Liputan6.com, Jakarta - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V di Beach City International Stadium Ancol, Jakarta, 24-26 Mei 2024. Banyak yang menanti keputusan partai banteng moncong putih apakah akan berada di dalam atau luar pemerintahan Prabowo-Gibran?
Dalam pidato pembukaan Rakernas, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri berbicara banyak hal. Mulai dari kerusakan demokrasi, kecurangan pemilu, TNI-Polri dibawa ke politik praktis, hingga pentingnya check and balance dalam sebuah pemerintahan.
Baca Juga
Megawati juga mengutip pernyataan Presiden Soekarno terkait kesabaran revolusioner, bahwa elemen partai harus selalu solid untuk meraih kemenangan.
Advertisement
"Kita terus bergerak, bergerak, solid bergerak, solid bergerak, terus, terus, maju terus, maju terus. Tidak pantang mundur, untuk apa? Mencapai kemenangan," ujar Megawati dalam rapat kerja nasional (Rakernas) V PDIP, Jumat (24/5/2024).
"Supaya rakyat bisa menjadi benar-benar mempunyai kedaulatan rakyatnya," sambungnya.
Megawati menegaskan, seluruh kader PDIP harus solid, jika tidak, ia tegaskan kader tersebut untuk keluar dari partai.
"Partai kami adalah partai yang mempunyai keteguhan dan kesabaran yang luar biasa. Siapa yang enggak mau ngikut? Ya iyalah, udah enggak zona nyaman, zona nyaman melulu," ujar Megawati.
"Sebagai partai yang memiliki sejarah panjang di dalam memperjuangkan demokrasi, kita tetap menempatkan penting adanya check and balance, bahwa demokrasi memerlukan kontrol dan penyeimbang," ucapnya.
Oposisi Pilihan Rasional
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komaruddin menilai pilihan rasional bagi PDIP saat ini memang sebagai oposisi. Pertama, karena pemerintah butuh sparring partner, butuh pihak yang mengontrol dan mengawasi pemerintahan. Kedua, PDI Perjuangan telah teruji sebagai oposisi yang kuat, lincah, dan keras.
"Ketiga, kalau PDI Perjuangan masuk ke Prabowo-Gibran, tidak dianggap konsisten. Karena memusuhi Jokowi, tidak akrab dengan Jokowi, tapi kok menerima Gibran anaknya," kata Ujang kepada Liputan6.com, Jumat (24/5/2024).
Ia melanjutkan, jika PDIP memilih oposisi, maka demokrasi Indonesia berjalan dengan sehat. PDI Perjuangan bisa mengkritisi, mengawasi, mengontrol jalannya pemerintahan agar tidak salah jalan.
Dan tentu, kata Ujang, itu sesuai dengan harapan konstituen, harapan pemilih yang ingin di luar pemerintahan agar bisa bersama-sama dengan rakyat.
"Nah minusnya kalau oposisi, mungkin akan dimusuhi oleh partai-partai koalisi pemerintah. Minusnya lagi mungkin bisa jadi ke depan akan dikerjai," tambahnya.
Peneliti Senior Populi Center, Usep Saepul Ahyar, menilai PDIP adalah partai yang cenderung konsisten. Dan di antara partai-partai yang ada saat ini, PDIP memang paling diharapkan jadi penyeimbang.
"PDI Perjuangan sebelumnya pernah 10 tahun oposisi (era SBY), kemudian secara elektoral juga melambung didukung oleh rakyat. Saya kira mungkin kalau melakukan itu dengan konsisten, dia akan mendapat dukungan penuh dari masyarakat," kata Usep kepada Liputan6.com, Jumat (24/5/2024).
"Memang kerugiannya mungkin tidak mendapatkan posisi di pemerintahan. Tapi, kalau tidak ada oposisi, saya kira syarat demokrasi akan berkurang. Kekuasaan juga tidak ada yang mengontrol. Itu kenapa oposisi itu penting. PDI Perjuangan diharapkan potensi untuk itu," ucapnya.
