Liputan6.com, Jakarta Mantan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Achsanul Qosasih mengakui memang benar terjadinya kasus korupsi proyek pengadaan BTS 4G Bakti Kominfo paket 1 sampai dengan 5 hingga melibatkan dirinya.
Namun, dia tidak sepenuhnya membenarkan seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang memeras Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk pengkondisian.
Baca Juga
Hal itu disampaikan Qosasih dalam nota pleidoi atau pembelaannya pasca dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan pidana penjara lima tahun.
Advertisement
"Peristiwa itu betul terjadi Yang Mulia, saya akui perisitwa itu betul terjadi walaupun apa yang disampaikan oleh penuntut umum itu tidak sepenuhnya benar. Tapi yang pasti Yang Mulia, peristiwa tersebut tidak saya rencanakan bukan juga sesuatu yang saya hendaki apalagi dengan menggadaikan profesionalisme saya yang sudah hampir 10 tahun saya bekerja di BPK," kata Qosasih saat membacakan nota pleidoi di PN Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (28/5/2024).
Dia mengaku bahwa dirinya yang menyimpan uang senilai Rp40 miliar untuk pengkondisian proyek BTS 4G adalah ke khilafan dirinya. Dia juga mengakui seharusnya uang senilai miliaran itu segera dilaporkan ke insitusi penegak hukum.
"Kesalahan terbesar saya adalah tidak segera melapor dan mengembalikan uang tersebut sesegera mungkin sebagaimana pertanyaan Yang Mulia kepada saya pada sidang terakhir waktu itu," tegasnya.
Alasan dirinya yang pada akhirnya memilih menyimpan uang Rp40 miliar itu di sebuah rumah kawasan Kemang, Jakarta Selatan khawatir akan profesinya. Di mana ada 38 Kementrian dan lembaga yang sedang dia periksa bakal mengganggu kredibilitasnya.
Qosasih juga menegaskan pada akhirnya uang tersebut tidak pernah digunakan untuk keperluan pribadinya dan telah dikembalikan ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
Â
Terkejut Didakwa Memeras
Mantan anggota BPK RI itu kemudian menyoroti akan dakwaan dari Jaksa dengan dugaan tindak pidana pemerasan.
Padahal dalam keterangan Eks Dirut Bakti Kominfo, Anang Achmad Latif tidak memberikan kesaksian adanya pemerasan, hal itu pun membuat Qosasih kaget.
"Namun saya begitu terkejut Yang Mulia ketika membaca surat tuntutan dan surat dakwaan dari penuntut umum kepada saya dengan mendakwa saya dengan pasal pemerasan," ucap Qosasih.
"Dimana jelas kita saksikan bersama dalam persidangan bahwa saksi saudara Anang Latif sudah menyampaikan dengan tegas bahwa beliau tidak pernah merasa diperas atau diancam oleh saya," pungkas dia.
Â
Advertisement
Tuntutan Jaksa
Dalam tuntutan yang dilayangkan oleh Jaksa meminta agar majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara 5 tahun terhadap Achsanul Qosasi.
Jaksa menilai Achsanul Qosasi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Achsanul Qosasi berupa pidana penjara selama lima tahun dikurangkan sepenuhnya dengan masa penahanan yang telah dijalankan oleh terdakwa dengan perintah supaya terdakwa tetap ditahan di rutan," tutur jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2024).
Selain dituntut lima tahun, jaksa meminta majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman denda juga kepada Achsanul Qosasi.
"Menghukum terdakwa Achsanul Qosasi membayar denda sebesar R500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kuruangan selama enam bulan," ujar jaksa.
Â
Reporter: Rahmat Baihaqi/Merdeka.com