Liputan6.com, Jakarta Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengevaluasi tata kelola kebijakan pembiayaan pendidikan perguruan tinggi.
Pasalnya, Uang Kuliah Tunggal (UKT) terkini naik signifikan dan tidak mempertimbangkan kemampuan orang tua mahasiswa.
Baca Juga
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih Fikri menegaskan, pendidikan adalah hak anak bangsa tanpa memandang status ekonomi dan sosial.
Advertisement
"Kami mendesak Kemendikbudristek memberi solusi dengan memperbaiki tata kelola pembiayaan pendidikan di perguruan tinggi. Jangan sampai (kenaikan UKT) membebani mahasiswa sampai tidak mampu kuliah lagi," kata Fikri dalam keterangannya, Sabtu (18/5/2024).
Fikri berharap pemerintah memperbesar kuota beasiswa, baik jalur tidak mampu dan prestasi.
Selain itu, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengingatkan untuk mempertajam pengawasan kebijakan pendidikan tinggi. Hal ini menjadi sorotannya lantaran demi menjaga mutu pendidikan perguruan tinggi agar tetap berimbang serta berkualitas.
"Kemendikbudristek perlu untuk memperbesar kuota beasiswa baik jalur tidak mampu dan prestasi," kata Fikri.
Diketahui, Perwakilan dari Aliansi BEM SI mendatangi Komisi X DPR RI terkait polemik implementasi Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024. Di mana perangkat aturan tersebut mengakibatkan nilai biaya UKT yang dibebankan kepada mahasiswa semakin berat tanpa mempertimbangkan kemampuan finansial gaji orang tua.
Selain itu, Permendikbud ini juga berdampak terjadinya komersialisasi pendidikan tinggi. Padahal, negara telah mengamanatkan lewat UUD 1945 bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan.
Pemerintah Harus Mencerdaskan Anak Bangsa, Bukan Membebankan
Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKS Fahmy Alaydroes menegaskan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) harus mengubah paradigma dalam menentukan pembiayaan di pendidikan tinggi atau kampus.
Tanpa perubahan paradigma, sebutnya, kebijakan akan tidak berlandaskan pada amanat UUD 1945. Fahmi mengingatkan pemerintah harus meninjau ulang Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024.
"Pemerintah sepertinya tidak menganggap perguruan tinggi untuk melahirkan sarjana yang memiliki intelektualitas. Padahal, negara sudah mengamanatkan soal pendidikan ini dalam konstitusi negara. Indonesia ini harusnya mencerdaskan bangsa, bukan bikin beban (naiknya UKT)," kata Fahmi dalam keterangannya, Sabtu (18/5/2024).
Diketahui, sebagian besar universitas di Indonesia mengalami kenaikan UKT secara signifikan hingga mencapai 300-500 persen. Tidak hanya nilai UKT, kenaikan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) juga terjadi secara signifikan.
Politikus Fraksi PKS itu menyampaikan pemerintah juga perlu kaji ulang terkait pembagian dari alokasi 20 persen dari APBN untuk sektor pendidikan.
"Kita (Komisi X DPR) perlu pastikan pendidikan tinggi memiliki pertumbuhan secara kualitas juga. Jadi, kita harus pastikan dan awasi 20 persen anggaran untuk pendidikan sudah efektif dan efisien berjalan atau belum," pungkas Fahmi.
Advertisement