Sukses

Ekspor Baja Indonesia Meningkat, Mendag Zulhas Dorong Peningkatan Daya Saing

Zulhas mengaku senang dengan ekspor baja ini. Sebab, produsen baja lapis ini merupakan salah satu perusahaan yang memberikan kontribusi dan membuat neraca perdagangan Indonesia

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan atau Zulhas melepas ekspor sebanyak 8 kontainer produk baja lapis dengan merek dagang Nexalume, Nexium, dan Nexcolor produksi PT Tata Metal Lestari (Tatalogam Group) dari pabrik di Sadang, Purwakarta, Jawa Barat, Jumat 21 Juni 2024.

Dalam sambutannya, Mendag menyebut bahwa pelepasan ekspor baja tujuan Australia, Kanada, dan Puerto Rico senilai USD 808.262 ini merupakan kolaborasi antara pemerintah dan pelaku usaha untuk mendorong peningkatan kinerja ekspor nonmigas Indonesia, termasuk peningkatan ekspor produk baja Indonesia ke pasar global.

Zulhas mengaku senang dengan ekspor baja ini. Sebab, produsen baja lapis ini merupakan salah satu perusahaan yang memberikan kontribusi dan membuat neraca perdagangan Indonesia selama 48 bulan berturut-turut mengalami surplus.

"Tahun 2022 surplus kita US$54,5 miliar, tahun 2023 surplus kita sempat turun memang jadi US$36 miliaran lebih, sampai Mei 2024 sudah hampir US$14 miliar," ujarnya dikutip Sabtu (22/6/2024).

Selain itu, Zulhas juga mengaku senang karena tujuan ekspor produk baja ini ke Australia hingga Kanada. Yang mana katanya, Indonesia banyak mengimpor dari negara tersebut dan menyebabkan defisit perdagangan.

Untuk itu, dengan adanya ekspor komoditas baja lapis warna ini, Zulhas berharap bisa mengurangi defisit perdagangan. Ia pun mengapresiasi PT Tata Metal Lestari atas kinerja usahanya, selain melayani pasar dalam negeri, juga melayani pasar ekspor yang pertumbuhan rata-ratanya di atas 10% per tahun.

 

2 dari 3 halaman

Manfaatkan Peluang Pasar Ekspor

Untuk itu Mendag mengapresiasi PT Tata Metal Lestari yang terus aktif dalam memanfaatkan peluang pasar ekspor dan diversifikasi pasar ekspor. Hal tersebut dilakukan dengan mengedepankan prinsip industri hijau dan berkelanjutan dalam rangka peningkatan daya saing produk baja di pasar global.

"Karena memang, kita kalau mau jadi negara maju harus menguasai pasar dunia. Apalagi ini baja, UMKM saja kita bangga, apalagi ini termasuk industri yang teknologi tinggi. Mudah-mudahan ini memberikan tanda-tanda bahwa cita-cita kita ingin menjadi negara maju pada tahun 2045 bisa kita capai," ujar Mendag.

Sedangkan, Vice President Operations PT Tata Metal Lestari, Stephanus Koeswandi menerangkan, menurut data dari The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA), volume impor baja HS 72 dan HS 73 pada tahun 2018-2022 terlihat naik turun karena dampak pandemi Covid-19. Sebelum pandemi, impor baja HS 72 dan 73 terus meningkat hingga mencapai 19 juta ton pada tahun 2019.

Impor baru turun pada tahun 2020 menjadi 14,1 juta ton karena adanya penurunan siginifikan permintaan pasar, baik dalam negeri maupun global. Namun di tahun 2021 dan 2022, impor kembali meningkat menjadi 15,6 dan 16.8 juta ton.

