Sukses

5 Respons Pro Kontra Mulai Dewan Pers, Mahfud Md, hingga Komisi I DPR RI soal RUU Penyiaran

Komisi I DPR RI telah mengirimkan draf RUU Penyiaran kepada Badan Legislasi DPR (Baleg DPR) untuk dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi I DPR RI telah mengirimkan draf RUU Penyiaran kepada Badan Legislasi DPR (Baleg DPR) untuk dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi.

Selanjutnya, jika disetujui, RUU Penyiaran itu akan dibawa ke rapat paripurna DPR untuk ditetapkan menjadi RUU usul inisiatif DPR RI.

Namun rupanya, draf RUU Penyiaran menuai beragam tanggapan dan pro kontra. Salah satunya dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. AJI Indonesia menolak revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran tersebut.

"AJI menolak. Pasal-pasalnya banyak bermasalah. Jadi kalau dipaksakan akan menimbulkan masalah," kata Pengurus Nasional AJI Indonesia Bayu Wardhana di Jakarta, Rabu 24 April 2024, seperti dikutip dari Antara.

Selain itu, Dewan Pers dan para konsituen menegaskan menolak menolak draf RUU Penyiaran. Dewan Pers menilai RUU Penyiaran ini akan menghilangkan kebebesan pers dalam melahirkan karya jurnalistik.

"RUU Penyiaran ini menjadi salah satu sebab pers kita tidak merdeka, tidak independen dan tidak akan melahirkan karya jurnalistik yang berkualitas," kata Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dalam konferensi pers di Kantor Dewan Pers Jakarta Pusat, Selasa 14 Mei 2024.

Rahayu mengaku khawatir apabila RUU ini diteruskan, produk pers akan menjadi burukdan melahirkan pers yang tidak profesional dan independen. Ninik lalu menyoroti keberadaan pasal dalam RUU ini yang dapat memunculkan larangan liputan bersifat investigasi.

"Ada pasal yang memberikan larangan pada media investigatif, ini sangat bertentangan dengan mandat yang ada dalam UU Nomor 40 Pasal 4. Karena kita sebetulnya dengan UU 40 tidak lagi mengenal penyensoran dan pelarangan penyiaran terhadap karya jurnalistik berkualitas," papar Rahayu.

Berikut sederet respons sejumlah pihak terkait draf RUU Penyiaran yang saat ini tengah digodok DPR RI dihimpun Liputan6.com:

 

2 dari 6 halaman

1. AJI Indonesia Tolak RUU Penyiaran

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menolak revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, yang saat ini sedang bergulir di DPR RI.

"AJI menolak. Pasal-pasalnya banyak bermasalah. Jadi kalau dipaksakan akan menimbulkan masalah," kata Pengurus Nasional AJI Indonesia Bayu Wardhana di Jakarta, Rabu 24 April 2024, seperti dikutip dari Antara.

Dia pun menyarankan jika UU itu harus direvisi, sebaiknya dilakukan oleh anggota DPR periode selanjutnya, bukan mereka yang di periode saat ini. Alasannya, dengan waktu yang tinggal beberapa bulan lagi, serta masih dibutuhkan pembahasan yang lebih mendalam.

Bayu mencontohkan beberapa pasal yang dianggap dapat menghambat kebebasan pers di Indonesia, diantaranya pasal 56 ayat 2 poin c, yakni larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.

"Pasal ini membingungkan. Mengapa ada larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi? Tersirat ini membatasi agar karya jurnalistik investigasi tidak boleh ditayangkan di penyiaran. Sebuah upaya pembungkaman pers sangat nyata," ungkapnya.

Bahkan, kata dia, peluang tumpang tindih kewenangan dalam penyelesaian sengketa jurnalistik antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Dewan Pers . Hal itu ada dalam pasal 25 ayat q yakni menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran dan pasal 127 ayat 2, di mana penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik penyiaran dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Padahal selama ini kasus sengketa jurnalistik di penyiaran selalu ditangani oleh Dewan Pers. Draf RUU Penyiaran mempunyai tujuan mengambil alih wewenang Dewan Pers dan akan membuat rumit sengketa jurnalistik," ucap dia.

Bayu meminta pasal-pasal yang mengancam kebebasan pers, harus dihapus dari draf RUU itu. Menurut dia, jika hendak mengatur karya jurnalistik di penyiaran, sebaiknya merujuk pada UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

"Bahkan, pada konsideran draf RUU Penyiaran, sama sekali tidak mencantumkan UU Pers," jelas Bayu.

 

3 dari 6 halaman

2. Dewan Pers Juga Tolak RUU Penyiaran

Dewan Pers dan para konsituen menegaskan menolak menolak draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang saat ini sedang digodok di DPR RI. Dewan Pers menilai RUU Penyiaran ini akan menghilangkan kebebesan pers dalam melahirkan karya jurnalistik.

