Sukses

Jaga Kedaulatan Maritim, Indonesia Diminta Ambil Posisi Jalur Diplomasi

Indonesia dan Vietnam kembali melangsungkan pertemuan teknis ketiga, terkait Pengaturan Pelaksana (PP) Wilayah Tumpang Tindih Yurisdiksi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Landas Kontinen (LK).

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia dan Vietnam kembali melangsungkan pertemuan teknis ketiga, terkait Pengaturan Pelaksana (PP) Wilayah Tumpang Tindih Yurisdiksi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Landas Kontinen (LK). Pertemuan bertujuan untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua pihak dalam wilayah tumpang tindih hingga mencapai konsensus atas isu-isu yang belum terselesaikan.

Terhadap isu-isu yang belum terselesaikan dalam PP, delegasi Republik Indonesia (RI) tetap mengambil sikap yang ikhlas dan tulus sedangkan Vietnam selalu bersikap arogan dalam perundingan PP. Usulan Vietnam tidak masuk akal dan berpotensi mengancam kedaulatan maritim RI.

Diketahui, beberapa isu yang perlu dibahas lebih lanjut, salah satunya adalah penetapan "no-anchoring area" atau area dimana tidak seorang pun diperbolehkan membuang jangkar untuk kapal, pesawat terbang atau fasilitas lainnya, sebab disiapkan untuk melindungi pulau buatan, struktur atau instalasi.

Menanggapi isu itu, Marcellus Hakeng Jayawibawa selaku pengamat maritim dari Ikatan Alumni Lemhannas Strategic Center (IKAL SC) mengatakan, UNCLOS 1982 menjelaskan safety zone adalah 500 meter. Namun, usulan "no-anchoring area" Vietnam mencapai dua mil laut atau sekitar 3.704 meter.

“Usulan Vietnam menetapkan 'no-anchoring area' sejauh dua mil laut melanggar peraturan internasional. Ini mencerminkan niatnya untuk memperluas cakupan penangkapan ikan yang secara langsung mengancam kedaulatan Indonesia,” ujar Marcellus Hakeng kepada media, seperti dikutip Rabu (3/7/2024).

Dikonfirmasi terpisah, pengamat militer Alman Helvas Ali berpendapat usulan Vietnam menunjukkan ambisi yang kuat untuk mengambil sumber daya yang diyakini akan merugikan Indonesia. Alman menyarankan, Indonesia hendaknya mengacu pada aturan nasional dan internasional dan tidak memberi konsesi kepada Vietnam.

“Usulan Vietnam akan merugikan Indonesia secara ekonomi sebab mereka akan bebas manangkap ikan di wilayah hak berdaulat Indonesia,” ujar Alman.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Diplomasi Pertahanan

Sementara itu, seorang Peneliti Univerisitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta; Ogi Nanda Raka Ade Candra Nugraha menyatakan tindakan Vietnam tidak hanya merugikan signifikan terhadap ekonomi Indonesia, tapi juga berpotensi mengancam kedaulatan maritim. Sebab, tindakan Vietnam berusaha mempertegas klaim di wilayah sengketa.

“Diplomasi pertahanan yang mampu menjadi kunci sukses Indonesia, harus melakukan dan berpartisipasi dalam aktivitas diplomasi, seperti Multilateral Naval Exercise Komodo (MNEK) dan Cooperation Afloat Readiness and Training (CARAT), meningkatkan dampak Indonesia di ASEAN agar Indonesia mempunyai suara yang lebih besar dalam perundingan dengan negara lain,” saran Nugraha.

Diketahui kedua pihak telah menandatangani Persetujuan Batas zona ekonomi eksklusif (ZEE) pada Desember 2022. Namun Vietnam masih terus hadir di perairan Republik Indonesia, terutama di Laut Natuna Utara.

Data Indonesia Ocean Justice Initiative mencatat, sebanyK 28 kapal nelayan Vietnam terdeteksi melakukan kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di Laut Natuna Utara pada triwulan I 2024.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini