemuka," kata Usep kepada Liputan6.com, Rabu (8/5/2024).

Usep menegaskan sulit untuk tidak mengatakan tidak ada kepentingan akomodasi politik dalam penambahan pos kementerian tersebut. Namun dia mengingatkan, rencana kebijakan itu dapat menimbulkan dampak jalannya roda pemerintahan.

"Kalau ada penambahan (kementerian) prosesnya agak panjang, akhirnya mengubah undang-undang, beberapa nomenklatur juga diubah. Pengalaman yang lalu kan misalnya ada kementerian yang diubah era Gus Dur, tidak terlalu efektif pemerintahannya," jelas dia.

3 dari 3 halaman

Efektifkan Kementerian yang Ada Ketimbang Menambah Jumlahnya

Usep berpandangan Prabowo seharusnya memikirkan untuk mengefektifkan kementerian yang ada dengan penempatan orang-orang yang ahli di bidangnya. Bukan orang politik yang harus diakomodasi karena kepentingan politiknya.

"Akhirnya kalau kepentinganannya lebih kental soal akomodasi politik, akhirnya pertanyaannya dia punya keahlian apa duduki jabatan ini," ujar Usep.

Dia menegaskan, langkah ini akan memperbesar anggaran pemerintah. Itu lantaran Prabowo menempatkan pejabat baru beserta fasilitasnya.

"Itu konsekuensi pasti ada, di tengah ada anggaran yang seharusnya diprioritaskan pada persoalan pembangunan yang masih tertinggal, infrastruktur ataupun layanan lain yang dibutuhkan oleh rakyat, bukan persoalan pejabat," kata dia.

"Yang ada saja kurang optimal, beberapa kementerian itu seharusnya dioptimalkan dalam konteks ini. Saya kira secara teknis kalau hanya soal makan gratis sebenarnya itu kan bisa berada di bawah satu kementerian, mungkin bisa dikoordinasikan semua kementerian itu. Apa gunanya menko, wakil presiden untuk mempercepat program pembangunan yang ada," kata dia.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka.com