Sukses

Sahroni Akui Kembalikan Rp860 Juta dari SYL untuk Partai Nasdem ke KPK

Sahroni merinci, uang Rp860 juta terdiri dari uang tunai Rp820 juta yang diberikan mantan Staf Khusus SYL Joice Triatman tanpa diketahui tujuannya, dan Rp40 juta berasal dari transfer rekening SYL ke rekening Nasdem untuk keperluan bantuan bencana alam.

Liputan6.com, Jakarta - Bendahara Umum (Bendum) Partai Nasdem Ahmad Sahroni mengakui telah mengembalikan uang sebesar Rp860 juta yang diterima partai dari terdakwa mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal itu disampaikannya kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

"Setelah saya mendapat laporan dari Lena (staf akuntansi Nasdem Tower) dan berdasarkan saran dari penyidik KPK, saya langsung mengembalikan uang itu," tutur Sahroni dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2024).

Menurut Sahroni, Lena Janti Susilo yang diperiksa KPK melapor kepadanya bahwa uang yang diberikan SYL diduga berasal dari hasil korupsi di Kementan.

Dia merinci, uang Rp860 juta itu terdiri dari uang tunai Rp820 juta yang diberikan mantan Staf Khusus Mentan SYL Joice Triatman tanpa diketahui tujuannya, dan Rp40 juta berasal dari transfer rekening SYL ke rekening Partai Nasdem untuk keperluan bantuan bencana alam.

"Saya baru tahu setelah mendapat laporan dan dari pemberitaan bahwa uang tersebut berasal dari hasil yang tidak tepat," kata Sahroni.

Pada persidangan sebelumnya, Joice Triatman menjelaskan uang senilai Rp850 juta yang berasal dari SYL diserahkan sebesar Rp 800 juta secara tunai ke Partai Nasdem untuk kepentingan bansos hingga pendaftaran berkas bakal calon legislatif.

Sementara Rp50 juta disisihkan untuk organisasi sayap Partai Nasdem, yakni Garda Wanita (Garnita) Malahayati. Adapun seluruh uang tersebut disebutnya berasal dari Kementan.

Sebagaimana diketahui, Jaksa telah mendakwa SYL dengan melakukan pemerasan terhadap anak buahnya sebesar Rp44,5 miliar selama periode 2020-2023 dan menerima suap sebanyak Rp40 miliar perihal gratifikasi jabatan.

SYL disebut bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta, melakukan tindak pidana tersebut.

 

2 dari 4 halaman

Sahroni Sebut Surya Paloh Capek Baca Berita soal SYL

Bendahara Umum (Bendum) Partai Nasdem Ahmad Sahroni ikut menjalani sidang dengan terdakwa mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). Kepada majelis hakim, dia menyebut Ketua Umum (Ketum) Nasdem Surya Paloh sudah lelah dengan pemberitaan SYL.

"Apakah saudara pernah ndak dirapatkan setelah beliau jadi tersangka dan sudah, ini kan viral Pak di mana-mana, kan nama baik Nasdem terbawa ke mana-mana, apakah pernah ada dipanggil oleh ketua partai dan membicarakan masalah ini?," tanya hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2024).

"Siap Yang Mulia," jawab Sahroni.

"Ya?," kata hakim.

"Ketua Umum sudah capek Yang Mulia," sahut dia.

Hakim lantas berupaya mempertegas maksud pernyataan Sahroni perihal Ketum Nasdem Surya Paloh sudah lelah dengan SYL.

"Sudah capek ya?," timpal hakim.

"Capek melihat beritanya Yang Mulia," jawab Sahroni.

3 dari 4 halaman

Sahroni Sebut Sumbangan ke Nasdem untuk Pilpres Maksimal Rp 1 Miliar

Bendahara Umum (Bendum) Partai Nasdem Ahmad Sahroni hadir menjadi saksi di persidangan kasus dugaan korupsi dengan terdakwa mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). Majelis hakim pun mengulas soal batasan dana sumbangan yang masuk ke partai.

"Apakah seperti itu mekanismenya?" tanya hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2024).

"Mekanisme seperti itu dilakukan saat biasanya pada pilihan presiden Yang Mulia," jawab Sahroni.

"Pileg?," tanya hakim lagi.

"Kalau pileg nggak Yang Mulia. Yang pilpres Yang Mulia," sahutnya.

Sejauh ini, kata Sahroni, selalu ada pembukuan untuk setiap dana sumbangan yang masuk ke partainya. Adapun untuk kegiatan pilpres, sumbangan yang masuk ke partai tidak boleh lebih dari Rp 1 miliar.

"Kalau berkegiatan pilihan presiden ada (batasan) Yang Mulia," uja Sahroni.

"Batasan paling ini berapa?," tanya hakim.

"Rp1 miliar Yang Mulia," jawab dia.

"Jadi kalau ada orang yang masuk sumbangan Rp1 miliar itu masih wajar, masih bisa diterima?," tanya hakim lagi.

"Karena sesuai peraturan KPU ada Yang Mulia," ujar Sahroni.

"Kalau lebih dari Rp1 miliar?," kejar hakim.

"Tidak boleh Yang Mulia," jawab Sahroni.

4 dari 4 halaman

Tercatat dalam Pembukuan

Sahroni menyatakan, setiap sumbangan yang masuk baik itu dari perorangan, simpatisan, termasuk badan tertentu yang dialamatkan untuk urusan pilpres, seluruhnya tercatat dalam pembukuan.

"Jadi semua orang yang nyumbang itu tercatat resmi ya?" tanya hakim.

"Tercatat," jawab dia.

"Apakah itu perorangan, yang saya bilang tadi, simpatisan, atau dari badan hukum ya?," tanya hakim lagi.

"Resmi Yang Mulia," terang Sahroni.

Video Terkini