Sukses

Kapuskes Haji Kemenkes: Dampak Murur Luar Biasa, Tak Banyak Jemaah Sakit

Kapuskes Haji Kemenkes mengatakan, skema Murur membuat jemaah lansia, risti, dan disabilitas memiliki waktu yang panjang untuk beristirahat.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Liliek Marhaendro Susilo mengatakan kebijakan Murur yang diterapkan pemerintah pada musim haji 2024 membuat jemaah lanjut usia, disabilitas, dan risiko tinggi tak terlalu mengalami kelelahan.

"Murur dampaknya luar biasa. Sehingga, dengan Murur itu indikatornya kalau kita secara logika saja, di pos kesehatan Mina juga nggak begitu banyak yang sakit," ujar Liliek saat meninjau pos kesehatan di jalur Jamarat, Mina, Selasa (18/6/2024), seperti dikutip dari Antara.

Mabit di Muzdalifah dengan cara murur adalah mabit (bermalam) yang dilakukan dengan cara melintas di Muzdalifah, setelah menjalani wukuf di Arafah.

Jemaah saat melewati kawasan Muzdalifah tetap berada di atas bus (tidak turun dari kendaraan), lalu bus langsung membawa mereka menuju tenda Mina.

Skema ini baru pertama kali diterapkan bagi jemaah haji Indonesia. Sekitar 55 ribu orang kategori lansia, risiko tinggi (rist, dan disabilitas ikut dalam skema ini dan dampaknya mengurangi kepadatan di Muzdalifah.

Pergeseran dari Muzdalifah ke Mina pun tak mengalami hambatan yang berarti. Tahun lalu, pergerakan jamaah dari Muzdalifah ke Mina tersendat karena jalur lintasan macet.

"Murur itu juga bagus sekali, karena sekian waktu proses pemindahan jemaah dari Muzdalifah ke Mina yang tahun kemarin menimbulkan banyak masalah karena adanya kemacetan itu bisa dihindarkan," katanya.

Selain itu, skema Murur membuat jemaah lansia, risti, dan disabilitas memiliki waktu yang panjang untuk beristirahat.

"Ini juga sebenarnya antisipasi untuk menghindarkan jemaah kita mengalami sakit atau mungkin kelelahan yang lebih di cuaca yang seperti ini," kata dia.

 

2 dari 5 halaman

PPIH Imbau Jemaah Haji dengan Risiko Tinggi hingga Lanjut Usia Badal Lontar Jumrah

Sementara itu, jemaah haji Indonesia mulai melakukan lontar jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah pada hari Tasyrik secara bergelombang, mengingat fase mabit (menginap) di Mina telah memasuki hari kedua.

Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi mengimbau jemaah haji Indonesia yang dalam kondisi tidak memungkinkan melakukan perjalanan ke jamarat agar tidak memaksakan diri. Petugas bilang, Lontar jumrah bisa dibadalkan.

"Jemaah haji dengan risiko tinggi (risti), lanjut usia, disabilitas, serta jemaah yang sedang kurang sehat dan mengalami kelelahan diimbau untuk mengurangi aktifitas di luar tenda Mina," kata Kepala Daerah Kerja Makkah Khalilurrahman dalam keterangan tertulis, diterima Senin (17/6/2024).

Menurut Ketua Satuan Tugas Mina ini, suhu di Mina saat juga sangat panas, berada atas 40 derajat Celsius.

Sementara itu, perjalanan dari tenda Mina ke Jamarat juga lumayan jauh. Jaraknya, kata Khalilurrahman sekitar 4 kilo meter (km) untuk sekali jalan.

"Jemaah dapat mewakilkan (membadalkan) pelaksanaan lempar jumrah kepada jemaah lain atau petugas," kata dia.

3 dari 5 halaman

Mina Jadi Tahapan Haji Terberat

Khalilurrahman meminta Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) untuk mengoordinasikan pelaksanaan badal lempar jumrah bagi seluruh jemaah binaan yang lansia, risti, disabilitas, sakit, kelelahan dan kurang sehat secara fisik.

Dia menyatakan, mabit di Mina menjadi tahapan terberat pada fase puncak haji Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Sebab, jemaah tinggal lebih lama di tenda Mina.

Selain itu, jika di Arafah dan Muzdalifah jemaah haji relatif hanya berdiam di tenda, maka di Mina ada aktivitas lontar jumrah yang dilaksanakan jemaah haji.

"Karenanya, ikhtiar menjaga kesehatan sangat diperlukan. Jemaah diimbau untuk tidak memaksakan diri dalam melontar jumrah," ujarnya.

4 dari 5 halaman

Jemaah Mulai Lakukan Lontar Jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah

Setelah menyelesaikan lontar jumrah Aqabah dan Tahallul Awal, pada hari kedua di Mina, para jemaah haji melakukan lontar jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah.

Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) telah menetapkan waktu lontar jumrah jemaah haji Indonesia pada tanggal 11 Zulhijah yaitu pukul 05.00-11.00 WAS, pukul 11.00-17.00 WAS, dan pukul 17.00-00.00 WAS.

Di antara waktu tersebut, jemaah haji bisa menyesuaikan waktu lontar pada saat sore hari atau malam dengan pertimbangan kondisi cuaca tidak panas atau lebih sejuk.

"PPIH mengingatkan jemaah agar mematuhi ketetapan waktu lontar jumrah yang telah ditentukan. Penetapan jadwal tersebut untuk meminimalisasi potensi risiko di tengah kepadatan jemaah di area lontar jumrah, serta semata untuk keselamatan jemaah," tutur Anggota Media Center Kementerian Agama (Kemenag) Widi Dwinanda dalam keterangannya, Senin (17/6/2024).

"PPIH telah menempatkan petugas di sekitar area lontar jumrah untuk membantu mengarahkan dan memastikan jemaah haji indonesia melaksanakan lontar jumrah dengan aman," sambung dia.

 

5 dari 5 halaman

Tak Perlu Tergesa-gesa

Widi mengimbau jemaah agar selalu berada dalam rombongan regu atau pun kloternya ketika berangkat dari tenda Mina ke jamarat dan saat kembali.

"Tidak perlu tergesa-gesa ketika berjalan menuju jamarat, selain untuk menghemat tenaga juga untuk mempertimbangkan jemaah lain dalam rombongannya, khususnya jemaah wanita, disabilitas dan lansia," ucap dia.

"Ketika akan kembali ke tenda , pastikan berada di jalur yang benar. Jangan melawan arus jalur jemaah, karena akan berpotensi tabrakan. ikuti arahan petugas, ketua regu, ataupun ketua rombongan," lanjut Widi.