Sukses

Partai Demokrat Tengah Mengkaji Wacana Amandemen UUD 1945

Partai Demokrat tengah mengkaji rencana sistem pemilihan presiden dipilih kembali oleh MPR, melalui amandemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

Liputan6.com, Jakarta Partai Demokrat tengah mengkaji rencana sistem pemilihan presiden dipilih kembali oleh MPR, melalui amandemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

Hal itu disampaikan Sekjen Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya, menanggapi pernyataan Ketua MPR Bambang Soesatyo yang mengkliam seluruh fraksi sepakat amandemen UUD 1945.

"Sampai saat ini kami masih terus mengkaji dan untuk mempelajari positif dan dampak yang musti kita waspadai ini. Tentu sedang dibicarakan di internal Partai Demokrat tentu melibatkan petinggi Partai Demokrat," kata Riefky, kepada wartawan, di kawasan Jakarta, Minggu (9/6/2024).

Dia menegaskan, hingga saat ini belum ada arahan dari petinggi Partai Demokrat terkait rencana amandemen UUD 1945. Sebab, partai berlambang mercy itu terus mengkaji setiap perubahan konstitusi.

"Belum (ada arahan), tentu kita akan kaji setiap perubahan-perubahan dari konstitusi kita," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, Bamsoet menyebut MPR siap untuk mengamandemen UUD 1945 dan parpol telah sepakat.

Dia mengatakan bakal memberikan rekomendasi ke MPR periode selanjutnya untuk hal tersebut.

"Kita ingin menegaskan kalau seluruh parpol setuju untuk melakukan amandemen penyempurnaan daripada UUD 1945 yang ada, termasuk penataan kembali sistem politik dan sistem demokrasi kita," kata Bamsoet di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (5/6/2024).

 

2 dari 3 halaman

Sekjen PAN Tolak Wacana Amandemen UUD 1945

Wacana amandemen UUD 1945 kembali bergulir, khususnya perubahan mekanisme pemilihan presiden kembali dipilih MPR.

Merespons hal itu, Sekjen PAN Eddy Soeparno berpandangan yang harus dilakukan adalah perbaikan menyeluruh pada sistem pemilu, penegakan hukum yang konsisten dan pengawasan, bukan tiba-tiba mengubah atau melakukan amandemen.

"Yang harus dilakukan meningkatkan kualitas demokrasi dengan memperbaiki secara menyeluruh sistem pemilu, tegakkan aturan secara konsisten dan perkuat pengawasan. Bukan tiba-tiba melakukan amandemen mengubah sistemnya,” kata Eddy dalam keterangannya, Sabtu (8/6/2024).

Menurut Eddy, saat ini demokrasi tengah tarung bebas melahirkan pragmatisme terutama berkaitan dengan politik uang.

“Untuk memenangkan kursi legislatif dan eksekutif, bahkan pemilihan kepala desa, para kontestan harus merogoh kocek yang semakin dalam, agar memastikan mereka terpilih,"

"Politik uang membuat beberapa pemilih tidak peduli gagasan visi, misi atau gagasan calonnya. Yang mereka pedulikan adalah calon yang memberikan uang dengan jumlah terbesar maka dialah yang paling layak mendapatkan suara," lanjutnya.

 

3 dari 3 halaman

Perbaikan

Melihat fenomena demokrasi biaya mahal ini, Eddy mengajak semua pihak untuk melakukan perbaikan pada sistem demokrasi yang lebih substansial dan tidak terjebak pada prosedural semata.

"Yang perlu dilakukan adalah memperbaiki, bukan menggantinya dengan sistem yang lain,” lanjutnya.

Eddy juga mengajak semua pihak melakukan edukasi politik kepada masyarakat bahwa suara mereka lebih berharga dari sekedar amplop atau sembako yang dibagikan seorang calon.

"Pendidikan politik ini agar masyarakat memilih karena gagasan dan konsep, bukan iming-iming hadiah. Bagaimanapun pendidikan politik adalah tanggung jawab kita bersama sebagai insan politik atau kontestan di dalam pemilihan jabatan publik," terangnya.

 

 

 

Reporter: Alma Fikhasari/Merdeka.com

Video Terkini