Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan gugatan perdata perbuatan melawan hukum (PMH). Kali ini, agendanya adalah pemeriksaan setempat atau PS di The Sultan Hotel & Residence Jakarta, Jumat (17/5/2024).
Dalam perkara ini, Kementerian Agraria/Badan Pertanahan Nasional, Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK), Kementerian Sekretariat Negara dan Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Pusat sebagai tergugat. Sedangkan, Penggugat adalah PT Indobuildco, perusahaan milik Pontjo Sutowo.
Perkara terdaftar dengan nomor perkara perbuatan melawan hukum yaitu 667/Pdt.G/2023/PN Jkt.Pst.
Advertisement
Hakim Ketua Sidang, Zulkifli Atjo hadir. Dia menjelaskan, kedatangannya sekedar mengecek Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) bernomor 26 dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) bernomor 27 dan HPL Nomor 1/Gelora.
"Seusai jadwal persidangan bahwa hari ini adalah pemeriksaan setempat tentang SHGB nomor 26 27 yang didalilkan penggugat dan HPL Nomor 1/Gelora yang didalilkan tergugat," kata Zulkifli kepada wartawan, Jumat (17/5/2024).
Zulkfili membuka sidang. Dia langsung bertanya kepada kedua belah pihak terkait obyek perkara.
"Ini kedudukan penggugat berada di sini? Ini dalam lokasi HGB no 26 dan HGB no 27," tanya Zulkifli.
"Iya," jawab penggugat.
"HPL Nomor 1/Gelora berada di mana?," tanya Zulkifli.
"Di sini," jawab tergugat
Usai mendapat jawaban itu, Zulkifli lantas mengakhiri persidangan. Selanjutnya, Zulkifli menyampaikan, sidang dengan agenda kesimpulan dijadwalkan 29 Mei 2024.
"Kita tidak panjang-panjang pak, kita datang ke sini kita sepakati SHGB 26, SHGB 27 di sini ya. Itu aja. Kita gak menunjuk barat timur engga. Kita mau pastikan bahwa di Hotel Sultan ini berdiri di atas tanah SHGB 26, 27 dan HP 01," ujar dia.
Bukti Kuat
Terpisah, Kuasa Hukum PPKGBK Kharis Sucipto menerangkan, Kementerian Sekretariat Negara mengantongi bukti kuat terkait legalitas atas tanah dan bangunan yang disengketakan yaitu lahan di tempat berdirinya The Sultan Hotel & Residence Jakarta.
"Itu yang menjadi materi perkara dalam gugatan ini," kata Kharis kepada wartawan di lokasi, Jumat (17/5/2024).
Kharis kemudian membeberkan, riwayat tanah HPL Nomor 1/Gelora, juga asal-usul penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) bernomor 26 dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) bernomor 27.
Dia membeberkan, HPL Nomor 1/Gelora terbit sejak dibebaskan tanah tersebut oleh pemerintah dan diganti rugi pada saat diselenggarakannya Asean Games keempat.
Di mana, pemerintah melalui Komando Urusan Pembangunan Asian Games (KUPAG) membebaskan dan menganti rugi tanah yang mencakup tanah atau bidang tanah di mana The Sultan Hotel & Residence Jakarta saat ini berdiri.
"Itu dilakukan pada tahun 1958 sampai 1962," ujar Kharis.
Kharis mengatakan, GBK pernah mengajukan permohonan sertifikasi terhadap seluruh tanah-tanah yang dibebaskan dan diganti oleh pemerintah, termasuk kawasan Hotel Sultan berdiri.
"Pada saat itu PT Indobuildco belum berdiri, jadi sudah diajukan pensertifikatan itu," ujar dia.
Kharis mengatakan, PT Indobuilco berdiri dan mengajukan permohonan kepada Gubernur DKI Jakarta untuk membangun hotel dan menggunakan tanah pada 7 Januari 1971.
"PT Indobuildco memohon izin kepada gubernur untuk membangun hotel dan menggunakan tanah," ujar dia.
Kharis mengatakan, Gubernur DKI mengeluarkan izin kepada PT Indobuildco untuk membangun hotel.
"Yang dimohonkan dan menggunakan tanah seluas kurang lebih 13 hektar dalam bentuk keputusan gubernur pada saat itu, ujar dia.
Kharis mengatakan, dalam surat keputusan gubernur tentang pemberian izin, penggunaan tanah dan pembangunan hotel pada PT Indobuildco memuat hak dan kewajiban PT Indobuildco.
Dicantum kewajiban-kewajiban PT Indobuildco dalam menggunakan tanah, antara lain membayar royalti penggunaan tanah, dan menyumbang sebuah conference hall bertaraf internasional kepada pemerintah sebagai kewajiban dari PT Indobuildco dalam penggunaan tanah.
"Itulah yang merupakan perikatan antara pemerintah dengan PT Indobuildco dalam penggunaan tanah HPL 1/Gelora. Jadi ada hak kewajiban di sana," ujar dia.
Kharis mengatakan, PT Indobuildco melakukan pengurusan hak atas tanah di atas tanah yang dibebaskan pemerintah dengan izin gubernur tersebut, sehingga terbiltah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) bernomor 20/Gelora atas nama PT Indobuildco.
"Pemberian HGB berdasarkan izin gubernur bukan karena PT Indobuildco membebaskan tanag atau menganti rugi tanah atau mendapat hibah atau warisan atau perbuatan hukum lain. Semata-mata karena izin dari gubernur yang didalam sudah membuat hak dan kewajiban PT Indobuildco dengan jangka waktu 30 tahun," ujar dia.
Kharis mengatakan, PT Indobuildco melakukan pemecahan pada HGB 20 menjadi dua sertifikat yaitu Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) bernomor 26 dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) bernomor 27 dan terbit di tahun 1973.
"Jadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) bernomor 26 dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) bernomor 27 memiliki asal HGB yaitu 20/Gelora," ucap dia.
Advertisement
Sertifikasi
Kharis menerangkan, proses sertifikasi terhadap permohonan sertifikasi berjalan terus. Akhirnya terbit pengadministrasi sertifikasi HPL Nomor 1/Gelora yang mencakup tanah eks Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) bernomor 26 dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) bernomor 27.
Kharis menyebut, didalam diktum HPL Nomor 1/Gelora dituliskan bahwa HGB yang masih ada jangka waktunya pada saat sertifikat ini diterbitkan menjadi bagian HPL Nomor 1/Gelora pada saat berakhirnya HGB tersebut.
"HGB 26 dan HGB 27 telah berakhir jangka waktunya 3 Maret 2023 dan 3 April 2023," ujar dia.
Selain itu, Kementerian Keuangan pada tahun 2010 mengeluarkan keputusan yang menetapkan HPL Nomor 1/Gelora sebagai barang milik negara pada sekretariat negara.
"Jadi disamping HPL Nomor 1/Gelora kepemilikan pada sekretariat negara juga sudah ditetapkan sebagai barang milik negara," ujar dia.
Â