Sukses

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sebut Korban Judi Online Tak Bisa Langsung Dapat Bansos

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Diah Pitaloka mengatakan, korban judi online yang berhak menerima bansos adalah mereka yang identitasnya tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Diah Pitaloka menilai, korban judi online tidak bisa serta merta atau otomatis mendapatkan bantuan sosial (bansos) dari pemerintah.

Diah mengatakan, korban judi online yang berhak menerima bansos adalah mereka yang identitasnya tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

"Artinya, data DTKS itu ada parameter pengukurnya, parameter kemiskinan. Nah, nanti dimasukkan saja ke sistem DTKS apakah masuk atau tidak," kata Diah dilansir dari Antara, Senin (17/6/2024).

Hal tersebut ia sampaikan sebagai tanggapan atas wacana mengikutsertakan korban judi online sebagai penerima manfaat dana bantuan sosial yang dikelola oleh Kementerian Sosial.

"Silakan saja korban (judi online) apakah masuk atau tidak ya silakan masuk ke dalam proses verifikasi DTKS. Misalnya, jatuh miskin butuh bantuan, kemudian masuk kriteria kemiskinan itu lain, tapi bukan variabel kalah judi online menentukan masuk DTKS, tidak bisa," ujarnya.

Diah menilai, dibandingkan memberi bantuan sosial, hal yang lebih penting untuk dilakukan terkait judi online adalah langkah mengatasinya.

"Karena orang ada yang ketipu, ya, banyak kalau bicara kriminal banyak. Jadi yang penting itu, judi online-nya yang diatasi, sumbernya," kata dia.

Sebelumnya, Presiden Jokowi secara khusus memberi atensi agar masyarakat Indonesia menjauhi perilaku judi online. Menurut Jokowi, judi online sudah sangat meresahkan karena termasuk kejahatan transnasional atau lintas negara.

Menanggapi hal itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, mengatakan pihaknya akan bertindak menangani dampak masyarakat yang menjadi korban judi online. Salah satunya dengan memberikan bantuan sosial (bansos) karena ekonominya hancur sehingga menjadi kelompok masyarakat miskin.

"Ya kita sudah banyak memberikan advokasi. Mereka yang korban judi online ini, misalnya, kemudian kita masukkan di dalam Daftar Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai penerima bansos ya," kata Muhadjir di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (13/6/2024).

Selain bansos, lanjut Muhadjir, pemerintah juga akan memberikan bantuan pemulihan emosi dan kejiwaan yang akan dilakukan Kementerian Sosial agar korban judi online dibina dan kembali ke jalan yang benar.

"Mereka yang mengalami gangguan psikososial kemudian kita minta Kemensos untuk turun untuk melakukan pembinaan dan memberi arahan," jelas Muhadjir.

Muhadjir mengingatkan bahwa bahaya judi online sudah sangat mengkhawatirkan. Sebab tidak hanya menyasar masyarakat kelas ekonomi sulit, tapi juga kelompok pelajar di pendidikan tinggi yang diyakini sudah banyak yang terpapar judi online.

"Sudah banyak korban dan juga tidak hanya segmen masyarakat tertentu, misalnya masyarakat bawah saja, tapi juga masyarakat atas juga mulai banyak. Termasuk kalangan intelektual, kalangan perguruan tinggi juga banyak," kata Muhadjir.

2 dari 2 halaman

MUI Tak Sepakat Korban Judi Online Masuk Kategori Penerima Bansos

Majelis Ulama Indonesia (MUI) merespons rencana pemerintah untuk menjadikan korban judi online sebagai penerima bantuan sosial (bansos).

Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof Asrorun Niam Sholeh tak sepakat dengan rencana tersebut. Justru ia menilai, korban judi online seharusnya tidak masuk dalam kategori penerima bansos.

"Kita juga harus konsisten ya, di satu sisi kita memberantas tindak perjudian salah satunya adalah melakukan langkah-langkah preventif, di sisi yang lain harus ada langkah disinsentif bagaimana pejudi justru jangan diberi bansos," kata Ketua MUI Bidang Fatwa Prof Asrorun Niam Sholeh di Kantor MUI Pusat, Jakarta, dilansir dari Antara Sabtu (15/6/2024).

Niam mengatakan, bansos yang diberikan kepada pejudi berpotensi digunakan kembali untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum tersebut.

Ia menekankan tidak ada istilah korban dari judi daring, ataupun kemiskinan struktural akibat dampak judi online, karena berjudi merupakan pilihan hidup pelakunya.

Berbeda dengan pinjaman daring (pinjol), kata dia, terdapat sejumlah penyedia layanan yang melakukan kecurangan, dan menyebabkan penggunanya tertipu lalu menjadi korban.

"Masa iya kemudian kita memprioritaskan mereka? tentu ini logika yang perlu didiskusikan. Kalau tahu uangnya terbatas untuk kepentingan bansos, prioritaskan justru orang yang mau belajar, orang yang mau berusaha, orang yang gigih di dalam mempertahankan hidupnya, tetapi karena persoalan struktural dia tidak cukup rezeki. Ini yang kita intervensi, jangan sampai kemudian itu enggak tepat sasaran," ucap Niam.

Menurut Niam, pemerintah tak perlu melakukan tindakan restoratif kepada para pelaku tindak pidana perjudian. Sebab, kata dia, pelaku judi melakukan hal tersebut dalam keadaan sadar.

Adapun secara khusus ia mengapresiasi upaya pemerintah dalam memberantas judi online, melalui pembentukan satuan tugas guna memberantas tindak pidana tersebut.

"Dalam melakukan tindakan pencegahan dan juga penindakan hukum secara holistik, jangan tebang pilih, karena ada juga platform digital yang sejatinya dia bergerak kepada perjudian online, tetapi dibungkus dalam bentuk permainan dan sejenisnya. MUI secara khusus memberikan apresiasi dan dukungan penuh terhadap upaya pemerintah dalam memberantas tindak perjudian melalui Satgas Judi Online," tuturnya.