Liputan6.com, Jakarta Ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat mendadak riuh ketika Wakil Presiden RI ke-10 Jusuf Kalla (JK) memberikan kesaksian untuk terdakwa kasus korupsi eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan, Kamis (16/5/2024). Seisi ruang sidang langsung memberikan tepuk tangan yang meriah kepada JK.
Hal itu bermula saat JK yang dihadirkan sebagai saksi meringankan atau a de charge oleh Karen dalam perkara lanjutan kasus korupsi Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair tahun 2011-2021.
Baca Juga
JKÂ tengah menjelaskan perihal Perpres Nomor 5 tahun 2006 yang pada intinya memerintahkan Pertamina untuk harus menaikkan konsumsi gas lebih dari 30% dengan cara apa pun. Perpres itu muncul sehubungan dengan kondisi tahun 2005 krisis energi secara masif.
Advertisement
"Ini kan berdasarkan instruksi kata Bapak tadi kan?" tanya hakim anggota.
"Iya, instruksi," jawab JK.
"Itu yang saya kejar, instruksinya apa isinya?" tanya hakim.
"Instruksinya harus dipenuhi di atas 30 persen," ucap JK.
"Saya ikut membahas hal ini karena kebetulan saya masih di pemerintah saat itu," sambung JK.
Kemudian JK menegaskan dalam dunia bisnis ada dua hal yang digarisbawahi, yakni untung dan rugi. Namun apabila pada akhirnya ada BUMN yang merugi, dia tidak menapik kalau pihak yang bersangkutan harus dihukum.
"Jadi memang ada kebijakan, kebijakan dalam itu ya. Jadi Bapak tidak tahu apakah Pertamina itu merugi atau menguntung enggak tahu?" tanya hakim.
"Tidak...tidak. Tapi begini, boleh saya tambahkan. Kalau suatu kebijakan bisnis, langkah bisnis, cuma ada dua kemungkinannya, dia untung atau rugi. Kalau semua perusahaan rugi harus dihukum, maka seluruh BUMN karya harus dihukum, ini bahayanya. Kalau suatu perusahaan rugi harus dihukum," jelas JK.
Sontak ucapan Jusuf Kalla yang dirasa membela terdakwa langsung disambut tepuk tangan yang meriah oleh seluruh peserta sidang.
"Maka semua perusahan negara harus dihukum, dan itu akan menghancurkan sistem," JK menambahkan.
Hakim lantas langsung menegur para peserta sidang yang ada karena dianggap tidak etis selama proses sidang berlangsung.
"Tidak ada tepuk tangan di sini ya, karena di sini bukan menonton ya. Kita mendengar fakta di sini ya, tolong jangan bertepuk tangan dalam persidangan," tegur hakim anggota.
"Kalau memang benar keterangan saksi ini dipahami saja masing-masing ya, mohon, kami ya. Tidak perlu bertepuk tangan," lanjut hakim.
Â
JK Sebut Kerugian Negara Akibat Kasus Korupsi LNG Murni Urusan Bisnis
JK menilai kerugian kerugian negara akibat kasus korupsi Liquefied Natural Gas (LNG) oleh mantan Direktur Utama (Dirut) Pertamina, Karen Agustiawan, merupakan hal yang biasa saja. Sebab, menurut JK, hal tersebut biasa terjadi dalam urusan bisnis.
"Biasa aja, kalau semua harus untung ya bukan bisnis namanya," kata JK.
Menurut JK, kasus korupsi LNG Pertamina murni urusan bisnis, tidak akan selalu menguntungkan, terlebih bagi Karen selaku pembuat kebijakan.
Bahkan JK berpandangan dampak korupsi dari Karen tidak selalu masuk dalam kategori kriminal.
"Ya kalau pimpinan atau direktur membuat kebijakan, itu mestinya selama tidak menguntungkan dia sendiri, itu bukan kriminal, itu kebijakan. Selama tidak menguntungkan ya," jelas JK.
Â
Reporter: Rahmat Baihaqi
Sumber: Merdeka.com
Advertisement