Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) merilis kebijakan Pembelian Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kilogram (kg) menggunakan Kartu Identitas Penduduk (KTP), per 1 Juni 2024. Kebijakan itu bertujuan sebagai upaya penyaluran gas elpiji melon tepat sasaran kepada masyarakat miskin.
Menanggapi hal itu, pengamat kebijakan sekaligus Dewan Pembina Pimpinan Pusat Kesatria Muda Respublika (PP KMR), Iwan Bento Wijaya berharap, kebijakan bisa tepat sasaran kepada penerima manfaat. Sebab dengan KTP maka data akan terintegrasi dan lebih akurat.
Baca Juga
“Penggunaan teknologi digital dapat menjadi salah satu mekanisme pengawasan. Sehingga mencegah terjadinya kegiatan ilegal dan melawan hukum dengan melakukan pengoplosan elpiji subsidi kepada elpiji nonsubsidi,” kata Iwan saat Focus Group Discussion dengan tema, "Validasi Data Wujudkan di aula Universitas Paramadina seperti dikutip Sabtu (22/6/2024).
Advertisement
Iwan menambahkan, kebijakan terkait bisa memberikan keadilan terhadap akses energi dengan penggunaan teknologi digital, by name by address. Tujuannya melihat angka konsumtif masyarakat, sehingga menghemat anggaran dan menciptakan ekosistem bisnis yang sehat dan adil.
Sementara itu, Dasuki, Sekretaris Asosiasi Warteg Kharisma Bahari mengungkapkan jika selama ini ia jarang sekali mengalami hambatan dalam mendapatkan gas elpiji bersubsidi. Dia menyebut, dalam seminggu pihaknya menghabiskan rata-rata dua tabung gas elpiji bersubsidi.
"Kalau kita melihatnya ya sangat butuh untuk subsidi gas melon itu, dan semua ini sudah merata di warteg-warteg," ujar Dasuki.
Pentingnya Subsidi
Senada dengan itu, Akademisi sekaligus Ekonom, Handi Risza Idris menjelaskan pentingnya subsidi bagi ekonomi masyarakat. Dalam paparannya, program pengelolaan subsidi bertujuan untuk meringankan beban masyarakat dalam menghasilkan barang dan jasa, meningkatkan produksi pertanian, meningkatkan kualitas pelayanan publik khususnya pada sektor transportasi dan komunikasi, serta memberikan insentif bagi dunia usaha (UMKM) dan masyarakat.
Meski begitu, Handi meyakini ada beberapa tantangan yang dihadapi hari ini terkait gas elpiji bersubsidi, salah satunya ialah inclusion dan exclusion error atau keadaan dimana kelompok yang seharusnya menerima namun tidak menerima, begitu juga sebaliknya.
Sebagai informasi, berdasarkan data dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), masyarakat yang berhak menerima subsidi adalah 22% (12,5 juta) dari perkiraan 32% rumah tangga dengan kondisi sosial ekonomi terendah.
Sementara itu masih ada kelompok yang belum menerima bantuan, seperti 2,7 juta kepala rumah tangga perempuan dilaporkan tidak menerima subsidi, 760 penyandang disabilitas yang tidak mampu juga tidak menerima subsidi, dan sebanyak 4,06 juta kelompok masyarakat lanjut usia (Lansia) juga tidak menerima.
Advertisement