Liputan6.com, Jakarta - Anggota DPR RI Komisi III Habiburokhman menyetujui pemberian bantuan sosial (bansos) untuk korban judi online. Persetujuan ini sebagai respons atas gagasan Menko PMK yang memberikan perhatian terhadap keluarga korban judi online. Namun, persetujuan anggota DPR RI Komisi III ini justru disalahpahami seolah pemerintah dan DPR melegitimasi aktivitas judi online.
Menurut Praktisi Hukum Hendarsam Marantoko, kedudukan korban dan pelaku judi online merupakan dua subjek hukum yang berbeda. Penjudi ialah pelaku yang melakukan aktivitas judi online, sementara korban dalam hal ini adalah individu terdekat atau keluarga dari pelaku judi online yang menimbulkan kerugian materil dan psikologis.
“Gagasan pemberian bansos untuk korban judi online ini sama halnya dengan proses rehabilitasi terhadap pengguna narkoba dan narkotika. Dalam Perspektif UU No 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan Permensos Nomor 9 Tahun 2017, pengguna adalah korban yang perlu mendapatkan perhatian dari negara yang berupa rehabilitasi,” kata Hendarsam.
Advertisement
Ketua Umum Lingkar Nusantara (Lisan) ini menjelaskan, bila dihubungkan dalam konteks pelaku narkoba itu adalah korban, mengapa keluarga atau individu terdekat dari pelaku judi online tidak diperlakukan sebagai korban pula? Demikian juga, jika pengguna narkoba didudukkan sebagai korban, mengapa masyarakat tidak bereaksi dan protes.
"Giliran negara punya niat baik untuk memberikan perhatian terhadap keluarga judi online, malah mendapatkan protes. Apalagi dalam kasus judi online ini, kerugian bersifat langsung dan sangat berdampak bagi keluarga, terutama dari kalangan ekonomi menengah ke bawah,” tambahnya.
Dia menilai pihak korban yang berupa individu terdekat atau keluarga dari pelaku judi online ini lah yang menjadi sasaran pemberian bansos dari pemerintah. Karena secara prinsip, negara berkewajiban untuk memberikan perhatian pada pemenuhan hak-hak korban.
"Paradigma ini merupakan paradigma hukum modern, fokus perhatian penegakan hukum adalah upaya restitusi terhadap hak-hak korban," kata dia.
Habiburokhman Sebut Profesi Apa pun Bisa Terpapar Judi Online
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengungkapkan keprihatinannya terhadap anggota polisi yang terpapar judi online. Namun, ia juga mengungkapkan bahwa ia mendengar kabar bahwa anggota DPR hingga DPRD juga terlibat dalam perjudian online.
Habibburokhman menyatakan, "Saya sangat prihatin melihat anggota polri yang terlibat dalam judi online. Tetapi, kita juga harus ingat bahwa mereka adalah manusia biasa. Profesi apapun bisa terpapar judi online karena peredaran judi online ini sangat luas. Saya juga mendengar bahwa ada teman-teman di DPR dan DPRD yang terlibat dalam hal ini."
Ia juga menekankan pentingnya menyelesaikan kasus anggota polisi yang terlibat dalam judi online secara internal. Menurutnya, pemeriksaan rutin terhadap ponsel anggota polisi untuk memastikan tidak ada aplikasi judi online adalah langkah yang perlu dilakukan.
Habibburokhman menjelaskan, "Kita perlu rutin memeriksa ponsel mereka dan mengingatkan atasan mereka bahwa bermain judi online tidak hanya mengganggu keuangan keluarga, tetapi juga dapat mengganggu kinerja mereka sebagai anggota polisi. Gaji yang kecil tidak bisa diandalkan dengan judi online."
Kasus judi online di kalangan anggota polisi dan politisi menjadi perhatian serius, karena dapat merusak citra dan integritas institusi publik. Semua pihak diharapkan dapat bekerja sama untuk mengatasi masalah ini dan memastikan bahwa anggota polisi dan politisi tidak terlibat dalam aktivitas judi online.
Advertisement