Liputan6.com, Jakarta - Kasus pembunuhan Vina di Cirebon, Jawa Barat yang kembali viral karena masuk ke layar lebar dan tiga pelaku pembunuhannya masih buron menjadi sorotan. Salah satunya dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
"Komnas HAM mengaku prihatin sebab belum tertangkapnya tiga pelaku kasus pembunuhan di Cirebon yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) yaitu Sdr. Pegi alias Perong, Sdr. Andi, dan Sdr. Dani," kata Koordinator Subkomisi Penegakan HAM, Uli Parulian Sihombing melalui siaran pers yang diterima pada Selasa (21/5/2024).
Baca Juga
Uli mengatakan, pihaknya sempat menerima pengaduan yang disampaikan salah satu pengacara pelaku pada 13 September 2016. Isinya mengenai dipaksa sebagai pelaku dalam kasus pembunuhan Vina dan kekasihnya, Eky.
Advertisement
"Komnas HAM menerima pengaduan dari kuasa hukum Hadi Saputra, Suprianto, Eko Ramadani, dan Saka Tatal. Isu yang diadukan mengenai dugaan penghalangan bertemu dengan keluarga dan kuasa hukum, pemaksaan pengakuan sebagai pelaku, serta dugaan penyiksaan," ujar Uli.
Menindaklanjuti pengaduan tersebut, Komnas HAM telah meminta klarifikasi Irwasda Polda Jawa Barat melalui surat Nomor 0.131/K/PMT/I/2017 tertanggal 20 Januari 2017. Dalam surat tersebut, Komnas HAM meminta Irwasda Polda Jawa Barat untuk melakukan pemeriksaan kepada penyidik yang diduga melakukan penyiksaan dan penghalang- halangan kunjungan keluarga; memprosesnya secara disiplin dan tindak pidana bagi pelaku penyiksaan.
"Sebab payung hukum menjamin hak-hak tersangka sesuai dengan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan KUHAP serta memenuhi standar penanganan anak dalam hukum," jelas dia.
Maka karena itu, sebagai salah satu upaya memastikan penegakan hukum atas kasus tersebut, Komnas HAM kembali bersurat resmi pada 20 Mei 2024 ke Polda Jawa Barat untuk meminta keterangan mengenai perkembangan pencarian 3 orang yang telah ditetapkan sebagai buron dalam kasus pembunuhan Vina dan kekasihnya, Eky.
"Komnas HAM juga meminta Polda Jawa Barat memberi keterangan tindak lanjut dan proses hukum 3 DPO dan memastikan pelindungan dan pemenuhan hak atas keadilan dan kepastian hukum terhadap keluarga korban," tandas Komnas HAM.
Mantan Kabareskrim Ito Sumardi Angkat Bicara Soal 3 Buronan Kasus Pembunuhan Vina Cirebon
Mantan Kabareskrim Polri Komjen (Purn) Ito Sumardi turut angkat bicara terkait dengan ramainya tiga buronan kasus pembunuhan pasangan kekasih Vina dan Eki yang terjadi di Cirebon, Jawa Barat, pada 2016 silam.
Menurutnya, masyarakat harus bersabar menunggu proses penyidikan kasus yang dilakukan Polda Jawa Barat. Agar menghindari dugaan-dugaan tak mendasar dalam kasus ini.
"Saya kira kita perlu menunggu proses penyidikan, sambil menunggu kita harus menghindari sangkaan kepada orang yang tidak didukung dengan bukti yang cukup. Karena ini memiliki konsekuensi hukum," ujar Ito, dalam keteranganya, Senin (21/5/2024)
Sebab, kata Ito, kasus pembunuhan Vina Cirebon yang telah mendapat asistensi Bareskrim Polri bukan suatu hal mudah. Karena peristiwa pembunuhan itu terjadi pada Agustus 2016 atau sekitar 8 tahun yang lalu.
Sehingga, kasus Vina telah menjadi tantangan tersendiri bagi penyidik. Bagaimana harus merunut dan memerlukan ketelitian guna menelusuri kembali kasus tersebut.
"Tentunya Polda harus meruntut dari kejadian 8 tahun yang lalu yang memang tidak mudah. Karena penyidiknya sudah pindah, pimpinan yang sudah pindah, dan juga banyak faktor yang bisa terjadi distorsi," jelasnya.
Oleh sebab itu, Ito mengingatkan agar masyarakat tidak sembarangan menimbulkan pelbagai spekulasi di media sosial dan menunggu informasi resmi dari aparat yang berwenang.
"Kalau kita mengatakan seolah-olah orang itu terlibat tapi belum didukung oleh bukti-bukti tentunya ada konsekuensi hukum," tuturnya.
