Sukses

DPR Minta Pemerintah Segera Berlakukan UU Kesejahteraan Ibu dan Anak

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily meminta pemerintah segera memberlakukan Undang-undang (UU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA).

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily meminta kepada pemerintah, Undang-undang (UU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada fase seribu kehidupan yang baru disahkan agar segera diberlakukan.

"Tentu ini kita minta kepada pemerintah sebaiknya secepatnya. Karena apa? Karena ini menyangkut dengan bagaimana kita ingin mempersiapkan SDM Indonesia yang kuat ya," kata Ace, saat diwawancarai di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (5/6/2024).

Ace menjelaskan, 1.000 hari pertama kehidupan merupakan fase yang sangat krusial bagi kehidupan anak Indonesia. Menurutnya, cuti melahirkan merupakan salah satu upaya untuk menekan angka stunting.

"Kalau Indonesia mau menghadapi Indonesia Emas 2045, tentu dari sejak awal kita harus mempersiapkan generasi yang kuat dan unggul. Salah satunya dipersiapkan ketika sejak di dalam janin hingga keluar, hingga usia 2 tahun, itu adalah masa yang sangat penting untuk mempersiapkan fase kehidupan anak-anak Indonesia," tuturnya.

Kendati demikian, dia mengklarifikasi bahwa cuti melahirkan yang didapat sebenarnya hanya 3 bulan. Namun, dalam kondisi tertentu, seorang ibu pekerja bisa memperpanjang cuti melahirkan sampai 6 bulan.

Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada Fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan menjadi undang-undang (UU), pada Selasa 4 Juni 2024.

Itu artinya, ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan sampai 6 bulan.

 

2 dari 2 halaman

Ketentuan Hak Ibu

Dalam ketentuan Hak Ibu pada Pasal 4 ayat (3), tertulis bahwa seorang ibu mendapatkan hak cuti melahirkan.

"Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), setiap Ibu yang bekerja berhak mendapatkan:

a. cuti melahirkan dengan ketentuan:

1. paling singkat 3 (tiga) bulan pertama; dan

2. paling lama 3 (tiga) bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

b. waktu istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter, dokter kebidanan dan kandungan, atau bidan jika mengalami keguguran;

c. kesempatan dan fasilitas yang layak untuk pelayanan kesehatan dan gizi serta melakukan laktasi selama waktu kerja;

d. waktu yang cukup dalam hal diperlukan untuk kepentingan terbaik bagi Anak; dan/atau

e. akses penitipan anak yang terjangkau secara jarak dan biaya."

Di ayat selanjutnya, tertulis bahwa pihak pemberi kerja wajib memberikan hak cuti melahirkan tersebut.

 

Reporter: Alma Fikhasari

Sumber: Merdeka.com