Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan peretasan terhadap server pusat data nasional (PDN) tak hanya dialami oleh Indonesia. Menurut dia, peretasan server PDN juga terjadi di negara-negara lain.
"(Peretasan PDN) Ini juga terjadi di negara-negara lain, bukan hanya di Indonesia saja," kata Jokowi kepada wartawan di PT Hyundai LG Indonesia (HLI) Green Power, Karawang, Jawa Barat, Rabu (3/7/2024).
Baca Juga
Dia menyampaikan pemerintah telah melakukan evaluasi menyeluruh buntut lumpuhnya server PDN yang diserang Ransomware Lockbit 3.0. Jokowi juga meminta agar semua data nasional di backup untuk mengantisipasi serangan Ransomware.
Advertisement
"Sudah kita evaluasi semuanya. Yang paling penting semuanya harus dicarikan solusinya agar tidak terjadi lagi, di backup semua data nasional kita sehingga kalau ada kejadian kita tidak terkaget-kaget," jelas Jokowi.
Serangan Ransomware terhadap Pusat Data Nasional sejak 20 Juni 2024 lalu telah berdampak pada beberapa layanan publik di pemerintahan, salah satunya di bidang perpajakan.
Aksi kelompok hacker atau peretas Brain Chiper menyebabkan gangguan signifikan pada berbagai layanan publik di 282 instansi pemerintah. Tak tanggung-tanggung, Brain Cipher meminta tebusan USD 8 juta atau senilai Rp 131 miliar.
Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan atau Menko Polhukam Hadi Tjahjanto mengatakan, PDNS 2 yang terkena serangan Ransomware ditargetkan pulih pada Juli 2024. Selain itu, seluruh kementerian, lembaga negara, dan instansi diminta mencadangkan data untuk mengantisipasi peretasan serupa.
"Setiap tenant atau kementerian juga harus memiliki backup (cadangan), ini mandatory (wajib), tidak opsional lagi, sehingga kalau secara operasional Pusat Data Nasional Sementara berjalan, ada gangguan, masih ada backup," kata Menko Polhukam Hadi Tjahjanto di Jakarta, Senin 1 Juli 2024.
Tak hanya itu. Menko Polhukam juga mengupayakan adanya perlindungan data yang berlapis dengan mencadangkan data PDNS 2 dengan cloud yang dipantau langsung oleh Badan Siber Sandi Negara atau BSSN.
"Kemudian juga akan kita backup dengan cloud cadangan, cloud cadangan ini secara zonasi. Jadi nanti data-data yang sifatnya umum, kemudian data-data yang memang seperti statistik, dan sebagainya itu akan disimpan di cloud, sehingga tidak penuh data yang ada di PDN," Menko Polhukam menambahkan.
Didesak Mundur dari Menkominfo Buntut Server PDN Diretas, Budi Arie: No Comment
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi enggan berkomentar banyak soal desakan dari sejumlah masyarakat yang meminta dirinya mundur lantaran gagal menjaga keamanan data.
Desakan mundur itu buntut dari server Pusat Data Nasional (PDN) yang diretas ransomware dan pemerintah menyatakan hanya pasrah.
"Ah no comment kalau itu. Itu haknya masyarakat untuk bersuara," kata Budi di Kompeks Parlemen Senayan, Kamis (27/6/2024).
Budi mengklaim, meski server PDN diretas, namun belum ada bukti kebocoran data sudah terjadi.
"Yang pasti tadi hasil rapat dengan Komisi I (DPR) kita, tidak ada indikasi dan belum ada bukti terjadinya kebocoran data," kata dia.
Diketahui, desakan agar Budi Arie Setiadi mundur dari jabatan Menkominfo dapat dilihat dari petisi yang dibuat oleh Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet).
Petisi itu menggalang suara masyarakat untuk menuntut Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mundur dari jabatannya. Petisi tersebut bisa diakses di laman change.org dan sudah direspons oleh puluhan ribu masyarakat.
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia secara tegas menolak membayar tebusan sebesar Rp 131 miliar yang diminta oleh peretas Pusat Data Nasional (PDN). Keputusan ini disampaikan oleh sejumlah pejabat terkait menyusul serangan siber yang mengganggu layanan publik sejak 20 Juni 2024.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo), Usman Kansong, menegaskan sikap pemerintah dalam menanggapi tuntutan peretas.Â
"Ya pemerintah kan enggak mau menebus, sudah dinyatakan tidak akan memenuhi tuntutan Rp 131 miliar," ujar Usman kepada wartawan pada Rabu (26/6/2024).
Advertisement
Pemerintah Tolak Bayar Tebusan kepada Peretas
Menurutnya, alasan pemerintah menolak memenuhi tuntutan peretas karena data PDNS yang dibobol itu sudah tidak bisa diubah-ubah oleh peretas, ataupun pemerintah. Â
"Karena sudah diamankan data itu. Sudah kami tutup, kan," ucapnya.
Usman mengungkapkan, Kominfo bersama Badan Siber dan Sandi Negara atau BSSN, serta Telkom Sigma selaku vendor telah mengisolasi data-data dari PDNS 2 di Surabaya. Karena itu, ia mengklaim bahwa data di pusat data itu tidak bisa diambil oleh pelaku peretasan, meski servernya berhasil dilumpuhkan.
"Emang kami bayar juga dijamin enggak diambil datanya? Enggak kan. Yang penting sudah kami isolasi," kata Usman.
Virus Ransomware
Sementara, Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, sebelumnya mengonfirmasi adanya permintaan tebusan dari peretas. "Menurut tim, (uang tebusan) 8 juta dolar," kata Budi Arie di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (24/6/2024).
Meskipun menolak membayar tebusan, pemerintah mengklaim telah mengambil langkah-langkah untuk mengamankan data yang terdampak. Â
"Iya dibiarkan saja di dalam, sudah kita isolasi. Jadi enggak bisa diapa-apain. Enggak bisa diambil oleh dia (peretas) juga."
Serangan siber terhadap PDN ini menggunakan virus ransomware jenis baru yang dikenal sebagai Lockbit 3.0. Akibatnya, sekitar 210 database milik kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah terdampak, menyebabkan gangguan pada berbagai layanan publik.
Advertisement