Sukses

Ahli Sebut Tidak Ada Hibah dan Tidak Ada Penggunaan Fasilitas Negara dalam Pembangunan Tol MBZ

Jalan tol MBZ bukan proyek hibah, dana pembangunannya merupakan dana dari para pemegang sahamnya dan dari pinjaman bank.

Liputan6.com, Jakarta Sidang Lanjutan dugaan korupsi pembangunan Tol Layang Mohammed Bin Zayed (MBZ) hari ini kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (11/06) dengan agenda mendengar keterangan para ahli.

Ahli Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) Koentjahjo Pamboedi dalam sidang tersebut menyampaikan bahwa proyek pembangunan tol MBZ sendiri bukan merupakan hibah dari pemerintah Uni Emirat Arab.

"Jadi jalan tol MBZ ini bukan proyek hibah, boleh saya katakan hanya tukar nama karena nama Presiden Jokowi di Emirat sana digunakan sebagai nama jalan, dan saat itu untuk tol Japek II Elevated belum ada namanya sehingga diberi nama Mohammed Bin Zayed atau MBZ," ungkap Koentjahjo.

Terkait pendanaannya, Koentjahjo menjelaskan bahwa dana pembangunannya sendiri merupakan dana dari para pemegang sahamnya dan dari pinjaman bank.

"KPBU dalam hal ini PT Jasamarga Jalanlayang Cikampek (JJC) setelah dinyatakan menang lelang diberikan hak konsesi selama 45 tahun mengelola kemudian dikembalikan kepada pemerintah. Karena aset memang milik Pemerintah, hanya saja Badan Usaha yang mengelola," tambah Koentjahyo.

2 dari 2 halaman

Ahli Keuangan Sebut Tak Ada Kerugian Negara

Sementara itu Ahli Keuangan Negara Dian Simatupang dalam keterangannya menyampaikan bahwa tidak ada kerugian negara dalam proses pengerjaan proyek MBZ tersebut.

"Pihak pengelola, dalam hal ini PT JJC, tunduk di bawah undang-undang perseroan. Terlebih lagi tidak ada fasilitas negara yang digunakan, jadi tidak ada kerugian negara dalam hal ini,” ungkap Dian.

Menjawab pertanyaan hakim terkait penggantian material baja dari yang sebelumnya beton, Ahli lainnya, Prof. Krisna Mochtar berpendapat bahwa adanya perubahan penggunaan material konstruksi dari yang awalnya beton menjadi baja merupakan hal wajar dan tidak ada hal yang dilanggar, karena perencanaan awal atau basic design masih bersifat kasar.

"Menurut saya hal tersebut merupakan hal wajar dan tidak melanggar apapun, karena basic design masih bersifat kasar, apalagi selama proses ada pertimbangan lain seperti soal efisiensi waktu pengerjaan proyeknya. Saya pribadi melihatnya semua sudah sesuai prosedur,” ungkap Prof. Krisna.

Dalam kesempatan yang sama, Ahli Struktur Beton Mudji Irawan turut menambahkan bahwa penggunaan material beton menjadi baja tentunya memiliki alasan tersendiri.

“Dalam hal ini di tol MBZ, penggunaan baja lebih baik dibandingkan dengan menggunakan beton karena beberapa pertimbangan, selain baja dan beton kekuatannya sama, baja penyelesaian lebih cepat, dan membutuhkan ruang yg lebih efisien sehingga tetap dapat melayani operasional jalan tol eksisting di bawahnya, serta sudah dilakukan pengujiannya melalui loading test,” tutur Mudji.

 

(*)