Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum (Ketum) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin melakukan pertemuan dengan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI. Kegiatan tertutup ini dilakukan di kantor DPP PKB, Jakarta Pusat.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo (Bamsoet), Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah dan Wakil Ketua MPR Fadel Muhammad.
Baca Juga
Cak Imin mengatakan, kedatangan para pimpinan MPR ini sebagai langkah mereka dalam mengakhiri masa jabatannya periode 2019-2024.
Advertisement
"Saya tentu sangat berbahagia, terima kasih atas kehadiran pimpinan MPR dan tentu menjadi bagian penting dari ikhtiar kita dalam berbangsa dan bernegara agar seluruhnya berjalan dengan baik sesuai dengan harapan lahir berkembangnya bangsa kita," kata Cak Imin kepada wartawan, Jakarta, Sabtu (8/6/2024).
Selain itu, dalam pertemuan tersebut juga turut membahas soal amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Kita telah melakukan amandemen sejak 99 sampai 2002, hasil itu telah kita laksanakan hingga hari ini dan kita menemukan fakta-fakta diperlukannya berbagai penyempurnaan agar tidak terjadi penyelewengan, penyalahgunaan dan salah arah dari spirit dan cita-cita dari undang-undang dasar kita," ujarnya.
"Kekhawatiran atas kekurangan, penyelewengan dan kesalahan arah dalam demokrasi kita, bisa dilihat dari lemahnya undang-undang atau dari pangkalnya yaitu konstitusi," sambungnya.
Â
Berikan Rekomendasi kepada Pimpinan MPR Selanjutnya
Oleh karenanya, dalam konteks ini periode MPR hari ini memiliki kesempatan mengakhiri masa jabatan periode 2019-2024 untuk memberikan rekomendasi bagi MPR di masa yang akan datang.
"Kami menyampaikan bahwa dalam rangka penyempurnaan itu masih banyak lubang-lubang yang memungkinkan agar konstitusi harus menyempurnakan. Oleh karena itu, mau tidak mau MPR yang akan datang hendaknya melaksanakan penyempurnaan Undang-Undang Dasar 45, karena tuntutan perkembangan dan perubahan yang terjadi," paparnya.
"Salah satu yang paling pokok adalah agar berbagai lubang-lubang konstitusi di tingkat undang-undang kita atasi masalahnya di tingkat konstitusi," tambahnya.
Ia pun memberikan contoh pembatasan kewenangan presiden. Menurutnya, tidak memungkinkan akan lahir Undang-Undang lembaga kepresidenan.
"Sehingga dibutuhkan pengaturan pembatasan kewenangan presiden yang tidak terbatas itu dengan menyempurnakan pasal-pasal tentang Presiden. Misalnya, itu contoh saja. Berbagai hal ini misalnya konstitusi kita agar demokrasi berjalan lebih murah, tidak terjadi kompetisi yang pragmatis menggunakan uang, menggunakan sogokan namanya juga tidak bisa diatasi melalui undang-undang," ucapnya.
Â
Reporter: Nur Habibie
Sumber: Merdeka.com
Â
Advertisement