Sukses

80 Ribu Anak Indonesia di Bawah Usia 10 Tahun Jadi Pemain Judi Online

Selain itu, ada 11 persen pemain judi online di rentang usia 10-20 tahun. Jumlah itu kurang lebih 440 ribu orang.

 

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Satgas Pemberantasan Judi Online Hadi Tjahjanto mengungkap, dua persen dari total pemain judi online di Indonesia ternyata anak-anak dibawah 10 tahun. Dua persen itu adalah sekitar 80.000 anak-anak.

"Korban yang ada di masyarakat, sesuai data demografi pemain judi online, usia di bawah 10 tahun itu ada 2 persen dari pemain. Total ya 80 ribu yang terdeteksi," kata Hadi dalam jumpa pers di kantor Kemenko Polhukam, Rabu (19/6/2024).

Selanjutnya, ada 11 persen pemain judi online di rentang usia 10-20 tahun. Jumlah itu kurang lebih 440 ribu orang.

Sedangkan, 13 persen tercatat merupakan mereka yang berusia 21-30 tahun dengan jumlah 520 ribu.

Paling banyak terdeteksi pemain judi online ialah masyarakat usia 30-50 tahun, sebesar 40 persen atau berjumlah 1.640.000. Sisanya, 34 persen atau 1.350.000 orang adalah mereka yang berusia di atas 50 tahun.

Hadi mengungkap, masyarakat yang bermain judi online rata-rata berasal dari kalangan menengah ke bawah. Nilai transaksi judi online masyarakat menengah ke bawah dari Rp10 ribu sampai Rp 100 ribu.

Sedangkan, untuk kalangan menengah ke atas dari Rp10 ribu hingga mencapai Rp40 miliar.

"Ini rata-rata kalangan menengah ke bawah yang jumlahnya 80 persen dari jumlah pemain 2,37 juta," ucapnya.

"Menurut data, untuk kluster nominal transaksi kelas menengah ke atas itu antara Rp 100 ribu sampai Rp 40 miliar," ujar Hadi.

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tiga Operasi Pemberantasan Judi Online

Menko Polhukam Hadi Tjahjanto sekaligus ketua Satgas Pemberantasan Judi Online mengungkap tiga tugas yang akan dilakukan pihaknya dalam waktu dekat. Pertama, Bareskrim Polri akan melakukan pembekuan terhadap rekening transaksi judi online.

"Dalam waktu dekat Minggu ini termasuk Minggu depan kita akan melaksanakan tiga operasi, tiga penegakan hukum yang harus segera diselesaikan," kata Hadi saat jumpa pers di Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (19/6).

Gelar Rapat Perdana Hadi menuturkan, sesuai laporan PPATK bahwa ada 4 sampai 5 ribu rekening mencurigakan yang sudah di blok. Tindak lanjutnya, PPATK segera melapor ke penyidik Bareskrim Polri.

Setelah dilaporkan, maka penyidik Bareskrim akan membekukan rekening tersebut dan memiliki waktu 30 hari untuk mengumumkan terkait pembekuan rekening itu.

"Setelah 30 hari tidak ada yang melaporkan bahwa pembekuan rekening tersebut berdasarkan putusan pengadilan negeri aset uang yang ada di rekening itu akan kita ambil dan kita serahkan kepada negara," ucap Hadi.

Setelahnya, Bareskrim akan menelusuri pemilik rekening itu dan dilakukan pendalaman. Jika itu adalah bandar, maka diproses secara hukum.

"Setelah 30 hari pengumuman itu memang kita lihat kita telusuri maka pihak kepolisian juga akan bisa memanggil pemilik rekening dan dilakukan pendalaman dan di proses secara hukum bahwa nyata-nyata itu adalah pemilik dan mereka adalah bandar," ucap Hadi.

3 dari 4 halaman

Tugas Kedua

Tugas kedua, Satgas akan menindak modus jual beli rekening. Hadi menyebut, para pelaku biasanya keliling ke kampung-kampung untuk mendata korban hingga dibukakan rekening. Setelahnya, rekening itu diserahkan kepada pengepul untuk dijual ke bandar-bandar judi.

"Pelaku datang ke kampung-kampung ke desa-desa. setalah datang mereka akan mendekati korban ngobrol dengan korban dan setelah itu dilakukan pentahapan berikutnya adalah membukakan rekening secara online apalagi memilih KTP dan sebagainya secara online," tuturnya.

"Setelah rekening jadi rekening tersebut diserahkan oleh pelaku tadi kepada pengepul bisa juga ratusan rekening oleh pengepul dijual ke bandar-bandar tadi rekeningnya dan oleh bandar digunakan untuk transaksi judi online," sambungnya. 

4 dari 4 halaman

Tugas Ketiga

Ketiga, Satgas bakal menutup pelayanan pembayaran online di mini market. Sebab, pihaknya menemukan ada pelayanan top up ya berkedok transaksi judi online.

"Apa tugas yang ketiga? tugas yang ketiga adalah terkait dengan game online modusnya adalah membeli pulsa atau top up dimana di mini mini market," ucapnya.

"Sasarannya adalah yang akan kita lakukan satgas adalah menutup pelayanan top up online yang terafiliasi karena pengisian pulsa di minimarket kan bisa juga pulsa bukan untuk permainan judi online namun apabila digunakan untuk judi online itu terlihat kode virtualnya atau accountnya terlihat," pungkasnya.

Reporter: Muhammad Genantan Saputra/Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.