Liputan6.com, Jakarta Polda Metro Jaya masih menangani sejumlah kasus terkait pinjaman online alias pinjol ilegal. Namun begitu, penegakan hukum baru dilakukan terhadap perkara yang bersinggungan dengan tindakan pengancaman.
"Kalau untuk pinjol yang kita tangani itu dengan pengancaman. Jadi setelah mereka terjerat pinjol, mereka mengancam melalui medsos ataupun sistem elektronik. Itu yang menjadi concern kita menghadapi pinjol," tutur Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan, Selasa (25/6/2024).
Baca Juga
Meski begitu, Ade menegaskan pihaknya juga terus melakukan patroli siber yang turut berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait.
Advertisement
Termasuk langkah antisipasi melakukan pemblokiran situs agar masyarakat tidak terjerat pinjol ilegal.
"Patroli siber terus kita lakukan, kita terus bekerja sama dan koordinasi efektif dengan Kominfo melakukan patroli siber. Semua akun-akun, situs-situs yang diduga melakukan tindak pidana itu selalu kita koordinasikan dengan Kominfo untuk melakukan pemblokiran lebih awal," kata Ade.Â
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya pola dari para pemain judi online (judol) yang kerap terjerat kasus pinjaman online (pinjol) ilegal sampai penipuan.
"Kami menemukan pelanggaran-pelanggaran hukum ikutan dari judol ini, seperti terjadinya pinjol ilegal, penipuan, ponzi scheme (skema ponzi) dan lain-lain," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana saat dikonfirmasi, Sabtu (15/6/2024).
Â
Karena Judi Online
Ivan menyebut terjeratnya para pemain judi online itu karena kerap terdesak kebutuhan uang demi memainkan permainan haram tersebut. Sehingga, segala cara digunakan untuk mendapatkan uang.
"Iya, karena untuk judol mereka butuh uang, dan itu mereka dapatkan dengan cara melawan hukum juga. Karena tidak adanya sumber penghasilan yang memadai untuk judol," ungkap Ivan.
Berdasarkan data PPATK, lebih dari 80 persen masyarakat yang bermain judi online adalah mereka yang memiliki nilai transaksi relatif kecil, sekira Rp100 ribu.
Â
Advertisement
Kalangan Menengah ke Bawah
Dari data itu didapat total agregat transaksi kalangan masyarakat umum berada pada kalangan menengah ke bawah. Semisal kategori ibu rumah tangga, pelajar, pegawai golongan rendah, pekerja lepas.
Meski begitu, kerugian akibat judi online mencapai nilai fantastis, lebih dari Rp600 triliun sampai dengan kuartal 1 tahun 2024. Angka itu didapat berdasarkan kalkulasi hasil analisis PPATK dari tahun 2023 Rp500 triliun. Kemudian pada kuartal 1 (Januari - Maret) ditemukan adanya transaksi Rp100 triliun.
"Oleh karenanya arahan Bapak Presiden kepada masyarakat kemarin, beliau sampaikan bahwa hindari judol. Uang sebaiknya dikelola untuk hal yang produktif, ditabung, buat pendidikan dan lain-lain. Seyogyanya masyarakat memang mengelola dananya dengan menghindari judol," katanya.