Liputan6.com, Jakarta - Merchant Discount Rate (MDR) bagi penyelenggara sistem pembayaran berfungsi menopang kelangsungan dan profitibilitas atau laba bagi mereka. MDR merupakan potongan biaya yang dibebankan pada merchant atau pemilik toko setiap kali transaksi kartu debit/kredit dilakukan. Meskipun terlihat kecil, akumulasi dari jutaan transaksi harian menjadikannya sumber pendapatan utama.
MDR diketahui digunakan untuk membiayai infrastruktur, keamanan dan pengembangan teknologi, serta juga bisa untuk membiayai inisiatif program literasi keuangan yang sangat bermanfaat bagi masyarakat. Semakin tinggi volume transaksi maka akan semakin kuat ekosistem pembayarannya.
Baca Juga
Khusus untuk persoalan literasi keuangan, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI - Fathan Subchi menilai, literasi keuangan masyarakat Indonesia di tahun 2022 lalu masih rendah, yakni di bawah 49%.
Advertisement
"Artinya separuh lebih masyarakat kita masih belum paham dan sadar betul dengan apa itu literasi keuangan," ungkap Fathan.
Hal ini lanjut Fathan membuka celah bagi pelaku tindak kejahatan secara digital.
"Nah, rendahnya literasi keuangan pada masyarakat di Indonesia tersebut memudahkan bagi pihak-pihak yang berniat jahat untuk melakukan penipuan secara digital dengan segala bentuknya," lanjut Farhan menambahkan.
Terkait kemungkinan untuk menerapkan insentif bagi pelaku usaha yang memiliki program peningkatan literasi keuangan, Fathan menyetujui inisiatif tersebut.
"Setuju-setuju saja, namun pastinya besaran insentif yang akan diberikan harus didiskusikan kemudian, yang pasti kampanye Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) itu adalah tugas pemerintah," tandas Fathan.
Fathan menjelaskan, Komisi XI DPR RI dari dulu mendorong kampanye penggunaan QRIS agar dapat merata, baik dari sisi tingkatan usaha kecil, menengah dan atas. Begitu juga dari segi wilayah penggunanya dari Indonesia bagian barat, tengah hingga Indonesia bagian timur.
Fathan menambahkan, ketika penggunaan QRIS baru berjalan dikalangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) kelas bawah, sebaiknya tak langsung dihadang dengan MDR untuk membangun awareness atau kesadaran terlebih dahulu dipengguna merchant QRIS.
"Ketika awareness sudah terbentuk dan merchant QRIS sudah benar-benar merasakan keuntungan menggunakan QRIS, maka MDR bisa diberlakukan namun dengan tetap pengecualian UMKM kelas bawah," lanjut Fathan menambahkan.
Literasi Keuangan
Hal senada dikatakan anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin yang menilai saat ini kondisi literasi keuangan di Indonesia masih perlu diperbaiki. Meski trennya terus naik sejak tahun 2013, namun tingkat pemahaman masyarakat akan produk keuangan masih belum melebihi angka 50%.
“Tahun 2022 kemarin, hasil survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tingkat literasi keuangan Indonesia masih berada pada 49,68%, meningkat dibanding 2019 yang masih diangka 38%. Tapi, jika dilihat, tingkat inklusi keuangan atau ketersediaan akses keuangan dimasyarakat nilainya sudah menyentuh angka 85,10%," papar Puteri.
Seperti diketahui sebelumnya, pada Juli 2023 lalu, Bank Indonesia (BI) menyesuaikan MDR untuk layanan QRIS bagi usaha mikro menjadi 0,3% dari sebelumnya 0%, sedangkan untuk usaha kecil, menengah dan besar tetap dikisaran 0,7%. Beberapa pekan kemudian, BI mengeluarkan kebijakan tambahan yang menetapkan MDR 0% untuk transaksi Ultra Mikro(UMI) sampai dengan Rp.100.000,-
Sementara data BI pada tahun 2022, menunjukkan presentase transaksi QRIS di bawah nominal Rp.100.000 mencapai 67,5% dimana tingginya volume transaksi ini dapat menguatkan ekosistem pembayaran, termasuk pembiayaan inisiatif program literasi keuangan.
Advertisement