Sementara Akademisi Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan bila PDIP mampu membangun karya sebagai oposisi yang baik selama 5 tahun ke depan, maka semestinya dalam siklus politik akan terjadi upaya pembalikan pilihan oleh publik.
"Dari pemerintahan yang berjalan mungkin banyak kesalahan, dan keuntungan akan didapat oleh PDIP melalui bonus elektoral 5 tahun ke depan sepanjang PDIP betul-betul mengalokasikan dirinya menjadi oposisi yang baik dan bekerja untuk memastikan kehendak rakyat berada di jalur yang semestinya," kata Feri kepada Liputan6.com, Jumat (24/5/2024).
Sebaliknya, jika PDIP gabung pemerintahan, maka akan sangat besar perahunya, keuntungan mungkin akan sangat didapat oleh partai-partai di sisi terdekat pemerintah dan bukan tidak mungkin ini kerugian besar bagi PDIP karena ikut melanggengkan otoritarian.
"Dan biasanya pemerintahan dengan koalisi besar akan membangun pemerintahan yang menyimpang dan di luar kewajaran, dan tidak akan berpihak kepada rakyat. Jadi memang, pilihan PDIP semestinya harus oposisi," ucap Feri.
Megawati: Demi Kebenaran dan Keadilan, Saya Sekarang Provokator
Megawati menyebut terjadi kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif pada pemilihan umum (Pemilu) 2024. Adanya kecurangan tersebut, ia menyatakan siap dan berani menjadi provokator demi kebenaran dan keadilan.
"Kita tahan banting kok, berani apa tidak? Takut apa tidak? Berani apa tidak? Takut apa tidak? Berani apa tidak? Takut apa tidak?" tanya Megawati kepada peserta Rakernas PDIP.
"Nanti katanya saya 'Bu Mega provokator' iya, saya sekarang provokator. Demi kebenaran dan keadilan," sambungnya.
Megawati menyebut, Pemilu 2024 telah terjadi anomali ketika kecurangan secara TSM yang dibilang tak terjadi. Bahkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga mengeklaim tak terjadi kecurangan.
"Anomali itu tidak bisa diprediksi, bisa terjadi seperti begitu saja, meledak begitu, daaannng, begitu. Nah akibat apa? kecurangan secara struktur, sistematis, dan masif, yang disebut TSM," ujar Megawati.
Megawati juga menyampaikan terima kasih kepada rakyat Indonesia yang telah memilih partai banteng moncong putih pada Pemilu 2024. Hal tersebut membuat PDIP menjadi pemenang pemilu tiga kali berturut-turut.
"Selaku ketua umum partai dan atas nama PDI Perjuangan kami mengucapkan beribu-ribu terima kasih kepada seluruh rakyat Indonesia, yang dengan penuh semangat dan kecintaannya selalu mendukung PDI perjuangan hingga tetap berdiri tegak tetap menjadi pemenang pemilu legislatif tiga kali berturut-turut," kata Megawati sambil terisak.
Dia mengungkapkan, prestasi tersebut dapat dicapai lantaran PDIP memiliki api perjuangan yang tak pernah padam. Sumber ini yang selalu menjadi penyemangat dan cahaya terang di dalam menghadapi kegelapan demokrasi.
Advertisement
Bicara Kerusakan Demokrasi
Megawati juga menyinggung soal kerusakan demokrasi dalam (Pemilu) 2024. Menurutnya, telah banyak akademisi bahkan guru besar yang menyatakan bahwa pemilu 2024 menjadi yang terburuk dalam sejarah demokrasi di Indonesia.
"Pemilu ini sering dinyatakan sebagai pemilu paling buruk dalam sejarah demokrasi, penyataan ini banyak dinyatakan oleh para akademisi dan para tokoh masyarakat sipil, guru besar, hingga seniman, budayawan. Dan paling begitu menyedihkan bagi saya adalah terjadinya pengingkaran terhadap hak keadaulatan rakyat itu sendiri," kata Mega.
