Liputan6.com, Jakarta Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memberi merespons positif pengesahan Undang-Undang (UU) Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (UU KIA) oleh DPR dalam rapat paripurna Selasa, 4 Juni 2024 lalu.
Ketua Departemen Kajian Perempuan, Anak dan Keluarga BPKK DPP PKS Tuti Elfita, mengatakan partainya menekankan pengesahan UU KIA berkaitan dengan paradigma penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak adalah bagian integral dari keluarga.
Baca Juga
PKS, lanjut Tuti mengapresiasi peran aktif ayah dalam hal perlindungan, pendampingan, serta dukungan kepada keluarga untuk mencapai kesejahteraan yang optimal.
Advertisement
"Kesejahteraan ibu dan anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keluarga, dan keterlibatan ayah dalam memberikan perlindungan serta pendampingan adalah kunci untuk mencapai kesejahteraan yang optimal," kata Tuti dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (9/6/2024).
Tuti menyampaikan, penambahan kata ayah di UU KIA dalam kewajibannya terhadap keluarga dan peran negara melalui lembaga asuhan anak juga menjadi poin penting yang diapresiasi oleh PKS.
Oleh sebab itu, ujar Tuti regulasi cuti melahirkan dengan ketentuan paling singkat tiga bulan pertama dan paling lama tiga bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter amat diapresiasi PKS.
"PKS mengapresiasi berbagai aspek UU KIA, termasuk pengakomodasian usulan dan aspirasi masyarakat yang kaya, penyertaan asas keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Maha Esa," kata Tuti.
Â
Pengakuan Hak Laktasi
Selain itu, Tuti menyebut bahwa PKS juga mengapresiasi soal pengakuan hak laktasi bagi ibu yang bekerja dengan hak mendapatkan kesempatan, serta tempat untuk melakukan laktasi selama waktu kerja.
Catatan positif lainnya juga diberikan PKS terkait dengan pemberian hak kepada ibu dan anak penyandang disabilitas, serta pencatatan pemberian donor ASI yang dianggap penting untuk masa depan anak terkait dengan perkawinan.
Â
Advertisement
Ada Catatan Kritis
Meski begitu, PKS juga menyampaikan catatan kritis terhadap beberapa aspek UU KIA, seperti tidak dimasukkannya Pasal 28B ayat (1) UUD 1945.
"Dalam bagian 'mengingat' dan absennya frasa 'yang terbentuk berdasarkan perkawinan yang sah' dalam definisi keluarga. Menurut PKS, hal ini merupakan amanat konstitusi yang urgen dan tidak terpisahkan dari hak setiap anak," ucap Tuti.
Lebih lanjut, PKS berharap UU KIA dapat diimplementasikan dengan baik dan menjadi pondasi yang kuat untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak di Indonesia.