Sukses

Polisi Ungkap Penyebab Kasus Pemerasan Firli Bahuri Belum Juga Disidang

penyidik Polda Metro akan mengintensifkan koordinasi dengan jaksa supaya meminimalkan pengembalian berkas Firli Bahuri secara berulang.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus dugan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang menyeret mantan Ketua KPK Firli Bahuri belum juga dilimpahkan ke pengadilan.

Ternyata, polisi tidak hanya dijerat Firli dengan pasal pemerasan tapi juga pasal lain seperti Pasal 36 juncto Pasal 65 Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Dalam pasal tersebut disebutkan setiap anggota KPK yang melanggar ketentuan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Hal itu diungkap oleh Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Karyoto. "Kita tidak boleh mencicil perkara makanya agak lambat kita akan tuntaskan dua-duanya sekaligus mohon waktu," kata Karyoto dalam keterangannya dikutip Sabtu (6/7/2024).

Karyoto kemudian menyinggung asas hukum pidana. Dijelaskan, kepolisian tidak diperbolehkan mencicil suatu perkara, sehingga penyidik harus menuntaskan dugaan tindak pidana lain yang juga dilakukan oleh Firli.

"Karena memang kemarin Pasal 36 agak belakang kita fokus kemarin di pasal pemerasan dan dugaan suap," ujar dia.

Terkait hal ini, penyidik Polda Metro akan mengintensifkan koordinasi dengan jaksa supaya meminimalkan pengembalian berkas secara berulang.

"Semuanya perlu koordinasi hal-hal yang belum dipenuhi segera dipenuhi, keterangan-keterangan apa yang dibutuhkan untuk pemenuhan pasal yang pertama maupun pasal yang kedua," ucap dia.

Dalam kasus larangan pejabat KPK bertemu dengan pihak berperkara, Karyoto berharap penyidik bekerja secara cepat dan cermat agar statusnya segera naik dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan.

"Ya diharapkan begitu nanti saya cek lagi ke Dirkrimsus sejauh mana pasal yang 36," tandas dia.

2 dari 4 halaman

Polisi Tegaskan Tak Ada Kendala dalam Kasus Dugaan Pemerasan yang Seret Firli Bahuri

Polisi menegaskan proses penanganan kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) tetap bejalan. Dalam kasus ini, eks pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Safri Simanjuntak memastikan, tak menemui hambatan dalam penanganan kasus ini.

"Tidak ada kendala dalam penanganan penyidikan saat ini dan kami jami penyidikan dalam penanganan perkara a quo bebas dari segala intervensi ataupun tekanan ataupun apapun yang akan mengganggu jalannya penyidikan," kata dia kepada wartawan, Rabu (3/7/2024).

Ade Safri mengatakan, penyidik sedang berupaya mengebut penyelesaian berkas. Dia menjamin penyidikan berjalan secara profesional, transparan, dan akuntabel.

"Jadi saya kira itu, bahwa profesional artinya adalah prosedural dan tuntas. Insyaallah kami akan tuntaskan ini," ucap dia.

3 dari 4 halaman

Koordinasi

Ade menyatakan, tim penyidik terus melakukan koordinasi dengan JPU dari Kejati DKI Jakarta dalam rangka efektivitas dan efisiensi.

Ade menyebut penyidik pun telah mengantongi empat alat bukti yang sah sebagaimana Pasal 184 KUHP.

"Jadi bukan hanya dua alat bukti tapi penyidik sudah mengantongi empat alat bukti yang sah dalam penanganan perkara quo," ujar dia.

4 dari 4 halaman

Gelar Perkara

Sebelumnya, penyidik melakukan gelar perkara penetapan tersangka pada hari Rabu 22 November 2023 sekira pukul 19.00 WIB. Adapun, hasilnya ditemukannya bukti yang cukup untuk menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka.

Firli diduga melakukan dugaan korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian RI Pada kurun waktu tahun 2020 sampai dengan 2023.

Dalam kasus ini, Firli disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 65 KUHP.