Sukses

Publik Diminta Waspadai Framing Terkait Kasus Korupsi Timah

Banyak opini liar yang berkembang di media sosial terkait perkara ini.

Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat diminta mewaspadai pembuatan framing negatif terkait kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada 2015-2022. Pasalnya, banyak opini liar yang berkembang di media sosial terkait kasus korupsi timah.

Pengamat Politik, Fahlesa Munabari, mengatakan pembuatan framing negatif berpotensi merusak nama baik seseorang. Hal itu ada ancaman pidananya.

“Berdasarkan UU ITE, Jika kemudian itu mengakibatkan rusaknya nama baik dari orang tersebut, maka pelaku dapat terancam hukuman pidana,” ujar Fahlesa dalam keterangannya, Rabu (29/5/2024).

Dia mencontohkan upaya framing terhadap anggota DPR Mochamad Herviano. Menurut dia, Herviano yang duduk di Komisi V sama sekali tidak ada sangkut paut dengan masalah tambang. Sebab, Komisi V memiliki lingkup tugas di bidang infrastruktur dan perhubungan.

“Akun-akun medsos tersebut hanya menulis praduga-praduga yang tidak berdasar,” jelas Fahlesa.

 

2 dari 2 halaman

Jaksa Agung: Kerugian Negara Akibat Korupsi Timah Fantastis, Capai Rp300 Triliun

Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut kerugian negara dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022 berdasarkan hasil audit BPKP mencapai Rp300,003 triliun.

"Semula kita memperkirakan Rp271 triliun, ternyata setelah diaudit BPKP nilainya cukup fantastis sekitar Rp300,003 triliun," kata Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Rabu (29/5/2024), seperti dikutip dari Antara.

Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ini diserahkan oleh Ketua BPKP Muhammad Yusuf Ateh kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin. Ateh menyebut, pihaknya melakukan penyidikan kerugian negara usai diminta oleh Kejagung.

"Kami serahkan hasil audit perhitungan kerugian negara perkara dugaan tidak pidana korupsi tata niaga komoditas timah, seperti disampaikan Jaksa Agung total kerugian sekitar Rp300,003 triliun," kata Ateh.

Sementara itu, perkara timah masih terus bergulir, selain memeriksa saksi-saksi, penyidik juga melakukan penyitaan aset-aset para tersangka untuk mengembalikan kerugian negara.

Hingga saat ini penyidik telah melakukan pemblokiran terhadap 66 rekening, 187 bidang tanah atau bangunan, serta menyita sejumlah uang tunai, 55 unit alat berat dan 16 unit mobil dari para tersangka.

Selain itu, tim penyidik juga telah melakukan penyitaan terhadap aset berupa 6 smelter di wilayah Kepulauan Bangka Belitung dengan total luas bidang tanah 238.848 m2, serta satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di wilayah Kota Tangerang Selatan.

Lalu untuk 6 smelter akan ditindaklanjuti dengan pengelolaan oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sehingga tindakan penyitaan yang dilakukan tetap menjaga nilai ekonomis dan tidak memberikan dampak sosial. Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung sudah menetapkan 21 orang tersangka.