Sukses

Kejagung dan Polri Bantah Tutup Pintu Koordinasi, Ghufron KPK: Kami Anggap Itu Sebuah Komitmen

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengaku bersyukur dengan bantahan Kejagung dan Polri. KPK pun bakal menagih komitmen Kejagung dan Polri terkait proses koordinasi dan supervisi dalam menangani perkara korupsi.

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Polri kompak membantah telah menutup pintu koordinasi dan supervisi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu menanggapi pernyataan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata yang mengeluhkan adanya kendala dalam hal koordinasi dan supervisi dengan dua lembaga penegak hukum tersebut.

Terkait bantahan tersebut, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengaku bersyukur. Pihaknya pun bakal menagih komitmen Kejagung dan Polri terkait proses koordinasi dan supervisi dalam menangani perkara korupsi.

"Saya bersyukur, artinya itu adalah komitmen, dan tentu kami akan tindak lanjuti bahwa beliau menyampaikan tidak ada kendala dalam proses koordinasi maupun supervisi," kata Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (3/7/2024).

Ghufron juga menilai pernyataan Kejagung dan Polri bakal menjadi komitmennya ke depan dalam mengusut kasus pemberantasan korupsi.

"Kami anggap itu sebagai sebuah komitmen," ujar dia.

Sebelumnya, Kejagung membantah telah menutup pintu koordinasi dengan KPK. Pihak Kejagung menyatakan, bentuk komitmennya dalam koordinasi dengan KPK yakni dengan menyiapkan Jaksa pada saat sidang perkara kasus korupsi.

Hal senada juga disampaikan oleh Mabes Polri. Mereka menyebutt, penempatan anggotanya di lembaga antirasuah merupakan salah satu bentuk koordinasi dan supervisinya.

Kejagung dan Polri juga sama-sama menegaskan siap membantu KPK dalam menindak kasus rasuah.

 

2 dari 3 halaman

Curhat Alexander di Komisi III DPR

Seperti diketahui, Alexander Marwata sebelumnya mengeluhkan bahwa koordinasi dan supervisi antara KPK dengan Polri dan Kejagung tidak berjalan dengan baik. Menurutnya, ego sektoral antar lembaga-lembaga tersebut masih terjadi sehingga menghambat koordinasi.

Terlebih lagi, menurutnya koordinasi cenderung tertutup jika KPK menindak adanya oknum di lembaga-lembaga itu yang terjerat korupsi.

"Egosektoral masih ada, masih ada. Kalau kami menangkap jaksa misalnya, tiba-tiba dari pihak Kejaksaan menutup pintu koordinasi supervisi, sulit. Dengan kepolisian juga demikian," kata Alexander saat rapat kerja bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (1/7/2024).

Dia mengatakan, penindakan korupsi di Indonesia berbeda dengan negara-negara lainnya yang lebih sukses, khususnya jika dibandingkan dengan Singapura dan Hong Kong.

 

3 dari 3 halaman

Minta Menko Polhukam Turun Tangan

Di dua negara tersebut, menurutnya, KPK menjadi lembaga satu-satunya yang menangani tindak pidana korupsi.

"Sedangkan kalau di KPK (Indonesia), ada tiga lembaga, KPK, Polri, Kejaksaan, memang di dalam UU KPK yang lama maupun yang baru, ada fungsi koordinasi dan supervisi," kata dia, dikutip dari Antara.

Untuk menangani hal itu, dia mengatakan KPK pada beberapa waktu lalu telah berkomunikasi dengan Menko Polhukam Hadi Tjahjanto untuk mencermati masalah tersebut.

Dia pun meminta agar Menko Polhukam bisa memfasilitasi koordinasi antara tiga lembaga yang sama-sama menangani masalah korupsi. Dia meyakini tidak akan ada sikap ego sektoral jika yang memfasilitasi koordinasi tersebut merupakan lembaga yang lebih tinggi.

 

Reporter: Rahmat Baihaqi

Meredeka.com