Â
Advertisement
Cerita Saka Tatal, Terpidana Kasus Vina Cirebon Yakin Jadi Korban Salah Tangkap
Kasus pembunuhan Vina Cirebon dan kekasihnya Eki yang terjadi pada 2016 silam kembali menjadi sorotan publik usai filmnya dirilis. Satu per satu pihak dari terdakwa mulai angkat bicara mengenai fakta yang terjadi.
Seperti yang diungkapkan Saka Tatal, salah seorang terdakwa yang mendapat vonis hukuman 8 tahun penjara dan kini sudah bebas. Saka Tatal merupakan terdakwa yang saat itu dibawah umur.
Saka Tatal mengaku tidak mengenal Eky dan Vina yang menjadi korban pembunuhan. Saat kejadian malam, ia mengaku sedang berada di rumahnya.
"Saya sedang ada di rumah bersama kakak dan paman saya,"ungkapnya saat kepada wartawan di Cirebon, Sabtu petang (18/5/2024).
Ia berulang kali menegaskan bahwa tidak mengenal sama sekali dengan korban Eky dan Vina. Saka Tatal ikut ditangkap polisi beberapa hari setelah kejadian bersama terdakwa yang lain.
Namun, sesaat sebelum ditangkap, Ia mengaku disuruh oleh paman untuk mengisi bensin motornya. Namun, setelah itu, tanpa ada penjelasan, Saka Tatal ikut dibawa oleh polisi.
"Sebelum saya ditangkap Polisi, saya disuruh paman mengisi bensin motornya. Selesai dari SPBU, saya pulang mau ngembaliin motor. Pas nyampe di rumah sudah ada Polisi dan langsung ditangkap tanpa penjelasan apapun langsung dibawa ke Polres Cirebon Kota,"sebutnya.
Setelah dibawa ke kantor polisi, Ia mengaku mengalami tindak kekerasan fisik oleh petugas. Saka disuruh mengakui perbuatan yang sebenarnya dia tidak melakukan sama sekali.
"Saya dipukulin, ditendang, disiksa segala macam. Bahkan saya juga sampai disetrum sama bapak Polisi semua. Karena enggak kuat disiksa, akhirnya saya terpaksa mengakui bahwa saya ikut dalam kasus pembunuhan itu. Terus disuruh mengakui yang tidak saya lakukan (pembunuhan)," katanya
Salah Tangkap
Saka Tatal mengaku tidak mengenal nama tiga orang DPO yang membunuh Eky dan Vina. Bahkan, Saka mengaku belum pernah bertemu sama sekali dengan DPO yang dirilis oleh Polda Jabar.
Pada kesempatan yang sama, Saka menegaskan bahwa dirinya bukan anggota geng motor. Ia mengaku menjadi korban salah tangkap dalam peristiwa pembunuhan Eky dan Vina.
"Saya bukan anggota geng motor, saya enggak punya motor sama sekali,"ucapnya.
Meski telah dibebaskan, Saka meminta agar nama baiknya agar dapat kembali pulih dari vonis terdakwa yang selama ini dituduhkan kepadanya.
"Nama saya sudah jelek akibat kasus ini,"pungkasnya.
Sementara itu, Titin Prialianti yang menjadi kuasa hukum Saka Tatal dan Sudirman mengungkapkan rasa kecewa terhadap vonis yang diberikan kepada kliennya.
"Ini para terdakwa yang selama ini berada di dalam sel bukan pelaku pembunuhan," ujar Titin di depan para awak media, Sabtu (18/5/2024).
Titin mengaku kecewa karena dalam tuntutan korban meninggal karena tusukan di dada dan perut. Tetapi, hasil visum atau autopsi tidak ada luka akibat tusukan benda tajam.
Titin juga menjelaskan, bahwa pakaian yang dikenakan korban Eky saat diperlihatkan di persidangan masih dalam kondisi utuh. Fakta persidangan, Titin semula yakin bahwa klien nya akan bebas dari hukuman.
"Semua kuasa hukum terdakwa melihatnya. Jadi kami semua melihat baju yang diperlihatkan di persidangan dan saat dilakukan autopsi baju itu kan dikubur dan diangkat kembali secara utuh, tidak ada bekas bolongan atau tusukan samurai yang disebut dalam tuntutan pendek dan samurai panjang,"
Menurut Titin, dalam fakta persidangan terdapat perbedaan antara tuntutan dan hasil visum yang sangat mencolok. Lebih lanjut, Titin menyoroti bahwa kematian korban digambarkan sama, yaitu karena benturan di belakang kepala tanpa adanya sabetan.
"Sekali lagi kami sampaikan, kami berbicara fakta persidangan, kalau rekayasa saya tidak tahu, karena saat BAP tidak didampingi oleh kami, kita berbicara fakta persidangan. Sangat tidak sesuai antara antara tuntutan dengan fakta visum dan forensik," katanya.
Titin menambahkan, dalam persidangan juga tidak pernah dibahas soal pemerkosaan.
Advertisement