Sukses

RPAPP Ungkap Ragam Faktor Kekerasan Terhadap Anak di Kota Bekasi

Pembina RPAPP, Adelia mengaku prihatin dengan kondisi kekerasan terhadap anak dan perempuan yang kerap tidak terakomodir.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus kekerasan terhadap anak di Kota Bekasi, Jawa Barat, masih menjadi isu yang cukup banyak disorot. Hampir setiap hari terjadi kasus kekerasan anak, mulai dari kekerasan seksual, perundungan, hingga tawuran antarremaja yang tak jarang menyebabkan korban jiwa.

Relawan Perlindungan Anak dan Perempuan Pelita (RPAPP) Kecamatan Mustikajaya, menjadi salah satu stakeholder yang terlibat dalam membantu penanganan masalah kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kota Bekasi.

Pembina RPAPP, Adelia mengaku prihatin dengan kondisi kekerasan terhadap anak dan perempuan yang kerap tidak terakomodir. Hal inilah yang membuatnya menggagas RPAPP dan bekerja sama dengan KPAD Kota Bekasi.

Politikus muda Golkar itu mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka kekerasan terhadap anak, utamanya konten media sosial yang tidak tersaring. Ia menyebut banyak konten negatif yang mudah diakses oleh anak-anak di bawah umur, sehingga memengaruhi pola pikir dan karakter.

"Saya selalu katakan, konten TikTok, media sosial lainnya itu sangat mudah diakses oleh anak-anak, tidak ada batasan umur. Padahal TikTok di negara asalnya Cina itu dipakai untuk edukasi, bukan konten-konten perceraian, perselingkuhan, kekerasan anak dimasukkannya ke situ," kata Adelia saat menggelar acara sosialisasi perlindungan anak dan perempuan bersama KPAD Kota Bekasi di Mustikajaya, Rabu (26/6/2024).

Ia menekankan perlunya pemerintah untuk mengkaji kembali setiap platform media sosial yang masuk ke Indonesia, sehingga konten-konten yang bersifat negatif dan merusak moral anak, bisa dicegah sedini mungkin.

Faktor yang tak kalah penting lainnya, yakni perihal pola asuh orangtua yang cenderung abai terhadap penggunaan media sosial di ponsel anak. Orangtua sejatinya perlu memberikan pemahaman kepada anak tentang konten-konten yang boleh diakses maupun tidak.

"Orangtua harus berperan bagaimana memberikan pemahaman kepada anak-anak apa yang boleh dan yang tidak. Karena balik lagi, pendidikan dasar anak-anak itu kan orangtua. Harus ada pendekatan secara afeksi, pelan-pelan, sering berdiskusi sehingga sudut pandang bisa berubah," ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kekerasan Anak di Bekasi Sudah Termasuk Darurat

Adelia menegaskan pihaknya akan berjalan bersama KPAD Kota Bekasi untuk mewujudkan visi misi yang sepaham tentang perlindungan anak di Kota Bekasi. Terutama menghilangkan stigma masyarakat tentang korban kekerasan seksual yang selama ini dianggap aib.

"Saya yakin KPAD pun sama kita satu visi misi, kita bukannya tiba-tiba mau mengubah Bekasi jadi daerah yang sangat ramah anak, karena ini prosesnya pasti panjang. Contoh ada kalimat, kan belum diapa-apain, baru diraba dan dicium saja, justru itu sudah diapa-apain. Jadi normalisasi seperti itu yang mau kita perbaiki," tegasnya.

Sementara Ketua KPAD Kota Bekasi Rusham mengatakan kondisi kekerasan di Kota Bekasi sudah termasuk darurat karena bisa terjadi beberapa kasus di hari yang sama, dengan modus operandi yang tak jauh berbeda.

Menurutnya, kasus kekerasan terhadap anak juga semakin di luar nalar. Seperti kasus ibu kandung yang mencabuli anaknya yang masih berusia tiga tahun, yang menggegerkan publik. Hal ini dianggap sebagai warning system dan membutuhkan banyak stakeholder untuk penanganannya.

"Makanya kami butuh dukungan semua masyarakat, karena hal-hal seperti ini mau sampai kapan dan bisa lebih banyak lagi korban. Masa setiap Minggu kita dengar ada korban," ucapnya.

 

3 dari 3 halaman

Perbaikan Pola Asuh Orangtua

Rusham sepakat dengan Adelia terhadap perbaikan pola asuh orangtua sebagai salah satu upaya pencegahan kekerasan pada anak. Ia mengaku miris dengan treatment orangtua terkait penggunaan ponsel yang justru dikendalikan oleh anak karena tak terbiasa dengan percepatan teknologi.

"Banyak sekali ternyata orangtua yang tidak tahu password ponsel anaknya. Justru anaknya yang memberikan edukasi terhadap anaknya terkait dengan teknologi. harusnya itu kan berimbang. Ada distorsi informasi disitu," paparnya.

Selain itu masih banyak orangtua yang kerap menerapkan pola asuh yang tidak berimbang terhadap pemakaian ponsel anak. Salah satu contoh, anak yang menerima hukuman untuk kesalahannya, sekarang ini kerap menghabiskan waktu dengan menonton konten-konten media sosial ketimbang siraman rohani.

"Zaman kita itu ada treatmentnya, dipukul di rumah tapi di masjid diceramahin. Hari ini nggak, dipukul di rumah, nonton sosmed. Nah ini yang tidak bisa kita kontrol. Dan banyak penyebab lainnya. Karena dalam studi psikologis ada yang namanya kecenderungan anak bermain handphone. Ada waktu-waktu rentan berapa waktu maksimal anak pegang ponsel. Harusnya kan orangtua punya kontrol terhadap itu," tandasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.