Hal ini, lanjut Mega, dibuktikan dengan adanya prakitik-praktik penyalahgunaan kekuasaan seperti halnya penggunaan aparat negara dan adanya intimadisi hukum.
"Ini dibuktikan melalui praktik penyalahgunaan kekuasaan dengan menggunakan sumber daya negara demi elektoral, intimidasi hukum terjadi atas nama kekuasaan, berbagai kerusakan demokrasi inilah yang disoroti oleh tiga Profesor di MK melalui dissenting opinon mereka," ucapnya.
Mega juga sempat menyinggung sejarah terbentuknya Mahkamah Konstitusi (MK). Dia menyebut, MK merupakan barang bagus yang dirinya bentuk.
Namun, Mega menilai, saat ini peran MK tidak digunakan dengan baik. Dia pun menyinggung adanya putusan perkara nomor 90 syarat calon presiden dan wakil presiden.
"MK itu saya yang mendirikan loh, coba bayangkan kok barang yang saya bikin itu digunakan tapi tidak dengan makin baik," kata Megawati.
Padahal, saat ingin membentuk MK dirinya mencari gedung dan lokasi yang tepat untuk MK. Dan akhirnya diputuskan untuk berada di ring 1 Istana.
Megawati menjelaskan, alasan akhirnya gedung MK berada di ring 1 Istana agar hakim-hakim MK menjadi hakim yang berwibawa dan tak gampangan.
Akan tetapi, hal tersebut tak dilakukan oleh hakim-hakim MK saat ini. Dia pun mempertanyakan kesalahan siapa atas terjadinya hal tersebut.
"Coba sampe saya cari akhirnya dapat keren tempatnya yaitu saya bilang masuk ring 1 Istana apa artinya? Dia adalah tempat yang harus dijaga ring 1 Istana itu saya tahu adalah tempat-tempat yang harus dijaga artinya supaya dia berwibawa enggak gampang-gampang, ini yang salah siapa hayo?" tanya Mega.
Sayangkan Reformasi Jadi Kabur, TNI-Polri Dibawa Berpolitik Praktis
Megawati mengingatkan perjuangan hingga reformasi bisa lahir dan terwujud. Ia lantas membandingkannya dengan siatuasi anomali demokrasi yang terjadi saat ini, khususnya terkait Pilpres 2024.
Menurut Megawati, Reformasi lahir lantaran ada pemerintahan otoriter dan keinginan mewujudkan demokrasi.
“Reformasi lahir sebagai koreksi menyeluruh terhadap watak pemerintahan otoriter, untuk mewujudkan negara hukum yang demokratis. Dalam proses ini, partai politik, pers, supremasi hukum, sistem meritokrasi, dan Pemilu yang jurdil harus hadir sebagai satu ekosistem demokrasi,” kata Megawati.
Dia menyebut, bagaimana reformasi dan saat dirinya menjabat sebagai Presiden, ada pemisahan TNI dan Polri dan menciptakan lembaga yang lebih profesional dan bersikap netral dalam setiap pesta demokrasi.
“Dalam masa kepemimpinan saya sebagai Presiden ke-5 Republik Indonesia, reformasi telah memisahkan TNI dan POLRI. Kedua lembaga negara ini dituntut profesional, melepaskan dirinya dari Dwigungsi ABRI, dan bersikap netral dalam setiap pesta demokrasi,” tutur Megawati.
Dia pun teringat saat menerima penugasan untuk memisahkan TNI dan Polri tersebut, saat itu ABRI selama Orde Baru digunakan sebagai mesin politik melalui fungsi sosial politiknya.
“Pemisahan ini, jangan lupa ini keputusan MPR. TAP MPR-nya ada. Dilakukan sebagai kehendak rakyat. Dalam proses itu saya berharap agar TNI dan Polri dapat belajar dari para seniornya,” ungkap Megawati.
