Sukses

Formappi: Penggunaan Hak Angket Menguap di Tengah Jalan

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mempertanyakan terkait kabar hak angket yang hingga kini tidak terlaksana.

Liputan6.com, Jakarta - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mempertanyakan terkait kabar hak angket yang hingga kini tidak terlaksana. Padahal, pada Masa Sidang IV 2023-2024 sudah ada beberapa anggota DPR mengusulkan hal itu.

"Terkait dengan masalah ketidakberesan pemilu ini, beberapa anggota DPR pada MS IV mengusulkan dilaksanakannya penggunaan hak angket," kata Peneliti Formappi Bidang Anggaran Y. Taryono di Kantor Formappi, Jakarta, Senin (13/5/2024).

"Sekalipun begitu, sampai dengan akhir masa sidang IV TS 2023-2024 penggunaan hak angket ini menguap ditegah jalan alias tidak terlaksana," sambungnya.

Taryono menyebut, banyak kalangan menilai pelaksanaan pemilu bermasalah karena terjadi pelanggaran etika, moral dan peraturan perundangan yang berlaku.

"Hal itu disampaikan para Guru besar dari berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta di Indonesia dan juga para seniman maupun budayawan," katanya.

Taryono melanjutkan, permasalahan lainnya yang sangat dirasakan oleh masyarakat adalah terkait mahalnya harga kebutuhan pokok seperti beras, telur, daging, gula, dan bumbu dapur.

Namun, hingga akhir masa sidang IV, DPR tidak mampu menekan pemerintah untuk menurunkan harga kebutuhan pokok tersebut.

"Hal ini menunjukkan kegagalan DPR melaksanakan pengawasan secara efektif," ujarnya.

2 dari 3 halaman

Formappi: Masih Banyak Anggota DPR Mangkir Dari Rapur

Sebelumnya, Formappi heran dengan masih minimnya jumlah kehadiran anggota DPR dalam rapat paripurna. Padahal, agenda rapur sudah dijadwalkan jauh-jauh hari, namun anggota dewan malah mangkir untuk tidak hadir.

"Kehadiran anggota DPR dalam rapat paripurna (Rapur) selalu saja mengundang tanda tanya. Persoalannya, selain karena minimnya kehadiran anggota DPR dalam Rapur, juga karena persoalan anggota yang ijin tidak mengikuti Rapur," kata Peneliti Formappi Bidang Anggaran Y. Taryono di Kantor Formappi Jakarta, Senin (13/5/2024).

"Agenda rapur tentu sudah diagendakan jauh-jauh hari dan kepada setiap anggota DPR tentu sudah diberi undangan selayaknya, Namun tetap saja banyak anggota DPR yang mangkir dari Rapur," ucapnya.

Taryono menuturkan, secara rata-rata, dalam Masa Sidang IV ini hanya 294 orang atau 51,134 yang hadir rapat paripurna. Menurutnya, jumlah ini hanya meningkat sedkit dibanding rapur masa sidang III.

"Lalu kemana saja anggota DPR lainnya? jika dibandingkan dengan kehadiran ratarata dalam MS III yang hanya dihadiri 291 (50,616), maka kehadiran rata-rata di MS ini meningkat sedikit," ujarnya.

"Tampaknya banyak anggota DPR yang tidak atau belum menghargai arti pentingnya sebuah Rapur yang sebenarnya merupakan wadah mengambil keputusan yang menyangkut nasib seluruh rakyat dan bangsa Indonesia," ucapnya.

Taryono menilai, secara kelembagaan pimpinan DPR sebagai nahkoda belum mampu memberi arah yang jelas bagi pelaksanaan seluruh fungsi DPR dan pada akhirnya bisa ditebak kinerjanya selalu tidak memuaskan.

"Tidak hanya itu, hingga kini pimpinan DPR juga belum mampu meningkatkan kehadiran anggota DPR pada rapat-rapat, khususnya rapat paripurna. Padahal kehadiran anggota dalam setiap rapat sangat penting," pungkasnya.

3 dari 3 halaman

Kerja DPR Dinilai Masih Minim

Di sisi lain, Formappi menilai kinerja DPR di bidang legislasi masih sangat minim. Pasalnya, dari 47 RUU Daftar Prioritas 2024 hanya 1 saja yang disahkan yakni RUU mengenai Daerah Khusus Jakarta (DKJ).

"Jadi hanya 1 RUU yaitu RUU Daerah Khusus Jakarta yang berhasil disahkan DPR dari 47 RUU Daftar Prioritas 2024," kata Peneliti Formappi Bidang Anggaran Y. Taryono di Kantor Formappi, Jakarta, Senin (13/5/2024).

Taryono menerangkan, pada Masa sidang IV, hanya terdapat 2 RUU yang hanya disahkan DPR pada yaitu Revisi UU Desa yang dalam Daftar RUU Kumulatif Terbuka dan RUU DKJ yang masuk Daftar Prioritas 2024.

"Baik RUU Desa maupun RUU DKJ sama-sama dibahas secara terburu-buru oleh DPR," ucapnya.

Dia mengatakan, Revisi UU Desa mengulangi kebiasaan DPR yang merevisi sebuah regulasi tanpa evaluasi dan kajian mendalam atas pelaksanaan UU Desa sebelumnya.

Taryono menilai, RUU Desa sekedar untuk menyenangkan Kepala Desa yang masa jabatannya diperpanjang untuk 1 periode dengan anggaran desa yang akan bertambah.

"Revisi ini juga menyasar pada aparat desa, bukan kepada masyarakat desa," ujarnya.

Sedangkan, RUU DKJ juga nampak tak cukup matang didiskusikan. Menurut Taryono, DPR dan Pemerintah nampaknya hanya fokus pada pembentukan Kawasan Aglomerasi yang semula disiapkan untuk dipimpin oleh wakil presiden. Namun diubah menjadi kewenangan yang dimiliki Presiden untuk menunjuk ketuanya.

"Lagi-lagi bagaimana kepentingan warga Jakarta dalam 'dunia baru' DKJ tidak terlalu mendapatkan tempat dalam pengaturan UU DKJ tersebut," sambungnya.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka.com