Sukses

Sekjen PDIP Hasto Sebut Program Tepera Bentuk Penindasan Baru

Hasto Kristiyanto mengatakan, Tapera merupakan Tabungan bersifat tidak wajib berdasarkan Undang-undang (UU) tabungan perumahan rakyat (tapera). Namun, apabila dijadikan hal yang bersifat wajib, maka itu diartikan sebagai bentuk penindasan baru.

Liputan6.com, Jakarta - Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, angkat bicara terkait kebijakan Pemerintah Pusat soal tabungan perumahan rakyat (Tapera). Hasto menilai, program Tapera menjadi bentuk penindasan.

Hasto Kristiyanto mengatakan, Tapera merupakan Tabungan bersifat tidak wajib berdasarkan Undang-undang (UU) tabungan perumahan rakyat (tapera). Namun, apabila dijadikan hal yang bersifat wajib, maka itu diartikan sebagai bentuk penindasan baru.

“Itu kan UU mengatakan seharusnya sifatnya tidak wajib. Ketika ini menjadi wajib, maka ini menjadi bentuk penindasan yang baru,” kata Hasto usai mengikuti kuliah terbuka di Universitas Indonesia, Senin Senin (3/6/2024).

Hasto menjelaskan, segala bentuk penindasan harus dikritisi dan tidak boleh dibiarkan. Hal itu seperti yang dilakukan civitas akademika Universitas Indonesia, menggelar Kuliah Umum dengan tema Dilema Intelektual di Masa Gelap Demokrasi.

“Ini yang harusnya tidak boleh dilakukan. Bahkan tadi juga menjadi bagian dari kritik kebudayaan yang disampaikan Prof Sulis,” jelas.

Adapun saat disinggung soal keputusan Mahkamah Agung tentang perubahan syarat usia bagi calon kepala daerah menjadi 30 tahun setelah pelantikan, Hasto menilai kebijakan tersebut jauh dari substansi kepemimpinan anak muda. Apabila menginginkan anak muda memimpin maka sebaiknya batas usia bisa dimulai dari 25 tahun, merujuk fakta empiris demokrasi di negara lain yang sudah maju.

“Keputusan MA Itu jauh dari suatu substansi untuk mendorong kepemimpinan anak muda. Kalau kepemimpinan anak muda, kenapa nggak 25 tahun sekalian, berdasarkan fakta empiris di negara demokrasi yang sudah maju,” terang Hasto.

 

2 dari 2 halaman

Singgung Penyalahgunaan Kekuasaan

Hasto menganggap, adanya keputusan MA menandakan adanya kepentingan. Hasto menganggap keputusan tersebut sebagai penyalahgunaan kewenangan kekuasaan yang menggunakan payung hukum.

“Ini merupakan suatu penyalahgunaan kewenangan kekuasaan dengan menggunakan hukum dan ujungnya tetap nepotisme, ini yang harus dikoreksi. Dan kampus juga menjadi kebenaran dalam melakukan koreksi penyimpangan kekuasaan,” kata Hasto.

Hasto mengakui, kedatangannya di kuliah umum untuk mencari pencerahan atas problematika yang terjadi di negeri ini. Menurutnya, kampus memiliki kebebasan akademik dan kebenaran ilmiah yang harus dihormati siapapun, termasuk oleh penguasa sekalipun.

“Saya datang di kampus UI untuk hadiri acara Prof Sulis karena di tengah berbagai keruwetan persoalan hukum politik kekuasaan, kaum intelektual menjadi jalan menunjukkan arah dan tadi disampaikan bagaimana dialek dinamika dan dialektika intelektual menghadapi kegelapan demokrasi dan jalan kebudayaan itu sebagai solusi, meskipun kalau lihat substansinya itu jalan perlawanan kebudayaan dalam menyelesaikan berbagai persoalan bangsa yang saat ini lebih diwarnai praktik yang memadukan populism, neodalism dan itu yang harus dikoreksi,” tutur Hasto.

Kedatangan Hasto pada kuliah terbuka di Universitas Indonesia, untuk mendapatkan pencerahan intelektual. Hasto menganggap, kampus memiliki kebebasan akademik.

“Kampus memiliki kebenaran ilmiah yang harus dihormati oleh siapapun termasuk rezim penguasa,” pungkas Hasto.