Sukses

Menko PMK Dukung Mahasiswa Pakai Pinjol untuk Bayar Kuliah: Asal Resmi

Menko PMK Muhadjir Effendy mendukung wacana student loan atau pinjaman online kepada mahasiswa untuk membayar UKT.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mendukung wacana student loan atau pinjaman online kepada mahasiswa untuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT).

"Pokoknya semua inisiatif baik untuk membantu kesulitan mahasiswa harus kita dukung gitu, termasuk pinjol. Asal itu resmi dan bisa dipertanggungjawabkan, transparan, dan dipastikan tidak akan merugikan mahasiswa, kenapa tidak? " kata Muhadjir di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (2/7/2024).

Menurut Muhadjir, pinjaman online (pinjol) sebenarnya hanya salah satu jenis atau sistem. Namun belakangan berefek buruk lantaran disalahgunakan.

"Kan pinjol itu sebetulnya kan sistemnya aja, kemudian terjadi fraud terjadi penyalahgunaan itu orangnya," kata dia.

Sementara terkait potensi munculnya komersialisasi pendidikan lewat pinjol, Muhadjir menilai hanya penilaian yang menyesatkan dan hal itu kerap terjadi.

"(Komersialisasi) itu soal penilaian kan bisa macam-macam, wong kemarin saya bilang korban judi online bisa diberi bansos bisa ditafsirkan penjudi dapat bansos kok, itu penilaian yang menyesatkan saja," ucap Menko PMK menandaskan.  

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

PPATK: Penjudi Online Kerap Terjerat Pinjol

Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebelumnya menemukan adanya pola dari para pemain judi online (judol) yang kerap terjerat kasus pinjaman online (pinjol) ilegal sampai penipuan.

"Kami menemukan pelanggaran-pelanggaran hukum ikutan dari judol ini, seperti terjadinya pinjol ilegal, penipuan, ponzi scheme (skema ponzi) dan lain-lain," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana saat dikonfirmasi, Sabtu (15/6/2024).

Ivan menyebut terjeratnya para pemain judi online itu karena kerap terdesak kebutuhan uang demi memainkan permainan haram tersebut. Sehingga, segala cara digunakan untuk mendapatkan uang.

"Iya, karena untuk judol mereka butuh uang, dan itu mereka dapatkan dengan cara melawan hukum juga. Karena tidak adanya sumber penghasilan yang memadai untuk judol," ungkap Ivan.

Berdasarkan data PPATK, lebih dari 80 persen masyarakat yang bermain judi online adalah mereka yang memiliki nilai transaksi relatif kecil, sekira Rp100 ribu.

 

3 dari 3 halaman

Kerugian Judi Online Capai Rp600 T

Dari data itu didapat total agregat transaksi kalangan masyarakat umum berada pada kalangan menengah ke bawah. Semisal kategori ibu rumah tangga, pelajar, pegawai golongan rendah, pekerja lepas.

Meski begitu, kerugian akibat judi online mencapai nilai fantastis, lebih dari Rp600 triliun sampai dengan kuartal 1 tahun 2024.

Angka itu didapat berdasarkan kalkulasi hasil analisis PPATK dari tahun 2023 Rp500 triliun. Kemudian pada kuartal 1 (Januari - Maret) ditemukan adanya transaksi Rp100 triliun.

"Oleh karenanya arahan Bapak Presiden kepada masyarakat kemarin, beliau sampaikan bahwa hindari judol. Uang sebaiknya dikelola untuk hal yang produktif, ditabung, buat pendidikan dan lain-lain. Seyogyanya masyarakat memang mengelola dananya dengan menghindari judol," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.