Sukses

Polusi Jakarta Memburuk, Komisi VII DPR: Transisi Energi Harus Dipercepat

Kualitas udara di sejumlah kota di Indonesia seperti Jakarta dinilai sudah sangat memprihatinkan sehingga proses transisi energi mendesak harus segera dilaksanakan.

Liputan6.com, Jakarta - Jakarta kembali dinobatkan sebagai kota dengan cuaca terburuk ke 3 di dunia pada Minggu 23 Juni 2024. Jakarta menyusul kota Beijing (China) dan Kinshasa (Kongo).

Menanggapi hal tersebut Wakil Ketua Komisi VII DPR atau Komisi Energi Eddy Soeparno menegaskan, kualitas udara di sejumlah kota di Indonesia sudah sangat memprihatinkan sehingga proses transisi energi mendesak harus segera dilaksanakan.

"Kualitas udara di Jakarta, Surabaya, Bandung, Bogor, Tangerang Selatan dan lain-lain sudah masuk kategori membahayakan kesehatan. Kalau tidak ada tindakan serius maka dampak buruknya akan semakin meluas. Buat saya tidak ada pilihan lain kita harus kebut program transisi energi," kata Eddy dalam keterangannya, Minggu (23/6/2024).

Sekjen PAN ini menjelaskan, memburuknya kualitas udara Jakarta dan kota-kota besar lain sudah pada tahap harus diselesaikan dengan pendekatan manajemen krisis dan bukan lagi pendekatan business as usual semata.

"Supaya semua pemangku kepentingan memberikan prioritas agar sumber energi fosil yang saat ini mendominasi bisa digantikan dengan sumber energi dari geothermal, hidrogen, matahari, angin, biomassa atau minimal gas alam," jelasnya.

Eddy menjelaskan, selama hampir lima tahun menjabat pimpinan di Komisi Energi DPR RI, ia selalu mendesak agar percepatan transisi energi tidak hanya berupa lip service tetapi perlu direalisasikan secepatnya.

"Potensi sumber energi terbarukan Indonesia melimpah dan pendanaan dalam dan luar negeri pun tidak sulit untuk diakses. Tinggal kita bersepakat untuk mencapai solusi kolektif atas sejumlah permasalahan klasik yang selama ini menghambat proses transisi energi," tegas Eddy.

2 dari 3 halaman

Kendala yang Dihadapi

Eddy mengakui saat ini Indonesia menghadapi sejumlah kendala di depan mata seperti surplus listrik di sejumlah daerah, tarif yang lebih mahal, kebutuhan investasi yang tinggi dan permasalahan jaringan dan transmisi.

"Namun saya tegaskan bahwa permasalahan ini bukan tidak ada jalan keluarnya, apalagi sejumlah opsi untuk menyelesaikan masalah-masalah ini telah dibahas oleh pihak pemerintah, pelaku usaha maupun kami di Komisi VII DPR RI. Tinggal dilaksanakan dan harus dilaksanakan segera," lanjutnya.

Sayangnya, lanjut Eddy, tahun 2023 investasi sektor energi terbarukan relatif rendah. Hal ini tentu tidak boleh terulang di tahun 2024 apalagi menjadi tren di tahun-tahun mendatang.

"Saya pribadi menilai bahwa para pengambil kebijakan perlu duduk bersama untuk merumuskan solusi dan capaian jangka pendek, sekaligus merancang platform teknis, finansial dan operasional," pungkasnya.

3 dari 3 halaman

Kualitas Udara Jakarta Memburuk, Sudirman Said: Tidak Boleh Dianggap Remeh

Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengkritik soal memburuknya kualitas udara di Jakarta. Menurut Sudirman, persoalan itu tak boleh dianggap remeh.

"Kepala daerah tidak boleh menganggap remeh masalah warga, apalagi lepas tangan dan mewajarkan masalah," kata Sudirman saat dihubungi, Jumat (21/6/2024).

Menurut Sudirman, anak-anak dan kelompok warga miskin lah yang menjadi korban dari buruknya kualitas udara Jakarta.

"Karena buruknya kualitas udara, anak-anak kita sudah menjadi pelanggan sakit pernapasan. Lalu bayangkan mereka yang miskin dan mengandalkan pemasukan harian, sehari saja mereka berhalangan kerja bisa berakibat fatal," jelas Sudirman.

Padahal, kata dia solusi untuk mengatasi polusi bisa dipelajari dari kota-kota yang telah berhasil menangani isu polusi. Semisal, lanjut Sudirman Beijing, New Delhi, hingga Mexico City.

"Kita juga tidak kekurangan pakar dan pemerhati di Jakarta yang sudah sering memberikan masukan," ujarnya.

Sudirman menilai, kunci mengatasi polusi udara ada pada kepemimpinan yang serius dan fokus melindungi warganya. Dia pun menyentil pemimpin yang tak bekerja dengan sungguh-sungguh karena tak dipilih langsung oleh warga.

"Jangan karena tidak dipilih warga jadi tidak peduli warga," kata Sudirman Said.