Liputan6.com, Jakarta - Menko Polhukam RI, Hadi Tjahjanto mewajibkan seluruh kementerian, lembaga dan instansi mencadangkan data untuk mengantisipasi adanya peretasan seperti yang terjadi beberapa waktu lalu.
"Setiap tenant atau kementerian juga harus memiliki backup, ini mandatori, tidak opsional lagi, sehingga kalau secara operasional pusat data nasional sementara berjalan, ada gangguan, masih ada back up," kata Hadi saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam RI, Jakarta Pusat, dilansir dari Antara, Senin (1/7/2024).
Advertisement
Baca Juga
Menurut Hadi, data di beberapa kementerian dan instansi masih bisa diselamatkan pasca peretasan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 jika dilakukan pencadangan. Kini, Hadi beserta jajarannya tengah mengupayakan PDNS 2 kembali beroperasi bulan ini dengan beragam cara.
Salah satunya yakni dengan melakukan pencadangan data dari cold site yang ditingkatkan menjadi hot site di Batam. Untuk diketahui, hot site adalah sistem yang mengatur penggunaan data cadangan lokasi fisik alternatif.
Tak hanya itu, Hadi juga mengupayakan adanya perlindungan data yang berlapis dengan mencadangkan data PDNS 2 dengan cloud yang dipantau langsung oleh Badan Siber Sandi Negara (BSSN).
"Kemudian juga akan kita backup dengan cloud cadangan, cloud cadangan ini secara zonasi, jadi nanti data-data yang sifatnya umum kemudian data-data yang memang seperti statistik dan sebagainya itu akan disimpan di cloud. Sehingga tidak penuh data yang ada di PDN," kata Hadi.
Dengan penguatan pencadangan data itu, Hadi memastikan PDNS 2 sudah bisa beroperasi bulan ini sehingga seluruh instansi pemerintah bisa kembali melayani masyarakat.
Menkominfo Budi Arie Setiadi Soal PDNS: Tak Ada Negara yang Bebas dari Ransomware
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi memenuhi panggilan Komisi I DPR RI untuk memberikan penjelasan terkait serangan siber terhadap Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 yang mengganggu layanan Imigrasi sejak 20 Juni lalu.
Dalam pemaparannya di DPR, Budi Arie menyebut kalau saat ini tak ada negara yang terbebas dari serangan ransomware.
"Bisa lihat ini (memperlihatkan slide), ransomware, yang tidak ada (negara) di seluruh dunia yang tidak terkena serangan ransomware," kata Budi Arie.
Ia lanjut menyebutkan, di antara negara-negara di dunia, Indonesia terdampak serangan ransomware sebesar 0,67 persen. Dengan serangan terbesar ransomware menyasar Amerika Serikat yang persentasenya 40,34 persen, Kanada 6,75 persen, Inggris 6,44 persen, Jerman 4,92 persen, dan Prancis 3,8 persen.
Budi Arie menyebutkan kalau malware ini melanda seluruh dunia dan sudah menjadi perhatian pemerintah. Menyoal ransomware Brain Chiper yang menyerang server Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 Indonesia, Budi menyebut itu merupakan jenis terbaru dari varian Lockbit 3.0.
Masih dari data yang ia paparkan, Budi mengatakan, saat ini berdasarkan hasil studi dari MIT Technology Review Inside di tahun 2022, Indonesia ada di peringat ke 20 dalam indeks pertahanan siber.
"Harus menjadi perhatian kita semua sebagai negara dan bangsa, bahwa keamanan siber kita masih perlu peningkatan yang lebih," tutur dia.
Advertisement