Dia pun menjelaskan, TNI-polisi harus bisa belajar dari Panglima Besar Jenderal Sudirman yang disebutnya sangat sederhana sekali. Kemudian ada sosok seperti Oerip Sumohardjo, Gatot Subroto dan lainnya.
“Menurut saya mereka orang yang punya karakter,” kata Megawati.
Sementara itu, lanjutnya, di Polri ada sosok Jenderal Pol Hoegeng yang juga sederhana. Di mana dia mengenal kepribadiannya. “Kapan polisi seperti Pak Hoegeng lagi ya?,” tanya Megawati.
Namun menurutnya, kondisi ideal yang dituju itu kini malah terancam. Menurutnya, saat ini ada indikasi kuat intimidasi oleh aparat ke sejumlah pihak. Bahkan sampai TNI dan Polri dibawa lagi ke politik praktis.
“Sebagaimana kita rasakan dalam pilpres yang baru saja berlalu. Saya itu sedihnya gitu, saya ini presiden ketika pemilu langsung pertama dan berhasil. Sekarang pemilunya langsung tapi kok jadi abu-abu,” kata Megawati.
Advertisement
Singgung Sikap PDIP di Pemerintahan ke Depan
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyinggung soal sikap partainya terhadap pemerintahan ke depan. Megawati pun mengatakan, suara akar rumput partai akan didengarkan.
"Bagaimana sikap PDIP terhadap pemerintah ke depan? tentu harus dicermati dengan seksama, partai harus mendengarkan semua, suara akar rumput dari yang berteriak teriak sampai yang sayup sayup. Dan terus berjuang bagi terlembaganya demokrasi yang sehat, inilah bagian dari skala prioritas kita di rakenas ke 5 ini," kata Megawati.
Dia mengatakan, apa yang dipikirkannya saat ini adalah lebih pada tanggung jawab agar perekonomian rakyat mendapat perhatian serius. Perekonomian, lanjut Megawati, jangan dipersempit bukan hanya mengundang investor, sebab perekonomian bersentuhan dengan rakyat untuk mendapat pekerjaan, hidup layak, pangan terjangkau, dan merancang jalan Indonesia yang tentunya dapat berdiri di kaki sendiri.
Ia mengungkapkan, sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN, telah menginstruksikan untuk memberi perhatian terhadap tumbuhan yang ada di Indonesia. Dalam kurun waktu selama 6 bulan, jumlahnya mencapai telah 2 jutaan lebih dan ini akan terus berkembang hingga menjadi pohon besar.
"Apakah itu bukan potensi bahwa kita sebenarnya benar dapat berdiri di atas kaki sendiri, mempergunakan kekuatan kita, bukan hanya menengadahkan tangan kepada orang luar, bukannya saya anti anti anti investor, tidak, tetapi kerjakan dulu yang ada di dalam negeri, baru kalau dikiranya kita tidak bisa, maka kita dengan harga diri dan terhormat meminta untuk teman-teman kita yang berada di dunia luar itu, namanya apa kehormatan sebagai sebuah bangsa saudara-saudara," kata Megawati.
Megawati mengatakan, sebagai parpol yang punya sejarah panjang di dalam memperjuangan demokrasi, PDIP tetap menempatkan pentingnya check and balance, yakni demokrasi memerlukan kontrol dan penyeimbang.
"Namun kita juga tidak menafikkan dalam politik mengandung esensi untuk selalu mendapatkan kekuasan, hanya bedanya yaitu strategi dan cara untuk mendapat kekuasaan lah yang membedakan kita dengan yang lainnya," kata dia.
Megawati menambahkan, dalam menghadapi tantangan yang tidak mudah ke depan, demokrasi semakin memerlukan penopang masyarakat sipil yang kuat, pers yang handal lalu bebas tapi terukur.
"Bukan bebas liberalisme, termaktub dalam Pancasila dan mengabdi pada upaya mencerdasan bangsa, demokrasi juga memerlukan parpol politik sehat dan terlembaga," tandas Megawati.