Sukses

PDIP Tolak Tapera, Hasto: Kemampuan Ekonomi Rakyat Belum Pulih

Menurut Hasto, penerapan undang-undang juga harus melihat kondisi terkini masyarakat. Hasto bilang, penolakan PDIP terhadap Tapera mengacu pada ekonomi rakyat yang belum pulih pasca pandemi Covid-19 dan Pemilu 2024.

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto membeberkan alasan PDIP kini menolak iuran tabungan perumahan rakyat (Tapera). Padahal dulu, PDIP salah satu partai yang setuju Undang-undang Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tapera disahkan.

Menurut Hasto, penerapan undang-undang juga harus melihat kondisi terkini masyarakat. Hasto bilang, penolakan PDIP terhadap Tapera mengacu pada ekonomi rakyat yang belum pulih pasca pandemi Covid-19 dan Pemilu 2024.

"Kita kan baru pemulihan ini setelah pemilu dana terkuras dan bansos melonjak habis-habisan, ya dalam situasi itu recovery dulu dong. Termasuk kemampuan ekonomi rakyat yang belum pulih sehingga hal itulah yang dikritisi oleh PDI perjuangan," kata Hasto di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis 6 Juni 2024.

Selain itu, Hasto menyebut pemerintah semestinya mendengarkan aspirasi rakyat terhadap aturan sebelum diterapkan. Agar, kata dia tak terjadi legalisme otokrasi.

"Tidak ada salahnya pemerintah dan DPR yang berasal dari rakyat mendengarkan suara rakyat, suara rakyat saat ini adalah menolak itu. Ya partai menyatukan diri dengan suara rakyat," ujar Hasto.

 

2 dari 2 halaman

Kebijakan Pemerintah Tak Boleh Bertentangan dengan Keinginan Rakyat

Dia menyampaikan, kebutuhan sandang, pangan, serta papan rakyat sebenarnya merupakan tanggung jawab negara. Sehingga, kata dia aturan dan kebijakan yang pemerintah ambil tak seharusnya bertentangan dengan keinginan rakyat.

"Jadi jangan sampai kontradiktif, negara mau memungut sesuatu dari rakyat, tapi pada saat yang lain tambang dibagi-bagi, dan ada persoalan terkait keadilan disitu," ujar Hasto.

Padahal, ujar Hasto seluruh sumber kekayaan alam Indonesia bisa dipakai pemerintah sebesar-besarnya untuk kepentingan hidup rakyat Indonesia, bukan kepentingan segelintir elemen atau kelompok.

"Siapa rakyat Indonesia? Ya lebih dari 270 juta itu rakyat Indonesia," kata dia.