"RUU Penyiaran ini menjadi salah satu sebab pers kita tidak merdeka, tidak independen dan tidak akan melahirkan karya jurnalistik yang berkualitas," kata Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dalam konferensi pers di Kantor Dewan Pers Jakarta Pusat, Selasa 14 Mei 2024.

Dia khawatir apabila RUU ini diteruskan, produk pers akan menjadi burukdan melahirkan pers yang tidak profesional dan independen. Ninik lalu menyoroti keberadaan pasal dalam RUU ini yang dapat memunculkan larangan liputan bersifat investigasi.

"Ada pasal yang memberikan larangan pada media investigatif, ini sangat bertentangan dengan mandat yang ada dalam UU Nomor 40 Pasal 4. Karena kita sebetulnya dengan UU 40 tidak lagi mengenal penyensoran dan pelarangan penyiaran terhadap karya jurnalistik berkualitas," ucap Ninik.

Kemudian, Ninik menyapaikan dalam RUU ini, penyelesaian sengketa jurnalistik akan dilakukan oleh lembaga yang tak memiliki mandat terhadap penyelesaian etik terhadap karya jurnalistik.

Dia menegaskan mandat penyelesaian karya jurnalistik itu seharunya ada di Dewan Pers, sebagaimana diatur dalam undang-undang.

"Oeh karena itu, penolakan ini didasarkan juga, bahwa ketika menyusun peraturan perundang-undangan perlu dilakukan proses harmonisasi agar antara satu undang-undang dengan yang lain tidak tumpang tindih," tutup Ninik.

 

4 dari 6 halaman

3. Mantan Menko Polhukam Mahfud Md Ikut Soroti RUU Penyiaran

Mantan Menkopolhukam Mahfud Md mengkritik revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran yang berpotensi melarang produk jurnalistik investigasi. Dia menilai, hal itu merupakan satu kekeliruan karena tugas jurnalis justru melakukan investigasi.

Mahfud menjelaskan, sebuah media akan menjadi hebat jika memiliki jurnalis-jurnalis yang bisa melakukan investigasi.

"Kalau itu sangat keblinger, masa media tidak boleh investigasi, tugas media itu ya investigasi hal-hal yang tidak diketahui orang. Dia akan menjadi hebat media itu kalau punya wartawan yang bisa melakukan investigasi mendalam dengan berani," kata Mahfud, dalam keterangan resmi, Rabu 15 Mei 2024.

Dia menilai, adanya larangan jurnalis-jurnalis melakukan investigasi dan melarang media menyiarkan produk investigasi sama saja melarang orang melakukan riset. Mahfud merasa, keduanya sama walaupun berbeda keperluan.

"Masa media tidak boleh investigasi, sama saja itu dengan melarang orang riset, ya kan cuma ini keperluan media, yang satu keperluan ilmu pengetahuan, teknologi. Oleh sebab itu, harus kita protes, harus kita protes, masa media tidak boleh investigasi," ujar dia.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2008-2013 itu menyebut, hari ini konsep hukum politik semakin tidak jelas dan tidak utuh. Sehingga, pesanan-pesanan terhadap produk Undang-Undang (UU) yang bergulir hanya kepada yang teknis.

Padahal, dia menuturkan, jika ingin politik hukum membaik harusnya ada semacam sinkronisasi dari UU Penyiaran. Artinya, kehadiran UU Penyiaran harus bisa saling mendukung dengan UU Pers, UU Pidana, bukan dipetik berdasar kepentingan saja.

"Kembali, bagaimana political will kita, atau lebih tinggi lagi moral dan etika kita dalam berbangsa dan bernegara, atau kalau lebih tinggi lagi kalau orang beriman, bagaimana kita beragama, menggunakan agama itu untuk kebaikan, bernegara dan berbangsa," ucap Mahfud.

Di sisi lain, Mahfud prihatin karena UU yang menyangkut kepentingan publik seperti RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal tidak jelas kabarnya sampai hari ini. Padahal, sudah didorong oleh Mahfud ketika menjabat Menkopolhukam dulu.

"Saya tawar menawar itu dengan DPR, kata mereka mungkin UU Perampasan Aset bisa dibicarakan Pak, tapi kalau RUU Belanja Uang Tunai kalau itu dibatasi tidak bisa, kami tidak setuju," ungkapnya.

Berbeda, Mahfud berpendapat, UU Pembatasan Uang Kartal malah bagus untuk menghindari upaya-upaya suap atau tindakan korupsi. Sebab, semua transaksi yang dilakukan pejabat-pejabat negara, termasuk Anggota DPR, nantinya akan ketahuan.

