Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) menunda sidang gugatan perdata dengan nomor perkara 316/Pdt.G/PN.JKT.TIM yang dilayangkan oleh 24 warga, yang menolak pembangunan Gedung Kedutaan Besar (Kedubes) India di Jakarta Selatan. Hal itu lantaran Tergugat I PT Waskita Karya dan Tergugat II Kedubes India tidak hadir.
Hakim Ketua Darius Naftalis menyampaikan, sidang perkara ini akan kembali digelar pada Rabu, 17 Juli 2024 pukul 10.00 WIB.
Baca Juga
“Sidang ditunda dengan acara panggilan para tergugat,” tutur Darius di PN Jaktim, Rabu (3/7/2024).
Advertisement
Dalam persidangan, hanya Tergugat III PT Bita Enarcon Engineering yang hadir. Sementara tergugat lainnya yakni Kepala Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi DKI Jakarta, dan Kepala Unit Pengelola Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Administrasi Jakarta Selatan juga tidak hadir dalam sidang tersebut.
Darius menyatakan, PN Jaktim telah mengirimkan surat undangan ke Kedubes India untuk hadir dalam persidangan.
“Sudah dipanggil melalui pos, tapi kiriman ditolak oleh yang bersangkutan,” jelas dia.
Adapun dalam sidang, Darius selaku Hakim Ketua dibantu oleh dua Hakim Anggota yaitu Riyobo dan Tri Yuliani.
Gugatan
Kuasa hukum 24 warga yang melaporkan gugatan, David Tobing menyampaikan, warga menggugat PT Waskita Karya, Kedubes India, dan PT Bita Enarcon Engineering lantaran dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum pada 14 Juni 2024.
Menurutnya, warga yang bertempat tinggal di belakang lokasi proyek menolak rencana tersebut karena merasa tidak dilibatkan.
"Para Tergugat ini diduga keras telah memanipulasi perizinan pembangunan karena pembangunan dilakukan tanpa adanya Amdal dan Izin Lingkungan," ujar David.
Pemprov DKI Jakarta disebutnya telah beberapa kali meminta Kedubes India untuk bertemu warga secara langsung, namun tidak pernah dilakukan. Sementara masyarakat juga telah meminta PT Waskita Karya untuk tidak melanjutkan proyek lantaran tidak mempunyai Amdal dan Izin Lingkungan.
“Manipulasi perizinan tersebut jelas pelanggaran hukum yang dilakukan secara sistematis dan masif, kok kita mau dijajah oleh negara lain?,” ungkapnya.
Advertisement
Kerugian Immateriil
Atas dasar itu, sambung David, warga menuntut penggantian kerugian immateriil sebesar Rp 3 triliun.
“Kami sangat menyesalkan Kedutaan India tidak menghormati hukum, bahkan malah melanggar hukum di Indonesia dan juga PT Waskita Karya yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mempunyai prinsip AKHLAK yaitu Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif Dan Kolaboratif telah mencoreng citranya karena turut melanggar hukum dan peraturan yang ada,” David menandaskan.