Sukses

Pengamat: Jokowi Lakukan Diplomasi Politik Hijau dengan Norwegia

Indonesia dan Norwegia menjalin kerja sama di bidang perlindungan lingkungan.

Liputan6.com, Jakarta Indonesia dan Norwegia menjalin kerja sama di bidang perlindungan lingkungan. Pada kerja sama tersebut, Norwegia memberikan pendanaan untuk penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan yang tertuang dalam kesepakatan REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation).

Menanggapi hal itu, Ahli Emisi Karbon yang juga pernah menjadi Ketua Umum Perhimpunan Alumni Jerman, Osco Olfriady Letunggamu menilai, pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Menteri Iklim dan Lingkungan Hidup Norwegia, Andreas Bjelland Eriksen di Istana Merdeka pada hari Minggu 2 Juni 2024 adalah langkah positif dalam upaya mitigasi perubahan iklim dan memberikan pemahaman serta persepsi yang tepat agar tidak terjadi diskriminisasi Eropa terkait sawit Indonesia.

"Pertemuan semacam ini menjadi penting karena membahas strategi dan kolaborasi antar negara dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan melindungi lingkungan," kata Osco, seperti dikutip dari keterangan pers diterima, Senin (3/6/2024).

Osco menambahkan, Indonesia dalam berhasil menurunkan emisi karbon sejak tahun 2020 hingga 2023. Bahkan Indonesia berhasil melampaui target komitmen penurunan emisi karbon dari tahun 2020 sebanyak 945 juta ton sampai pada tahun 2022 sebesar 875 juta ton. Berdasarkan hitungan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Siti Nurbaya Bakar pada tahun 2023 nanti penurunan terjadi sebesar 810 juta ton.

Atas capaian tersebut, Osco melihat Presiden Jokowi tengah melakukan diplomasi politik hijau internasional yang sangat piawai dalam pertemuan ini dikarenakan berlangsung di hari libur.

“Pak Jokowi ingin membuat Norwegia sebagai Mitra Politik Hijau yang strategis dan secara paralel Jokowi menyampaikan kepada dunia internasional bahwa Indonesia mempunyai atensi yang sangat tinggi terhadap emisi karbon, tata kelola dana lingkungan hidup dan niaga karbon kredit," jelas dia.

Lebih jauh, pencapaian Indonesia pada target Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink untuk tahun 2030 terkait penggunaan hutan dan lahan akan memberikan manfaat ganda. Pertam, membantu Indonesia memenuhi target pengurangan emisi dan kedua, mendukung pembangunan berkelanjutan di berbagai sektor, termasuk pertanian, kehutanan, dan energi.

"Kredit karbon menjadi instrumen penting dalam memfasilitasi transfer teknologi dan investasi ke sektor-sektor yang ramah lingkungan, serta memberikan insentif bagi negara-negara berkembang untuk mengadopsi praktik-praktik berkelanjutan, " tegas Osco.

Namun, kata dia, penting untuk memastikan bahwa kerja sama ini didasarkan pada prinsip-prinsip yang adil dan transparan, serta memperhatikan kepentingan dan hak-hak masyarakat adat serta pelaku ekonomi lokal.

2 dari 2 halaman

Pengawasan dan Verifikasi

Selain itu, lanjut dia, perlu juga dipertimbangkan mekanisme pengawasan dan verifikasi yang kuat untuk memastikan bahwa proyek-proyek yang didukung benar-benar memberikan manfaat yang signifikan dalam mengurangi emisi karbon dan menjaga kelestarian lingkungan.

Osco optimis, kerja sama ini akan membawa dampak positif bagi kedua negara dan juga dunia secara keseluruhan.

"Secara keseluruhan, pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Menteri Eriksen merupakan langkah positif dalam memperkuat kerja sama internasional dalam menghadapi tantangan perubahan iklim,” dia menandasi.