Oleh karena itu, Mahfud ketika menjadi Menkopolhukam terus berkonsultasi ke Presiden. Setelah diminta jalan terus, Mahfud sudah pula membuat dan mengirimkan surat, bahkan berkali-kali mengingatkan DPR RI kalau surat secara resmi sudah diajukan.

"Saya ingatkan DPR, nih Anda minta kami ajukan surat, sudah kami ajukan surat, sampai sekarang tidak jalan, sudah lebih dari setahun, ditolak tidak disetujui tidak," papar Mahfud.

Kendati demikian, Mahfud mengatakan, tidak ada yang bisa dilakukan Menkopolhukam saat itu karena sudah jadi urusan DPR RI. Menurut Mahfud, Menkopolhukam, hanya bisa mengingatkan, tidak bisa mengambil keputusan karena keputusan ada di DPR RI.

"Celakanya, rakyat sebenarnya menjadi penonton di pinggir jalan, tapi mereka ini tidak sadar karena mereka bukan kaum yang mengerti, tidak mengerti bahwa mereka itu sedang dikerjai, hak haknya itu sedang dirampas, jadi rakyat diam saja," pungkas Mahfud.

 

5 dari 6 halaman

4. Kata Cak Imin soal RUU Penyiaran

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin berharap Rancangan Undang-Undang atau RUU Penyiaran terbaru mampu mengatasi tantangan jurnalisme dalam ruang digital tanpa mengancam kebebasan berekspresi.

"Pers adalah salah satu pilar demokrasi. Jika kebebasan pers dibatasi, artinya kita juga mengekang demokrasi. Maka dari itu, saya titipkan 8 agenda perubahan kepada presiden terpilih, Pak Prabowo, yang isinya dengan tegas meminta agar kualitas demokrasi diperkuat, sekaligus menjamin kebebasan pers. Kebebasan pers pada dasarnya adalah kontrol untuk hal yang lebih baik," kata Cak Imin, dalam keterangan resmi, Kamis (16/5/2024).

Saat ini, kata Cak Imin, RUU Penyiaran masih berupa draft sehingga masih ada waktu untuk menyerap dan mendengarkan aspirasi masyarakat dan media.

Dia menilai, melarang penyiaran program investigasi, sama saja dengan membunuh jurnalisme. Mengingat kabar-kabar pendek seperti breaking news atau info viral relatif sudah diambil alih media sosial. Maka, jurnalisme sangat diandalkan dalam melahirkan informasi yang panjang, lengkap, dan mendalam.

"Mosok jurnalisme hanya boleh mengutip omongan jubir atau copy paste press release? Ketika breaking news, live report bahkan berita viral bisa diambil alih oleh media sosial, maka investigasi adalah nyawa dari jurnalisme hari ini," ujar dia.

“Dalam konteks hari ini, melarang penyiaran program investigasi dalam draft RUU Penyiaran pada dasarnya mengebiri kapasitas paling premium dari insan pers, sebab investigasi tidak semua bisa melakukannya,” tambahnya.

Di sisi lain, Wakil Ketua DPR RI itu, memahami pentingnya kemampuan masyarakat dalam memilah berita yang kredibel di tengah gempuran banjir informasi melalui sosial media dan berbagai platform penyiaran.

"Revisi UU Penyiaran harus mampu melindungi masyarakat dari hoaks dan misinformasi yang semakin merajalela, tanpa mengamputasi kebebasan pers. Masyarakat juga berhak untuk akses terhadap informasi yang seluas-luasnya. Tidak Boleh ada sensor atas jurnalisme dan ekspresi publik," imbuh Cak Imin.

 

6 dari 6 halaman

5. Komisi I DPR RI Tampung Masukan

Draf Rancangan Undang-Undang atau RUU Penyiaran terbaru menuai polemik lantaran dinilai berbagai pihak memberangus kebebasan pers.

Salah satunya mengenai Pasal 50 B ayat 2 huruf C pada draf revisi UU Penyiaran yang melarang penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi I DPR Dave Laksono menyatakan keberatan dari publik akan menjadi masukan DPR.

"Apa yang menjadi ketakutan rekan-rekan ini akan menjadi masukan sehingga kita bisa menyempurnakan undang-undang dan bisa melayani dan melindungi masyarakat secara umum," kata Dave Laksono, Senin 13 Mei 2024.

Dave menyebut pemerintah tak ingin menghalangi kebebasan pers ataupun berpendapat masyarakat.

"Tidak ada sedikitpun dari pemerintahan Jokowi ataupun pemerintahan nantinya presiden Prabowo dan DPR akan memberangus hak-hak masyarakat dan kebebasan berpendapat apalagi informasi kepada masyarakat," kata dia.

Politikus Golkar itu menilai justru media harus terus mengawal kebijakan pemerintah.

"Justru media harus mengawal setiap kebijakan pemerintah agar tepat sasaran dan tidak ada penyelewenangan sedikit pun," pungkas Dave.