“Melihat kondisi yang terjadi pada rentang waktu tersebut, PT Tata Metal Lestari yang baru berdiri pada tahun 2019 akhirnya melakukan manuver ekspor. Langkah ini dilakukan setelah sebelumnya mempelajari pola-pola seperti adanya gangguan rantai pasok, permintaan yang berfluktuasi, ketidakstabilan harga dan pasar (volatile), dukungan pemerintah dan perlindungan industri domestik, inovasi dan adaptasi, serta yang terakhir adalah dampak jangka panjang dimana restrukturisasi industri berfokus keberlanjutan dan efisiensi energi sebagai bagian integral dari strategi industri baja pasca-pandemi dari Tata Metal Lestari,” Terang Stephanus.

Manuver ini akhirnya mulai terbukti. Kondisi ekspor impor produk baja selama kuartal 1 tahun 2023 (Q1 2023) menunjukkan dinamika yang cukup menarik. Dari tahun 2018 sampai tahun 2022 volume ekspor secara total terlihat selalu meningkat. Sementara pada Q1 2023, volume ekspor produk baja dengan Kode HS 72 dan 73 mengalami kenaikan sebesar 8,2 persen atau menjadi 3,18 juta ton dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2022.

 

3 dari 3 halaman

Industri Baja Telah Tumbuh

Sedangkan volume impor juga mengalami kenaikan sebesar 7,7 persen pada Q1 2023 dibandingkan dengan Q1 2022, meskipun dari sisi nilai mengalami penurunan sebesar 9 persen. Kontribusi ekspor produk baja yang semakin signifikan menunjukkan bahwa industri baja nasional telah tumbuh menjadi semakin penting bagi perekonomian nasional.

“Oleh karena itu, PT Tata Metal Lestari semakin yakin untuk lebih bergerak ke arah pasar ekspor. Untuk, saat ini, dari produksi kami sebesar 85% dari kapasitas, 30% nya kami dedikasikan untuk ekspor. Kontribusi penjualan ekspor adalah 25% hingga 30% dari total revenue. Hal ini membuktikan bahwa kualitas dan harga yang kami berikan kepada pasar global diterima dengan baik,” terang Stephanus lagi.

Ia menambahkan, dengan trajectory yang bagus ini, PT Tata Metal Lestari pun kembali berinvestasi baru dengan mesin pewarnaan baja yang diluncurkan (launching) Oktober tahun lalu di Pabrik Sadang dengan nilai investasi kurang lebih Rp1,5 Trilliun diluar lahan dan bangunan. Dengan investasi baru ini, otomatis mereka melakukan penambahan pegawai yang berdampak kepada perluasan kesempatan kerja sebagai multiplier effect.

Tak hanya itu, perusahaan yang ia pimpin kini juga telah mengaplikasikan teknologi manufaktur baru yang berkiblat kepada efisiensi sumber daya alam dan rendah emisi karbon yang selaras dengan konsep industri berkelanjutan dengan tingkat OEE (Overall Equipment Effectiveness) yang sudah di taraf standar internasional.

Terakhir, dengan semakin derasnya arus tantangan baik pasar global maupun domestik, Stephanus berharap dukungan Menteri Perdagangan dan jajaran kerja Kementerian Perdagangan agar terus mendorong transfer teknologi melalui kemitraan dengan negara maju dan institusi penelitian, mendukung penerapan regulasi lingkungan yang ketat, mendorong pemberian pembiayaan dan insentif untuk perusahaan yang mengadopsi teknologi manufaktur hijau (berkelanjutan) dan melakukan kegiatan ekspor secara aktif.

Selain itu, ia juga berharap Kementerian Perdagangan mendukung sistem sertifikasi dan labelling untuk produk ramah lingkungan, mendorong program pelatihan, edukasi dan kampanye publik dan pelaku usaha untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang praktik berkelanjutan. Dan yang terakhir, Kementerian Perindustrian terus mendorong peluang economic powerhouse antara Indonesia dan negara-negara lain dalam memaksimalkan perjanjian kemitraan ekonomi baik bilateral maupun multilateral.