Sukses

Jokowi Panggil Nadiem Makarim, Bahas soal Kenaikan UKT

Sebelum bertemu dengan Jokowi, Nadiem Makarim memastikan pihaknya segera turun ke lapangan mengevaluasi terhadap kasus kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang terjadi di beberapa universitas.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi memanggil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim ke Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (27/5/2024). Nadiem mengatakan dirinya akan melaporkan sejumlah isu terkait pendidikan, salah satunya soal polemik kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT).

"Bahas beberapa isu pendidikan mau lapor Pak Presiden," kata Nadiem sebelum bertemu Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (27/5/2024).

"Iya, (termasuk UKT), ada beberapa isu," sambungnya.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim menegaskan, pihaknya akan segera turun ke lapangan mengevaluasi terhadap kasus kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang terjadi di beberapa universitas. Hal itu dia sampaikan, saat rapat kerja dengan Komisi X DPR RI di Senayan, Jakarta, Selasa, 21 Mei 2024.

"Kami sangat setuju karena dan karena itu kami akan turun ke lapangan, kami akan mengevaluasi kembali. Pertama, kenaikan-kenaikan yang tidak wajar itu yang akan pertama kami evaluasi," kata Nadiem.

Selain itu, pihaknya juga akan memastikan proses naik banding bagi mahasiswa yang mungkin merasa tidak di dalam tangga UKT yang tepat bakal terlaksana dengan baik.

"Untuk melindungi mahasiswa-mahasiswa yang ingin menyuarakan pendapatnya secara tertib untuk melindungi mereka dari misalnya tadi ancaman baik dari dilaporkan ke polisi atau kehilangan atau diancam kehilangan kipk-nya itu akan menjadi tanggung jawab kami untuk memastikan bahwa itu tidak terjadi," ujar dia.

"Ini adalah hak mahasiswa untuk protes untuk mengkritik dan juga untuk datang ke DPR untuk bisa ataupun Kementerian untuk bisa menyuarakan pendapatnya jadi ini penting sekali untuk ini," sambung dia. 

2 dari 3 halaman

Sulitkan Proses Pengawasan

Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengatakan, distribusi anggaran pendidikan dari APBN sebagai mandatory spending terlalu luas persebarannya sehingga menyulitkan proses pengawasan. 

Kondisi ini memicu rendahnya efektifitas anggaran pendidikan 20% dari APBN dalam memberikan layanan pendidikan yang murah dan berkualitas bagi masyarakat dari semua kalangan.

Anggaran pendidikan 20% dari APBN digunakan untuk tiga komponen belanja yakni belanja pemerintah pusat, untuk transfer ke daerah dan dana desa, serta pembiayaan anggaran. Ada belasan kalau tidak puluhan kementerian, lembaga, atau entitas yang mendapatkan jatah anggaran pendidikan ini,” ujarnya.

Ironisnya, lanjut Huda, Kemendikbud Ristek sebagai tuan rumah layanan pendidikan misalnya hanya mendapatkan 15% dari Rp665 triliun anggaran pendidikan yang diterima dari APBN atau sekitar Rp98,9 triliun. Padahal Kemendikbud Ristek ini harus mengurus pendidikan dari PAUD hingga perguruan tinggi negeri. Bahkan anggaran untuk Kemendikbud Ristek ini masih kalah dari anggaran untuk Kementerian Keuangan yang menerima sekitar 19% dari Rp665 triliun atau sekitar Rp124 triliun.

“Situasi ini pasti memberikan kontribusi pada kenaikan UKT di berbagai perguruan tinggi negeri yang menjadi domain pengelolaan dari Kemendikbud Ristek. Jadi ini harus diperbaiki,” katanya.

 

3 dari 3 halaman

Evaluasi Besaran Kenaikan UKT

Dari sisi perencanaan pengelolaan anggaran pendidikan, kata Huda, Kemendikbud Ristek juga tidak terlalu berperan. Sebagai tuan rumah layanan pendidikan peran Kemendikbud masih kalah dengan Kemenkeu dan Bappenas.

“Kami berharap bahwa PP Nomor 18/2022 tentang Pendanaan Pendidikan bisa diimplementasikan sehingga Kemendikbud Ristek bisa lebih berperan dalam proses perencanaan dan penanggaran layanan pendidikan,” katanya.

Politikus PKB ini menegaskan dalam jangka pendek harus ada evaluasi besaran kenaikan UKT di berbagai PTN termasuk pencabutan Permendikbud Nomor 2/2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada Perguruan Tinggi Negeri. Dalam jangka menengah dibutuhkan perbaikan distribusi dan rencana pengelolaan anggaran pendidikan 20% dari APBN.

“Di sinilah urgensi kerja dari Panja Pembiayaan Pendidikan DPR dalam beberapa bulan kedepan. Kami ingin semua stake holder pendidikan bersama mengawal dan mendukung kinerja Panja ini agar bisa memberikan rekomendasi solid atas perbaikan alokasi anggaran pendidikan 20% dari APBN,” pungkasnya